PERUSAHAAN Dearah (Perusda) Kelistrikan dan Sumber Daya Energi (KSDE) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar), yang berdiri atas dasar Peraturan Dearah (Perda) Kukar Nomor 5 Tahun 2008 dan perubahannya, Perda Nomor 8 Tahun 2011.
Berdasarkan aturan tersebut, tujuan eksistensinya adalah, pertama, melaksanakan dan memegang kebijaksanaan serta program pemerintah daerah di bidang ketenagalistrikan dan sumber daya energi untuk memenuhi kebutuhan ketenagalistrikan. Kedua, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sarana pengembangan dalam rangka pembangunan daerah.
Sementara sektor usahanya meliputi usaha penyediaan tenaga listrik, penunjang tenaga listrik dan usaha sumber daya energi untuk memenuhi kebutuhan ketenagalistrikan.
Berdasarkan tujuan dan sektor usahanya, KSDE sesungguhnya adalah bisnis, yaitu berorientasi profit, akan tetapi disamarkan dengan tujuan pertama, seakan-akan berorientasi pada pelayanan publik untuk masyarakat Kukar.
Tujuan memenuhi kebutuhan ketenaga listrikkan, secara eksplisit bermakna untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat Kukar, tapi di balik alasan untuk pelayanan publik itu tersembunyi maksud dan tujuan bisnis yang dipertegas dalam pasal 5 Perda Nomor 8 Tahun 201, sehingga perusda ini menjadi tidak jelas jenis kelaminnya.
Dari segi pencapaian target, maka sisi pelayanan publik yang sudah barang tentu adalah pemenuhan ketersediaan listrik untuk masyarakat Kukar, bukan Kaltim atau daerah lain di Kaltim, dan harapan ke arah sana baru terpenuhi sampai saat ini sebesar nol persen.
Dari sisi orientasi profit, maka sesuai ketentuan, penyertaan modal pemerintah daerah (Pemda) kepada perusda dilaksanakan dengan memperhitungkan manfaat penyertaan modal bila dibandingkan dengan return on revenue apabila nilai tunai tersebut disimpan di bank, dengan memperoleh bunga.
Dari penyertaan modal Pemkab Kukar sesuai penjelasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Dearah (APBD), totalnya mencapai Rp 64 miliar, yang jika dikalkulasi pendapatannya berdasarkan bunga bank maka dengan asumsi suku bunga 4,5-7,5% per tahun, maka pendapatan per tahunnya Rp 3,2 sampai Rp 4,28 miliar. Dan nilai ini jauh dari apa yang sudah diberikan KSDE ke Pemkab Kukar sebagai pemodal, yakni sebesar Rp 1,4 miliar sampai Rp 2 miliar per tahun.
POTENSI KERUGIAN
Setelah sekian tahun lamanya mengelola Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD) Loa Raya di Tenggarong Seberang, Perusda KSDE mengembangkan usahanya dengan mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Senipah berkapasitas 82 mega watt .
PLTG Senipah didirikan dan dikelola melalui kerja sama antara Perusda KSDE dengan PT Toba Sejahtera dengan membentuk perusahaan konsorsium, PT Kartanegara Energi Perkasa (KEP). Dalam kerja samanya, terdapat hak kelola jual beli gas yang diberikan PT Total E & P Indonesia kepada Perusda KSDE. Karena kepemilikan wilayah dan hak kelola inilah yang menjadi bisnis utama kerja sama Perusda KSDE dengan PT Toba Sejahtera, di mana klausul kerja sama itu berupa golden share (modal tanpa uang) sebesar 10 persen atas PT KEP, akan tetapi direalisasikan sesudah PT Toba Sejahtera mencapai break even point (titik impas) saham kepemilikan, walaupun itu bentuknya golden share yang seharusnya direksi Perusda KSDE tidak bisa mensyaratkan bahwa saham itu diberikan setelah BEP yang diperkirakan 15 tahun.
KRONOLOGIS
Perusda KSDE dibentuk pada 23 Januari 2008 dan dan ditetapkan melalui Perda No. 5 Tahun 2008 dalam lembaran daerah pada 25 Januari 2008. Sektor usahanya di bidang ketenagalistrikan, tetapi tujuan sesungguhnya dari perusda ini adalah divestasi saham perusahaan besar di sektor pertambangan minyak dan gas bumi yang beroperasi di wilayah Kukar.
Pada 14 April 2008, Pemkab atas nama Perusda KSDE menandatangani memorandum of understanding atau nota kesepahaman (MoU) dengan PT Total E&P Indonesia, terkait jual beli gas untuk PLTG Senipah.
Tanggal 4 Juli 2008, penandatanganan head of agreement atau pokok-pokok perjanjian (HoA) jual beli gas dengan PT Total E&P Indonesia, terkait jual beli gas untuk PLTG senipah.
Tanggal 29 Agustus 2008, ditandai tangani perjanjian kerja sama dengan PT Toba Sejahtera tentang pembentukan perusahaan patungan untuk mengusahakan PLT Senipah PT Kertanegara Energi Perkasa (KEP).
Awalnya kondisi ini terlihat wajar dan lancar, akan tetapi sebenarnya pendirian Perusda ini adalah untuk menyikapi MOU yang dibuat dengan PT KEP untuk pembangunan PLTG Senipah.
Namun berdasarkan analisis saya, tujuan utama dari pendirian PLTG Senipah adalah lebih kepada diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagai teknis pelaksanaan dari Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) yang mana diatur pada Pasal 34 menyatakan, “Kontraktor wajib menawarkan participating interest 10 % kepada BUMD.” Didukung fakta pada tahun 2007, Menteri Energi Sumber Daya Mineral, dalam hal ini, Purnomo Yusgiantoro, gencar menyuarakan perihal hak tersebut.
