SEPULTURA, Halloween, Testament sampai Fire House dengan tembang apik “When I Look Into Your Eyes” adalah barisan grup musik kelas atas dunia beraliran keras yang pernah unjuk kebolehannya di kompleks Stadion Aji Imbut Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Pro dan kontra mulai bermunculan menghiasi berita di media tatkala hari hari menjelang konser, namun pada akhirnya sirna dalam dentuman perkusi dan cabikan gitar yang menghentak memicu adrenalin dan semua yang hadir ikut bergoyang mengikuti irama musik keras yang dipertontonkan para musisi kelas dunia.
Silang pendapat yang tadinya sangat riuh soal ketidaksesuaian budaya dan asal usul dana penyelenggaraan konser, justru sepi dan lenyap, yang tersisa hanyalah sampah berserakan dan sedang dibersihkan oleh ‘pasukan kuning’ di berbagai sudut dan halaman stadion kebanggaan warga kukar itu
Memang kalau membahas soal biaya penyelenggaraan konser konser itu tentunya tidak dapat dipungkiri sangat besar dan menelan miliaran rupiah, apalagi soal budaya tentunya bagi generasi lama yang sudah sangat nervous saat tampilnya ‘Duo Kribo’ sebuah grup musik rock di era tahun 1970-an, pasti akan cenderung mencibir dan menunjukkan ketidaksukaan terhadap kegiatan konser musik tersebut.
Akan tetapi sesuai pernyataan ‘ Bunda Rocker Kukar’ Rita Widyasari Bupati Kukar , Kepala Daerah pertama wanita di Kaltim dan sampai saat ini belum muncul lagi politisi wanita yang menapaki jejaknya , bahwa upayanya untuk membiayai konser- konser tsb tidak pernah membebani APBD dan itu sudah terbukti dari beberapa hasil pemeriksaan BPK terhadap APBD Kukar tidak ditemukan anggaran yang diperuntukkan bagi konser tersebut , karena itu tidak perlu lagi menjadi pro kontra darimana berasal dana penyelengaraan konser- konser itu, yang penting masyarakat terhibur oleh kehadiran grup musik kelas dunia ini.
Soal budaya tentulah sudah mendapat restu dari pemangku adat dan budaya di daerah ini dan dengan penunjukkan tempat perhelatan tidak dilaksanakan di kota Tenggarong yang lingkup kehidupan masyarakatnya bernuansa religi serta beraroma konservatif itu dapat dipastikan tidak ada pihak yang keberatan dengan aliran musik yang kerap diidentikkan dengan kekerasan dan perlawanan terhadap tatanan kehidupan normal adat ketimuran yang masih ‘ malu- malu’ mengekspresikan kebebasan berkreasi serta kemerdekaan menyampaikan hasrat dan keinginan terpendam yang dinamis.
Padahal kalau mau jujur , irama musik yang meledak – ledak ini harus kita akui justru lebih JUJUR dan BERANI menyampaikan suara hati , lebih terbuka menyuarakan protes kepada ketidak seimbangan kehidupan bahkan lebih bijak memposisikan kesamaan dan persamaan hak asasi manusia dalam kesetaraan yang layak sebagai sesama ciptaan Tuhan .
Dengan demikian, acara yang sudah pasti telah mendapatkan restu dari berbagai pihak ini tentulah akan berlangsung aman- aman saja. Tetapi benarkah makna pelaksanaan konser tersebut Pada akhirnya sirna laksana kabut pagi yang dihalau cahaya mentari ?
Disadari atau tidak disadari, sengaja atau tidak disengaja. Mungkin terencana atau tidak direncanakan, sejatinya pelaksanaan konser-konser tersebut memberikan dampak politik yang luar biasa kelak bagi kepentingan politik sang ‘bunda rocker’ menjelang Pemilihan Bupati Kukar (Pilbup) Kukar, Desember 2015 nanti, bahkan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Timur pada 2018 mendatang.
Harus diakui kecemerlangan bintang keberuntungan bupati wanita pertama di Kalimantan ini, niat menghibur rakyat yang tadinya tanpa embel embel apapun justru memberikan nilai positif bagi kiprah politiknya ke depan.
Musik cadas atau rock ini merupakan musik kegemaran anak muda di era modernisasi dan teknologi saat ini dan kelompok kaum muda ini tak bisa disangkali merupakan pemilih potensial saat konser demokrasi Pilbup maupun Pilgub itu dilaksanakan.
Khusus Kukar, dengan kecenderungan peningkatan suara sah yang stabil dan terakhir pada saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 mencapai 325 ribu, maka kalkulasi angka pasti suara sah pada Pilbup desember 2015 adalah 350 ribu dan angka keramat untuk keluar sebagai pemenang adalah 50% atau 175 ribu bagi salah satu kandidat.
