Tragis, 2 Bocah Tewas Ditimpa Tembok

Tragis, 2 Bocah Tewas Ditimpa Tembok

KOTAWARINGIN BARAT – Dua nyawa bocah melayang gara-gara tertimpa tembok setinggi empat meter di Jalan Iskandar, Senin (20/4) malam pukul 20.00 WIB. Dinding penahan tanah uruk milik pengusaha Lie an itu ambruk setelah hujan deras mengguyur Pangkalan Bun.

Tembok diduga tidak kuat menahan timbunan tanah yang mencapai tiga meter. Celakanya, dinding ambruk menimpa rumah Ahmad Saiful yang berada di belakang lahan Lia an. Robohnya tembok itu juga membuat tanah uruk dan bebatuan longsor ke rumah Saiful. Dua anaknya, Siti Nuraini (bayi enam bulan) dan Rahmad Riduansyah (12), tewas tertimbun dinding yang roboh dan tanah uruk.

Informasi yang dihimpun, hujan lebat membuat rumah Saiful kebanjiran disertai lumpur. Air dan lumpur berasal dari lahan Lie an. Saiful dan istrinya, Kasriah, berniat membersihkan selokan di samping rumahnya, RT 22 Kelurahan Madurejo, Pangkalan Bun. Dia juga dibantu dua anaknya, Rony dan Rahmad.

Saiful berusaha membuang air di ujung tembok dan mengalirkan ke parit. Belum selesai membersihkan parit, tembok penahan tanah dan batu timbunan jebol dan menimpa dinding rumah.

Di saat bersamaan pula, bayi enam bulan bernama Nuraini yang berada di ruang tengah, tepatnya di depan televisi, tertimpa runtuhan dinding. Kepala bayi luka serius dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Sultan Imanuddin Pangkalan Bun. Sayang, nyawa anak Saiful ini tidak tertolong lagi.

Kejadian tersebut membuat warga sekitar berdatangan, termasuk Basarnas, BPBD, Tagana, kepolisian, dan TNI. Akibat tembok yang jebol tersebut membuat rumah Saiful rusak berat di samping kiri.

Saat banyak warga berdatangan, Saiful baru sadar tidak melihat anak keduanya, Rahmad, yang masih kelas 5 SD. Dia berusaha mencari tapi tidak kunjung ditemukan. Saiful baru ingat bahwa sebelum kejadian, Rahmad membersihkan selokan tepat di bawah tembok yang roboh. ’’Saya ingatnya anak saya tadi di bawah tembok sini,” ucap Saiful dengan menunjuk reruntuhan tembok yang jebol.

Rahmad diperkirakan berada di bawah reruntuhan material batu bercampur lumpur dan tembok. Terpaksa petugas menurunkan alat berat ekskavator.

Pencarian dimulai pukul 23.00 WIB. Membongkar reruntuhan tembok bukan perkara mudah, karena ada manusia di bawahnya. Alat berat harus berhati-hati menyingkirkan material longsoran. Rabu pukul 02.00 WIB, alat berat berpindah posisi ke bawah. Tanah timbunan disingkirkan sedikit demi sedikit. Setelah itu pukul 03.15 WIB, jasad Rahmad ditemukan dengan kondisi sudah meninggal dunia akibat reruntuhan tembok.

Warga sekitar yang turut mencari korban langsung histeris saat jasad Rahmad ditemukan. Sedangkan Saiful sendiri pasrah dengan musibah yang dialaminya. Dua anaknya meninggal dunia. Pria yang berprofesi sebagai karyawan SPBU ini tertunduk sedih.

’’Saya tidak tahu harus ngapain, dua anak saya meninggal. Padahal masih banyak yang harus saya penuhi kepada dua anak saya itu,” kata Saiful dengan lirih.

Ainur, tetangga korban, mengatakan bahwa lokasi kejadian dulunya lahan kosong. Dalam satu tahun belakangan, lahan kosong itu dibangun tembok keliling. ’’Kami kira tembok keliling itu awalnya langsung dibuat gudang, tapi malahan tembok itu menahan timbunan tanah. Hingga berbulan-bulan lamanya, penimbunan awalnya batu dan dilanjutkan tanah. Terus terang kami warga terganggu, penimbunan itu siang malam dilakukan terus,” Sebut Ainur.