Saat peletakan batu pertama pembangunan PLTG Senipah.Itulah sebabnya PT KEP menindak lanjuti hasil MoU tahun 2005 dengan berlindung di balik kerja sama untuk PLTG Senipah, akan tetapi sesungguhnya yang diincar adalah bisnis jual beli gas dengan PT Total E & P Indonesia, dan hal itu masih berlangsung sampai saat ini.
Hal ini terlihat jelas melalui rentang waktu yang pendek antara penandatanganan MoU Perusda KSDE dan PT Total serta PT KEP dan KSDE, mengingat MoU tahun 2005 belum disikapi akibat ‘perbedaan pendapat’ antara manajemen PT KEP dengan Pemkab Kukar yang kala itu masih Kukar masih dipimpin Syaukani. Itu sebabnya pada masa Plt. Bupati Syamsuri Aspar, proses lanjutannya segera dilaksanakan, mengingat bisnis ini sangat menggiurkan.
Meskipun sejak tahun 2008 telah dilakukan perjanjian kerja sama, akan tetapi proyek ini seperti jalan di tempat, karena target bisnis sesungguhnya adalah pengelolaan 10 persen participating interest atau atau hak kelola (PI) yang dimudahkan melalui hak jual beli gas, karena investasi 10 persen itu membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Perusahaan patungan PT KEP ini menurut analisis saya pasti akan sengaja memperlambat proses beroperasinya PLTG Senipah, karena jual beli gas yang katanya diperuntukkan untuk operasional PLTG sangat menguntungkan, apalagi dalam kerja sama ini, disepakati bahwa KSDE baru akan menerima hasil keuntungan sesudah perusahaan patungan ini BEP pada jangka waktu 15 tahun.
Pada 21 November 2011, 3 tahun sesudah MoU, barulah dilakukan peletakan batu pertama pembangunan PLTG Senipah, dan itupun dikarenakan dukungan finansial oleh Bank Nasional Indonesia (BNI), bukan murni modal dari PT Toba Sejahtera.
Pertanyaannya, kalau pembangunan PLTG Senipah harus melalui pinjaman kredit dari bank, lalu untuk apa kerja sama dengan PT Toba Sejahtera? Kenapa sejak Agustus 2008 sampai November 2011, baru ada upaya ke arah pembangunan itu?
Apa keuntungan Kukar, dalam hal ini Perusda KSDE, melakukan kerja sama dengan PT Toba Sejahtera, kalau pada akhirnya tidak berdampak signifikan baik terhadap profit, terutama terhadap jaminan ketersediaan listrik bagi masyarakat Kukar? Apa yang mendasari Perusda KSDE menyetujui bagi hasil itu baru dilaksanakan sesudah BEP 15 tahun kemudian?
Anggapan saya, hak kelola 10 % oleh Kukar telah dimanipulasi dengan bisnis jual beli gas, mengingat investasi yang diperlukan terkait pengelolaan itu sangatlah besar, karena itu dikompensasikan dengan kemudahan jual beli gas yang dikamuflase untuk kebutuhan PLTG Senipah. Dan yang paling menyedihkan adalah hak 10 % itu terakumulasi dalam saham sebesar 10 % dari total presentase PI di dalam perusahaan konsorsium PT KEP. Ini berarti Kukar hanya mendapatkan bagian 1 %.
Parahnya lagi, hak yang 1% ini yang diharapkan dapat meningkatkan PAD justru baru diperoleh kala PLTG mulai beroperasi dan hingga 15 tahun, perkiraan perusahaan patungan ini mencapai BEP.
Lantas kemana hasil jual beli gas selama 3 tahun? Berapa laporan yang disampaikan ke pemerintah daerah dan dicatatkan dalam laporan pertanggungjawaban Bupati kepada DPRD Kukar?
Berapa banyak kontribusi daya listrik yang tersalurkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat Kukar?
Dari mana pasokan gas yang dibutuhkan sesudah 2017, ketika kontrak pengelolaan Blok Mahakam oleh PT Total berakhir ?
Semua pihak harus bertanggungjawab terkait hal ini, terutama direksi dan dewan pengawas yang telah lalai sehingga terjadi ketidakjelasan hak yang seharusnya diperoleh Kukar.
Sementara itu penyertaan modal Pemkab Kukar ke perusda ini setiap tahun diberikan bagi hasil keuntungan yang tidak layak dengan penuh rasa bangga, sebagai satu-satunya perusda yang memberi kontribusi ke pemda.
Lantas berapakah kalkulasi rugi bagi Kukar akibat kerja sama ini?
Pertama, lambannya pembangunan sehingga kebutuhan listrik sampai saat ini, awal 2015 masih 0 %.
Kedua, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini sumbangsih PT Total untuk pemerintah pusat mencapai 8 miliar dolar per tahun, sebagai bagian pemerintah dengan besar 30%. Artinya, hak kelola (participating interest) ke Pemkab Kukar adalah 10 %, yakni sebesar 2,7 miliar dolar. Dengan menganggap bahwa kompensasi itu dimudahkan dalam bentuk jual beli gas yang disamarkan sebagai kebutuhan PLTG, itu 15% saja dari total hak kelola, maka bisnis jual beli gas itu dalam setahun mencapai 505 juta dolar atau sebesar Rp 5 triliun. Jika asumsi keuntungan mencapai 5 %, maka keuntungan bisnis itu mencapai Rp 250 miliar, dan perusda harusnya mendapatkan Rp 25 miliar. Lalu kemana semua kemungkinan yang dikalkulasi itu? Selama 6 tahun sejak 2008?
Rakyat harus menuntut hak supaya jangan ada lagi tikus mati di lumbung padi. ***