Waspadai “Money Politics” Bermodus THR

Waspadai “Money Politics” Bermodus THR

Meski Pemilihan Presiden (Pilpres) tidak sesemarak Pemilihan Legislatif (Pileg), namun semua pihak berharap agar Pilpres dengan dua kandidat pasangan masing-masing Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta ini bisa berjalan lancar. Untuk itu, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kutim menggelar sosialisai terkait itu dengan menghadirkan narasumber Iptu M Arifin dari Polres Kutim, Sekretaris Badan Kesbang Linmas Syahril, Kabid Ideologi Wawasan Kebangsaan dan Kewaspadaan Syafranuddin, serta tiga anggota Panwas Kutim masing-masing Andi Mursalim, Syahrul, dan Nirmala Sari Idawijaya.

Dalam sosialisasi ini, Syarul berharap Kesbangpol bisa melakukan sosialisasi agar dalam Pilpres PNS tetap menjaga independensinya. Di sisi lain agar angka golput berkurang serta pelanggaran yang terjadi dalam Pileg terutama politik uang (money politics) tidak terjadi secara masif lagi.

Terkait masalah independensi PNS, Syahril mengakui memang ada aturan bahwa PNS itu independen dalam pemilihan baik Pileg, maupun Pilpres. Karena memang dilarang berpolitik praktis. Hanya saja tidak dapat dipungkiri, kalau mungkin saja ada oknum yang memberikan dukungan terhadap salah satu kanidat yang akhirnya terbaca sebagai bentuk dukungan. “Mungkin saja ada oknum yang memihak, namun semua itu ada aturan, ada sanksi kalau itu dia lakukan,” katanya.

Terkait dengan antisipasi golput, diakui itu mungkin tidak dapat dihindari. Sebab ini merupakan hak. Hanya saja menurutnya Kesbang terus melakukan sosialisasi di seluruh kecamatan dalam berbagai acara agar masyarakat menggunakan hak pilihnya. Sebab ini merupakan saat di mana masyarakat menggunakan hak pilihnya untuk menentukan pemimpin mereka.

Sementara menurut Syafranuddin politik uang berdasarkan analisis yang dilakukannya di Kesbang modusnya nanti bisa berbeda dengan Pileg. Sebab saat Pilpres bertepatan dengan bulan puasa sehingga diperkirakan nantinya politik uang akan dibungkus dengan nama Tunjangan Hari Raya (THR). “Ini harus diwaspadai. Ini mungkin saja dilakukan oleh simpatisan atau pihak tim sukses,” katanya.

Terkait masalah ini, Nirmala Sari Idawijaya dari Panwas mempertanyakan jeratan hukum terkait dengan simpatisan yang mungkin nantinya terbukti melakukan suap agar jagoannya terpilih. Untuk ini Arifin mengatakan dalam penindakan hukum bisa dilakukan. “Yang utama adalah ada saksi dan ada barang bukti. Maka orang yang bertanggungjawab itu adalah yang memberikan, meskipun tak ada kaitan dengan kanidat Calon Presiden. Jadi kami berharap kepada masyarakat agar tidak melakukan praktek suap-menyuap dalam Pilpres mendatang untuk menghindari jeratan hukum,” kata Arifin. [] RedFj/SP

Serba-Serbi