BALIKPAPAN – Keberhasilan Direktorat Kepolisian Perairan (Polair) Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Timur (Kaltim) dalam menggagalkan penyelundupan kayu secara tidak sah jenis dilindungi, sonokeling, patut diacungi jempol dan diberi apresiasi semua pihak. Bahkan, terungkapnya kasus ini mendapatkan atensi besar dari pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Karena itu, pihak Polda Kaltim terus berupaya mengembangkan penyelidikannya hingga ke ranah praktik pencucian uang. Hal tersebut diungkapkan Kombespol M Yassin K, Ditpolair Polda Kaltim, usai acara HUT Bhayangkara di Balikpapan, Rabu (1/7).
Menurut dia, sonokeling di Indonesia harnya relatif murah, tetapi ketika dibawa ke luar negeri, seperti ke Jepang dan Hongkong, harganya jadi selangit. “Dengan jumlah kubikasi yang berhasil disita, di sini kerugiannya hanya mencapai Rp 1,5 miliar. Tetapi kalau sudah sampai ke luar, Tawau, Malaysia, kerugiannya bisa menjadi Rp 20 miliar,” tutur Yassin.
Penyelundukan sonokeling ini, kata Yassin, diduga melibatkan cukong besar di luar negeri. Karena sebelumnya pernah digagalkan penyelundupan kayu serupa, meski pelakunya berbeda, tetapi pembelinya sama. “Untuk mengungkapnya, mungkin nanti akan meminta bantuan interpol dan kita akan surati juga ke pemerintah Malaysia,” ungkap Yasin.
Sebelumnya Kapal Polair Tarakan yang sedang berpatroli di perairan Sipadan dan Ligitan, Kamis (26/2/2015) siang, berhasil menggagalkan upaya penyeludupan kayu ilegal jenis sonokeling sebanyak 365 kubik atau sama dengan 2.190 batang kayu gelondongan (log).
Kayu jenis sonokeling ini diangkut oleh Kapal Motor (KM) Satria Bahari yang kini telah diamankan di Markas Polair Tarakan di Juata Laut. Bersama kapal berbedera Malaysia tersebut, ikut diamankan nakhoda dan 10 anak buah kapal.
Kapal Polair Tarakan mencegat Satria Bahari yang bertolak dari Jawa saat melintas di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia, tepatnya di perairan Sipadan dan Ligitan. Personel Polair langsung mendekat dan melakukan pemeriksaan dokumen kapal.
Dari pemeriksaan dokumen kapal, diketahui bahwa kayu sonokeling tersebut seharusnya dibongkar di Pelabuhan Tarakan. Tapi kenyataannya kayu-kayu tersebut akan dibawa ke Tawau, Malaysia. Hal ini juga diakui Iy, nakhoda Satria Bahari.
Dengan fakta itu, kapal Polair Tarakan langsung menggiring Satria Bahari bersama barang bukti kayu, bendera Malaysia, serta nahkoda dan anak buah kapal.
Kompol Suprayitno, Koordinator Speedboat Unit (SBU) Wilayah Kaltara Direktorat Polair Polda Kaltim, mengungkapkan, kapal Satria Bahari sudah dua kali melakukan aksi penyelundupan kayu ke Tawau.
“Setelah kami melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap nakhoda kapal mengakui sudah dua kali ini mengirimkan kayu ke Tawau. Namun untuk kedua kalinya inilah tertangkap oleh petugas kami,” ungkapnya, Jumat (27/2) di Polair Tarakan Juata Laut.
Kapal Satria Bahari ini melakukan pengiriman kayu jenis sonokeling ke Tawau pertama kalipada 2014 lalu. Harga kayu dijual ke Tawau mencapai Rp 20 hingga Rp 30 juta rupiah per kubik. Pengiriman kedua kalinya 26 Februari lalu akhirnya berhasil digagalkan Polair Tarakan.
Suprayitno menjelaskan, baik nahkoda dan anak buah kapal adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang berasal dari Sulawesi.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan petugas, rata-rata anak buah kapal ada yang baru sekali ke Tawau dan sebagian lagi sudah ada yang dua kali ikut mengimrimkan kayu-kayu ini ke negara tetangga Malaysia,” ujarnya.
Menurut Suprayitno, akibat aksi penyeludupan ini kerugian negara ditaksir mencapai Rp 7,2 miliar. Untuk itu, para tersangka diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar karena terbukti melanggar pasal 80 tentang penyeludupan dan pasal 88 tentang penyalahgunaan dokumen undang-undang nomor 18 tahun 2013 tentang kehutanan.
“Sedangkan barang bukti berupa kayu dan kapal akan dilelang setelah ada putusan Pengadilan Negeri Tarakan. Namun semuanya tergantung hasil keputusan pengadilan, mengingat penghancuran kapal atau disposal hanya diperuntukan kapal asing ,” ujarnya. [] Irwanto Sianturi