SANGATTA – Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan peluang sekaligus tantangan yang besar bagi masyarakat desa untuk semakin mandiri dalam membangun desanya. Hal baru yang paling penting adalah akan teralokasikannya duit untuk desa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika sebelumnya sumber pendapatan terbesar desa kebanyakan dari alokasi Anggaran Pendatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota, maka sekarang bertambah dari APBN.
“Oleh karena itu, jangan sampai kepala desa dan perangkat desa tersandung masalah administrasi dan terjerat hukum. Hal ini harus diantisipasi sejak dini, agar dana desa yang besar dapat dikelola untuk kemakmuran masyarakat desa,” kata dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) Jogjakarta Sutoro Eko Yulianto.
Sutoro Eko selaku salah seorang tenaga ahli penyusun UU Desa tersebut, mengungkapkan hal itu dalam acara diskusi yang digelar KNPI Kutim bekerja sama Pemkab Kutim, PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan Hotel Royal Victoria. Kegiatan di Maloy Coffee Cafe (MCC) Hotel Royal Victoria itu, diselenggarakan dalam suasana santai dan disiarkan secara langsung oleh radio Gema Wana Prima (GWP) selama tidak kurang dari 3 jam. Tema yang diambil adalah “Kemandirian Desa Upaya Membangun Indonesia”.
Menurut Sutoro Eko, melalui UU Desa ini, negara ingin menunjukkan visi dan misi serta semangat untuk melindungi berikut memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis. “Dalam UU Desa tersebut, ada pelimpahan pengalokasian anggaran kementerian yang harus diserahkan ke desa dan menjadi urusan wajib desa,” tambahnya.
Disebutkan, sudah selayaknya pengalokasian anggaran untuk desa berdasarkan mandat UU harus lebih proporsional. Diharapkan dengan UU tentang desa ini banyak manfaat lebih yang diperoleh desa. Dia meminta kepada pemerintah daerah agar proses administrasi desa bisa dikawal dan dilakukan pendampingan.
“Karena dari kendala administrasi inilah muncul masalah yang menyangkut hukum. Biasanya administrasi di desa selalu terputus saat pergantian kepala desa dan perangkat yang lain,” bebernya.
Menurut dia, banyak kepala desa terjerat korupsi disebabkan permasalahan administrasi dimaksud. Pemerintah ingin membangun tradisi berdesa, yakni desa bukan hanya sekedar kampung halaman atau tempat bermukim, tetapi juga menjadi basis sosial serta basis politik pemerintahan.
Dengan diberlakukannya UU desa ini nanti, desa diberi keleluasaan lebih dalam penyusunan anggaran desa hingga pelaksanaan program-program desa. Selain itu, desa dapat melaksanakan proyek-proyek fisik yang tidak perlu lagi menunggu penganggaran oleh Dinas PU dan aspirasi DPRD, walaupun perencanaannya harus tetap melalui musyawarah desa (musdes). Dengan penggelontoran uang tersebut ke desa-desa, maka perlu ada sistem pengawasan yang efektif agar desa-desa tidak mengalami hal yang sama seperti pemerintah daerah.
“Pendampingan dan pengawasan ke desa menjadi penting, banyak dana yang mengalir ke desa, jika tidak didampingi dan diawasi, desa akan tetap tidak ada kemajuan,” jelasnya.
Pada kesempatan itu, Wabup Kutim Ardiansyah Sulaiman menyebutkan ada dua hal yang selalu ia sampaikan apabila berbicara tentang desa, yakni terkait anggaran dan potensi desa. Desa bisa memberikan manfaat bagi masyarakatnya dan setiap kepala desa harus mengetahui potensi sumber daya didesanya. Contoh bagaimana mengembangkan potensi desa di bidang kesehatan, dengan cara mendorong munculnya posyandu. Berikut bisa mengarsipkan (mendokumentasikan) setiap kegiatan.
Ardiansyah berharap, hasil diskusi tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam evaluasi dari pencapaian visi dan misi Pemkab Kutim. “Saya meminta semua percakapan, masukan rekomendasi dan saran yang tercatat dalam notula diskusi ini bisa menjadi salah satu dasar evaluasi pencapaian program dan kegiatan pemerintah,” ujarnya.
Diskusi tersebut dipandu Sekretaris KNPI Kutim Bakri Hadi dan Manajer Hotel Royal Victoria Warni Hidayat. Berlangsung dari pukul 20.00-23.00 Wita.
Hadir pada acara itu, Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekkab Kutim Mugeni, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Moch Erlyan Noor, Kapolres Kutim AKBP Edgar Diponegoro dan Wakapolres Kutim Kompol Fanani Eko, Kasintel Kejaksaan Dodi Gazali Emil.
Selanjutnya, Camat Sangatta Utara Didi Herdiansyah, manajemen PT Kaltim Prima Coal (KPC), Kepala Bank Pembangunan Daerah (BPD/Bankaltim) Cabang Sangatta. Berikut, sejumlah kepala desa dari Kecamatan Sangatta Utara, Sangatta Selatan dan Bengalon, Direktur BUMDes, BEM STIE, SAPMA PP, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal Sangatta. [] RedHP/KP