KUTAI KARTANEGARA – Akhir Agustus lalu menjadi penutup agenda pada masa sidang III. Kini Dewan Perwakilan Rakyat Dearah (DPRD) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) tengah memasuki masa sidang I. Ada tujuh rancangan peraturan daerah (Raperda) yang akan dibahas pada masa sidang I ini. Penyampaian tujuh raperda sudah dilakukan pada rapat Paripurna ke-10 masa sidang III pada akhir Agustus lalu. Dan masa sidang I dilanjutkan dengan tanggapan dari pemerintah daerah (pemda) terhadap tujuh raperda tersebut.
Adapun ketujuh raperda yang akan diberikan tanggapannya oleh pemda itu adalah Raperda Perlindungan Konsumen, Raperda Kawasan Jalur Hijau, Raperda Perencanaan Induk Pembangunan RSU Aji Batara Agung Dewa Sakti Tahun 2013-2023, Raperda Pelestarian Adat Istiadat, Raperda Reklamasi dan Pemanfaatan Lahan Pasca Tambang, Perubahan Raperda Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP), dan Raperda Kemitraan Pelaku Usaha dengan Pelaku Olahraga Profesional.
Di ruang Rapat Paripurna, Senin (14/9/2015), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar melalui Penjabat Bupati Chairil Anwar membacakan nota penjelasan Kepala Dearah Terhadap Tujuh Raperda Inisiatif DPRD tersebut. Ada beberapa yang menjadi masukan, di antaranya adalah Raperda tentang Reklamasi dan Pemanfaatan Lahan Pasca Tambang.
Menurut Pemda, Raperda tersebut patut dikonsultasikan ke Pemerintah Pusat. Dikhawatirkan raperda itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. “Karena masalah pertambangan dalam UU Pemerintah Daerah telah dilimpahkan kepada pemerintah provinsi,” kata Chairil Anwar dalam penyampaian nota penjelasannya.
Terpisah, Ketua Badan Pembuat Peraturan Daerah (BPPD), Kamaruddin Abtami mengatakan, dari ketujuh raperda yang dibahas pada masa sidang I, ada empat raperda yang harus diperjuangkan untuk dibahas serta ditindaklanjuti secara intens.
“Dari tujuh raperda yang diinisiatif oleh DPRD, Raperda Perlindungan Konsumen, pemerintah setuju dan penting untuk dilaksanakan,” kata Kamaruddin kepada awak media.
Dalam tanggapan yang disampaikan pemerintah, menyebutkan bahwa Raperda tentang Kawasan Jalur Hijau perlu diselesaikan dulu persoalan detail terkait tata ruang.
“Sehingga nanti bukan lagi kawasan jalur hijau tetapi raperda ruang terbuka hijau. Terlebih dahulu diselesaikan turunan dari RTRW,” ucap Kamaruddin.
Terkait Raperda Perencanaan Induk Pembangunan RSU Aji Batara Agung Dewa Sakti (ABADI) Tahun 2013-2023, Kamarudin berpendapat beberapa perubahan substansi. “Ada perubahan substansi di dalamnya dan tidak perlu dibuat adanya perda,” ungkapnya.
“Kemudian Raperda Pelestarian Adat Isti Adat sudah ada Perda Nomor 7 Tahun 2000 yang mengatur itu, kemudian dengan disahkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, juga mengatur tentang kelembagaan adat di desa, jadi tidak perlu inisitif raperda ini lagi,” tambahnya.
Sedangkan Raperda Reklamasi dan Pemanfaatan Lahan Pasca Tambang, lebih mengatur pada luasan wilayah yang ditambang. “Kalau UU 23 ‘kan hanya persoalan perizinannya yang beralih tidak lagi di pemkab tapi ke pemprov, sehingga DPRD tetap mendorong Raperda ini untuk dibahas dan dilanjutkan,” ungkapnya.
Untuk Raperda Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP), BPPD menekankan adanya reward dan punishment yang jelas terhadap perusahaan. “Terkait Raperda Kemitraan Pelaku Usaha dengan Pelaku Olahraga Profesional, bagaiman ke depan perusahaan di Kukar berkontribusi kepada pelaku usaha dan pelaku olahraga. Misalkan atlet kita yang juara PON dan juga terkait ikon sepak bola kita Mitra Kukar, ini penting,” tegasnya.
“Jadi dari tujuh, tiga raperda kita hold (tahan. Red) dulu, liat perkembangan ke depan tapi empat raperda wajib untuk dimasukkan dan empat raperda yang kemungkinan akan dibentuk Pansus-nya,” pungkasnya. [] Advetorial