Inilah kecemerlangan ‘bintang keberuntungan’ dari petahana. Atau memang merupakan strategi yang telah dirancang jauh-jauh hari ?
Kehadiran puluhan ribu penonton pecinta musik cadas ini merupakan pemilih potensial usia muda yang sekaligus menjadi agen penyampai pesan bagi teman dan keluarga untuk turut mendukung sang petahana dalam Pilbup nanti.
Ibarat raja Midas dengan sentuhan jari yang bisa merubah apapun yang tersentuh menjadi emas, maka semua ide, gagasan bahkan upaya menghibur rakyatnya sendiri tanpa disadari justru menjadi penting dan bermakna bagi proses kepentingan politik saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Pemilih pemula dan pemilih usia muda merupakan pemilih labil yang belum permanen menentukan arah pilihnya dan pada segmen ini kebanyakan masih dipengaruhi oleh pesona dari figur seseorang yang bisa menghipnotis alam pikiran kaum muda ini untuk mengagumi dan mengidolakan figur yang dikaguminya.
Kekaguman ini akan terus meningkat secara psikologis menjadi simpati fanatik dan sang idola akan disanjung, dipromosikan dan dibelanya mati-matian dalam situasi dan kondisi apapun di tengah masyarakat dan lingkungan keluarganya.
Sentuhan midas ini akan semakin meluas ke segmen pemilih lain akibat promosi yang secara kontinu disuarakan oleh para pengagum ini sehingga dukungan simpati terus bertambah bagi sang idola dan pelaksanaan konser-konser musik ini sedikit tidaknya akan memberikan hasil yang signifikan dalam proses pemelihan kepala daerah mendatang.
Data statistik Kukar menunjukkan jumlah pemilih pemula sudah menyentuh angka 160 ribuan dan sebagian besar pencinta musik cadas.
Dengan angka keramat 175 ribu, dapat dipastikan bahwa dampak konser musik cadas ini merupakan satu keuntungan yang tak disangka-sangka, di balik keinginan untuk menghibur warga masyarakat Kukar ini.
Demikian juga, bagi Kaltim yang telah terkalkulasi pusat kekuatan suara pilihnya berada di daerah ‘segitiga sama tebal,’ yakni Samainda, Tenggarong dan Balikpapan yang jarak tempuhnya ke Stadion Aji Imbut masih mudah dijangkau oleh anak-anak muda di tiga kota itu, membuat simpati serta fanatisme dukungan bahkan sampai pada pengkultusan figur akan terjadi, manakala kelompok anak muda ini secara sukarela tanpa dikomando, bersedia menjadi agen penyampai informasi melalui media teknologi, saling menginformasikan sekaligus menegaskan bahwa kecintaan mereka terhadap musik cadas ini pasti terpenuhi apabila sang ‘Bunda Rocker ‘ menjadi pemimpin di Kaltim kelak.
Menyikapi besarnya jumlah pemilih pemula dan segmen kaum muda ini, maka keuntungan politik yang didapatkan dari beberapa konser musik ini dapat terlihat dengan jelas pada Pilkada nanti.
Memang, pembuktian bahwa dampak dari konser musik cadas ini terhadap signifikasi dukungan suara bagi Rita Widyasari, baru dapat dipastikan pada Desember 2015 dan tahun 2018 mendatang, akan tetapi penilaian ini tidak bisa disangkal dan pasti diyakini dalam nalar kita bahwa ‘ strategi ‘ ini sangat mumpuni dan cerdas jika dikaitkan dengan potensi dukungan suara yang akan didapatkan kelak.
Keyakinan bahwa pelaksanaan konser-konser musik cadas ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Bupati wanita ini sulit terbantahkan manakala alam pikiran kita diperhadapkan pada kenyataan besarnya jumlah pemilih pemula sehingga hampir menyentuh angka keramat bagi pemenang pilkada, ditambah lagi dengan segmen kaum muda yang identik dengan aliran musik cadas itu.
Karena itu mari menantikan pembuktian dari hasil sentuhan ‘ Raja Midas ‘ ini sembari mendendangkan lirik indah dari tembang apik “When I Look Into Your Eyes” ( Tatkala kutatap Matamu) . Mata adalah jendela hati, mata tidak dapat menyembunyikan isi hati, dari mata kejujuran dan kebohongan terlihat jelas, karena itu tataplah mata para kandidat nanti dan tentukan pilihanmu dalam satu kebersamaan niat, Pilkada Damai. []
Whatever the reason, Bu Rita tetap Bupati yang sangat peduli pada (segmen) kaum muda. Dan Anda yang berdomisili di Kutai Kartanegara, sangatlah beruntung mempunyai Bupati muda seperti Bu Rita, berbeda dengan kami di Kabupaten Barito Timur, Kalteng, yang harus pusing tujuh keliling untuk dapat menghelat pagelaran, bahkan yang berlevel kecil sekalipun.