Ciiiiiiitt … Refleks kuinjak pedal rem mobil dengan keras meskipun kecepatan mobilku tidak melebihi 50 km/jam. Sesaat kemudian, sambil menurunkan kaca mobil hampir saja sebaris kata-kata kasar meluncur dari bibirku, manakala sebuah sepeda tua dari jalur kanan tiba-tiba berbelok ke arah Jalan Selendreng, Loa Ipuh, Tenggarong, Kutai Kartanegara.
Syukurlah pikiran warasku masih dapat mengatasi rasa lelah sehabis melakukan perjalanan jauh sehingga kalimat umpatan tidak berhamburan keluar memarahi pengendara sepeda tua tapi masih terawat dengan baik itu.
Rasa syukur karena tidak marah dan berkata kasar terhadap sesama manusia, apalagi terhadap bapak tua yang kelihatannya ramah, dengan
tatapan mata yang begitu teduh.
Sambil menggerakkan tangan untuk mempersilahkan bapak itu lewat, sekilasku tertegun sejenak manakala membaca tulisan yang tertera pada kotak yang terletak di boncengan belakang sepeda tua. ” Sepeda ini Bukan Bantuan Dinas Sosial “
Seketika rasa penasaran mengusik benakku, cepat kunaikkan kecepatan mobil agar sejajar dengan sepeda tua itu sambil menanyakan dagangan pak tua itu agar sebisa mungkin saya mendapatkan informasi tentang tulisan tersebut.
Dan sambil membeli dagangannya berupa pentol bakso, siomay dan lainnya yang ditusuk bagaikan sate, meluncurlah penjelasan lembut dari si bapak pemilik sepeda tua itu.
Ketika itu saya mencoba menjelaskan bahwa beliau harusnya mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah tapi pengurusannya ke bagian kesejahteraan rakyat sekretariat kabupaten, bukan di dinas sosial.
Penjelasan itu saya sampaikan karena menduga bahwa bapak itu pasti pernah mencoba meminta bantuan ke dinas sosial tapi tidak terpenuhi, dan tulisan ironis itu adalah luapan rasa kecewa seorang masyarakat lemah.
Sambil berjongkok di pinggir jalan ditemani istriku tercinta, jadilah kami pendengar cerita dan kisah dari pak tua itu, tentang hal ikhwal tulisan tersebut.
Diakuinya bahwa tulisan itu memang merupakan ekspresi dari apa yang dirasakannya ketika dia mulai berjualan keliling dengan sepeda usang
itu .
Terbersit harapan sekiranya dari cerita dan berita di televisi bahwa Kutai Kartanegara itu sangat kaya dan pemimpinnya berkeinginan untuk mensejahterakan rakyatnya, karena itu beliau juga punya mimpi setidaknya bisa mendapatkan bantuan kecil dari pemerintah kabupaten agar dia bisa meningkatkan usahanya, dan sepedanya yang sudah tua itu bisa berganti menjadi sepeda baru atau kalau boleh bermimpi lebih jauh, sepeda itu berubah menjadi sebuah sepeda motor agar dirinya yang sudah renta itu tidak lagi mengayuh pedal sepeda dengan tenaga tuanya.
Memang dia belum pernah memohon bantuan karena ketidakpahaman dan kekhawatiran akan kemampuannya mengurusi permohonan tersebut.
Sudah beberapa orang ditanyai dan diminta bantuan tapi selalu gagal karena mungkin saja mereka tidak fokus mengurusinya. Itulah sebabnya timbul harapan di mimpinya, suatu ketika dirinya bisa terdata sebagai kaum marjinal dan bisa tergapai mimpi indahnya itu.
Curahan hatinya itu tidak lepas dari kenyataan betapa masyarakat dari kelompok bawah ini kurang memahami program pemerintah daerah, dan mereka jauh dari keberanian untuk mencari informasi tentang hal itu, kendati di lubuk hati mereka sangat berharap ada mimpi yang terpenuhi.
BANSOS YANG TEPAT GUNA
Pemerintah / pemerintah daerah wajib memberikan bantuan sosial kepada masyarakat miskin yang apabila tidak diberikan, mereka akan terdampak sosial dan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarganya. HARUS= Hak Rakyat Untuk Sejahtera merupakan program yang selaras dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia yang ingin mencapai Masyarakat Adil dan Makmur.
Namun, berkaca pada apa yang dialami dan dirasakan pak tua pemilik sepeda tua itu maka Pemkab Kukar harus lebih fokus pada pemberdayaan masyarakat yang tersistem dengan baik sehingga program bantuan sosial bagi kaum marjinal dapat terwujudkan dengan baik dan tepat guna, dan tentunya tepat sasaran.
Program yang baik seyogyanya didukung dengan teknis pelaksanaan yang baik, setidaknya ada insiatif dari pemerintah daerah jika benar benar ingin Mensejahterakan masyarakat maka peran instansi terkait harus diperkuat dengan melakukan pendataan melalui suatu sistem yang terintegrasi secara baik agar mereka yang memang sangat membutuhkan dukungan pemda, seperti pak tua pemilik sepeda ini merasakan juga bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat Kutai Kartanegara yang harusnya menikmati program pemberdayaan masyarakat melalui ‘Gerbang Raja ‘ .
Semoga tulisan ini dapat menjadi awal dari terpenuhinya sebuah harapan, dapat mewujudkan mimpi dari kaum termarjinal yang selalu terkungkung oleh ketidakberdayaan memperoleh apa yang seharusnya mereka dapatkan. []