Dirinya menduga tembok jebol dan menimpa rumah Saiful karena tidak kuat menahan beban. ’’Tanahnya itu awalnya bagian depan yang dekat Jalan Iskandar, dekat Untama tinggi dan semakin ke belakang semakin rendah. Kemudian dibuat tembok dan diratakan dengan di bagian depan. Tapi kalau hujan tentunya air semakin banyak dan jebol. Apalagi seminggu belakangan hujan deras terus,” bebernya.

Dirinya melihat Saiful bersama anak dan istrinya yang sedang membersihkan air bercampur lumpur di rumahnya. Jarak antara tembok sebagai penahan timbunan dengan rumah Saiful mepet dan kurang dari satu meter. Tembok penahan timbunan itu juga lebih tinggi dari rumah Saiful.

’’Sebelum kejadian tersebut, istri Saiful juga sering mengkhawatirkan kalau tembok jebol atau ambruk. Pasalnya belakangan tembok sudah retak-retak,” urainya.

Sementara Lurah Madurejo Sumaji di lokasi kejadian mengatakan, jebolnya tembok ini memang mengagetkan warga. Apalagi sampai menimbulkan dua korban meninggal. Sebenarnya hal ini sangat disayangkan membuat bangunan dengan konstruksi yang rendah.

’’Kami sendiri baru mengetahui kalau di sini ada bangunan seperti itu. Maksud timbunan juga tidak jelas dan pemilik lahan juga belum ada izin mau dibangun apa ke depannya hingga peristiwa nahas ini terjadi. Selama ini juga tidak ada warga sekitar yang komplain kepada kelurahan sehingga tidak kami ketahui secara pasti,” ujarnya.

Selasa pagi pukul 10.00 WIB, Unit Identifikasi Polres Kotawaringin Barat (Kobar) melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) untuk mengetahui penyebab dan bagaimana ambruknya tembok tersebut.

Kepala Unit Identifikasi Polres Kobar Aiptu Ferdinan Abineno mengatakan, pihaknya memeriksa konstruksi bangunan dan menganalisa penyebab longsornya timbunan tersebut. ’’Sejumlah barang bukti yang kita bawa adalah pecahan semen dinding dan tembok yang ambruk,” katanya.

Kasat Reskrim AKP Andreas Alek Danantara mengatakan, pihaknya masih menyelidiki kasus ini. Saksi dari orang tua korban belum bisa dimintai keterangan karena berduka.

’’Olah TKP sudah kita lakukan, tetapi kita akan selidiki kejadian ini, apakah karena kelalaian atau karena sebab lain,” jelasnya.

Dari keterangan di lapangan, konstruksi tembok yang dibangun milik pengusaha atas nama Lie an di Jalan Iskandar Kawasan Bundaran Pancasila ini dinilai tidak kuat. Terbukti, tembok penahan tanah timbunan itu ambrol dan longsor sehingga menyebabkan rumah milik Ahmad Saiful, warga Gang Padi, kawasan Bundaran Pancasila Pangkalan Bun, menjadi korban.

Dua bocah yang tidak lain anak Saiful petugas SPBU Panjung ini tewas lantaran tertindih reruntuhan tembok dan tanah. Dua anak tersebut atas nama Siti Nuraini yang baru berumur 6 bulan dan Rahmad Riduansyah. ’’Anak yang pertamanya lagi berada di Karang Anyar, tidak di rumah pada saat kejadian,” ungkap Ponirin, tetangga depan rumah korban.

Dari pantauan wartawan di TKP, antara tembok pembatas tanah uruk dan rumah korban berkisar 2,6 meter. Adapun tembok batas tersebut setinggi sekitar empat meter dan urukan tanah setinggi tiga meter. Diduga, tembok tak dapat menahan beban tanah dan air yang semakin banyak karena akumulasi curah hujan beberapa hari terakhir.

Sebelum kejadian, air dan lumpur telah merembes dari sela-sela tembok di lahan timbunan itu. Bahkan, alirannya hingga ke rumah sejumlah warga. Sementara itu, pemilik lahan yang temboknya jebol, Lie An belum bisa dikonfirmasi karena tidak berada di Pangkalan Bun. [] RS

Hotnews