Kinerja Dinkes Kukar Tak Beres

Kinerja Dinkes Kukar Tak Beres

TENGGARONG – Meski punya anggaran sangat besar, banyak masalah terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya yang terjadi di lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kukar. Belum lama ini, di Dinkes terungkap perkara korupsi pembayaran honor pegawai honor. Di hal lain, kinerja Dinkes memburuk dengan dibuktikan tingginya angka kematian bayi.

Rabu (25/06/2014), sejumlah aktivis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unviersitas Kartanegara (Unikarta) menggelar aksi unjuk rasa. Para mahasiswa ini menyoroti kinerja Dinas Kesehatan Kutai Kartanegara (Kukar) yang mereka anggap gagal mengatasi sejumlah persoalan mendasar.

Sejumlah persoalan yang disoal mahasiswa adalah profesionalme dan transparansi Dinkes dalan penerimaan tenaga Harian Lepas (THL). Penerimaan THL yang digelar baru-baru ini, pengumumannya molor hingga empat kali.  Aksi aktivis yang berjumlah belasan orang ini awalnya melakukan orasi di Bundaran Jembatan Bongkok sebelum menuju kantor Dinkes di Jl Cut Nyak Dhien, Tenggarong.

Selain menyoal penerimaan THL, para mahasiswa ini juga mempermasalahkan minimnya tenaga-tenaga kesehatan di desa-desa yang berada di pesisir dan hulu Mahakam. Terutama bidan dan perawat. Kondisi ini yang mengakibatkan tingkat kematian ibu sekitar 63 per 35 kelahiran bayi.

Presiden BEM Unikarta Arya menyampaikan, dari kajian yang mereka simpulkan, kinerja Dinkes dianggap gagal. “Dana yang diberikan Pemkab kepada Dinkes cukup besar, tapi pelayanan Dinkes saat ini masih jauh dari harapan masyarakat,” ucapnya.

Para pendemo ini menyampaikan sejumlah tuntutan. Salah satunya, Kepala Dinkes harus mencopot pejabat struktural yang terbukti berkongkalingkong dalam penerimaan THL, beberapa waktu lalu.

Kedatangan pendemo ini diterima Kepala Dinkes, drg Kuntiyo dan sejumlah stafnya. Ia menyambut baik kritik dan masukan yang disampaika para mahasiswa. Kuntiyo mengakui, saat ini pihaknya mengalami defisit tenaga kesehatan, khususnya dokter sejak tahun 2013 lalu. Kendalanya adalah  gaji dan insentif yang kecil untuk ukuran dokter yang ditempatkan di daerah pelosok.

“Kami sudah mengupayakan dengan menyu-rati Pemda pada bulan Oktober lalu, bahkan di bulan Maret juga sudah mengirim surat untuk melakukan reposisi mengenai gaji,” paparnya.

PENGAKUAN DINKES

Sementara soal bukti tentang buruknya kinerja Dinkes Kukar, diakui sendiri Kepala Dinkes, Koentijo Wibdarminto. Ia  mengatakan angka kematian ibu dan bayi di Kukar paling tinggi se-Kaltim. Untuk kematian bayi itu, Kuntiyo mengungkapkan kasusnya terpecah, tidak hanya terjadi di Puskesmas ataupun Puskesmas pembantu.

Di tahun 2013, kata dia, angka kematian ibu melahirkan mencapai  33 kasus. 28 kasus terjadi di rumah sakit. “Kematian ibu itu ada dua, yang pertama bersifat langsung karena pelayanan yang menyebabkan kematian, sedangkan tidak langsung ada pola penyakit yang menyertainya,” urainya.

Saat ini, Dinkes melakukan Audit Meternal Perinatal dengan berkerjasama Universitas Adelaide, Australia, guna menelisik kasus kematian pada ibu ini. “Kami akan menelisik, jika di kepo-lisian adalah intel, maka audit ini kami melakukan penyelidikan mengenai penyebab kematian pada ibu yang seharusnya tidak terjadi,” ujarnya.

Menurutnya, menekan jumlah kematian ibu tidak hanya tugas dari Dinkes, tetapi juga  melibatkan Pukesmas, rumah sakit, dan  masyarakat. Kuntiyo mencontohkan, banyak kasus kematian ibu melahirkan karena faktor suami yang tidak paham tentang program Keluarga Berencana (KB). Di sejumlah daerah pesisir dan hulu Mahakam, ditemukan sejumlah kasus di mana ibu tidak menginginkan kehamilan tetapi ditentang pasangannya.  Artinya, pengambilan keputusan terkait kehamilan lebih dominan pada suami.

“Contohnya, si ibu dengan riwayat komplikasi dan resiko tinggi, seharusnya persalinannya di rumah sakit tetapi sang suami tidak mengizinkan. Proses  persalinan kemuduian dilakukan di rumah atau hanya bantuan bidan. Kasus ini paling banyak terjadi,” tambah Kuntiyo. Perubahan pola pikir suami, lanjut dia, juga  membantu mengurangi kasus kematian ibu.

REKRUT 837 HONORER

Untuk mengatasi persoalan tingginya angka kematian bayi, Dinkes membuka lowongan 837 Tenaga Harian Lepas (THL) untuk ditempatkan di lingkungan Dinkes Kukar, UPTD, puskesmas, pusban dan polides. Rabu (23/4) kemarin, pendaftaran terakhir bagi rekrutmen calon THL.

Ribuan pelamar mendaftarkan diri di Kantor Dinkes dan halaman Kantor Jamkesda. Mereka tampak antusias untuk mengisi lowongan THL. Koentijo mengatakan, rekrutmen ini bertujuan untuk mengejar target pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

“Angka kematian ibu dan bayi di Kukar paling tinggi se-Kaltim. Tahun kemarin angkanya mencapai 33 per 10 ribu persalinan,” jelas Koentijo, Rabu (23/04/2014). Angka kematian ini merata hampir di semua daerah.

Dia mengakui, tenaga kesehatan di Kukar masih sangat kurang sehingga perlu rekrutmen THL. Dia berharap dari 173 pusban yang ada sekarang terpenuhi semua tenaganya.

“Dari 237 desa/kelurahan se-Kukar kita harapkan 200-an itu terisi semua, sedangkan 37 desa tidak diisi karena di kawasan kota tidak perlu. Di Tabang, desanya hanya terdiri 20-30 orang sehingga tidak perlu diisi juga, tinggal dikelompokkan saja nanti pusban atau bidan membawahi desa itu sehingga dengan cara ini bisa menurunkan angka kematian ibu dan bayi dengan cepat,” tuturnya.

Paling penting, rekrutmen ini juga memberikan kemudahan akses pelayanan kesehatan kepada  masyarakat, terutama di desa.

“Saya ingin puskesmas bukan jadi tumpuan akhir, tumpuan awalnya pusban karena di Kukar berbeda dengan Samarinda dan Balikapapan, antar desa jaraknya jauh. Kalau misalkan masyarakat sakit, di desa tidak ada tenaga kesehatan, maka dia harus ke puskesmas yang biayanya mahal, apalagi yang persalinan mau ke puskesmas sulit,” imbuhnya.

Dia berharap rencana bupati untuk mewujudkan satu desa satu bidan bisa terpenuhi, paling tidak sudah 90 persen. [] RedHP/Kokal/TKTi

Serba-Serbi