KUBU RAYA-Sejak penancapan tiang pertama yang ditandai melakukan groundbreaking pada (13/2) silam, pembangunan Transmart Mall Jalan A. Yani II, Desa Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya berada di atas lahan yang masih saling klaim antara PT. Bumi Raya Group dan ahli waris Alm. HJ. Mastoerah Binti Gusti Yunus saat ini terus bergulir.
Belum tuntas saling klaim kepemilikan masalah tanah, kini timbul persoalan yang publik harus tahu yakni masalah izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang belum dimiliki oleh pihak management Bumi Raya Land sebagai pihak yang bertanggung jawab.
Nurpati, Kepala Seksi (Kasi) Penaatan Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kubu Raya, membenarkan, bahwa hingga sampai saat ini pembangunan Transmart Mall yang berlokasi Jalan A. Yani II Desa Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya tersebut memang belum mengantongi izin AMDAL.
“Iya memang benar pak, pembangunan transmart mall itu izin AMDAL nya belum keluar, tapi persyaratannya sudah masuk semua,’’kata Nurpati, dihubungi via telepon oleh wartawan beritaborneo.com, Senin (22/5).
Diminta tanggapannya mengenai prosedur jika izin AMDAL-nya belum keluar, tapi pembangunan fisik tetap dilakukan, Nurpati mengatakan, sebenarnya setiap perusahaan tidak boleh melakukan kegiatan terlebih dahulu, sebelum Amdal-nya keluar.
“Tapi pihak mereka sudah menghadap pimpinan BLH Kubu Raya pak, mereka sudah memasukkan persyaratan Amdal-nya,’’kata Nurpati.
Sementara itu, Sentot Subarjo, kuasa ahli waris Alm. Hj. Mastoerah Binti Gusti Yunus merasa terusik dengan kegiatan pembangunan tersebut. Pasalnya lokasi yang kini dibangun mega proyek tersebut masih terjadi persoalan dimana ahli waris tetap sampai kapanpun masih berhak atas kepemilikan tanah itu.
Dirinya membeberkan, lokasi yang kini dibangun Transmart Mall itu masih masuk dalam sertifikat bermasalah. Dari hasil pengecekan dan pemeriksaan dibidang kearsipan pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Kalimantan Barat bahwa Surat Keputusan P(SK) Kanwil yang dikeluarkan pada tahun 1992 tidak pernah terdaftar/tidak pernah diterbitkan (fiktif), yaitu Surat Keputusan (SK) Sertipikat sebagai berikut, SHM Nomor : 5997 Desa Sui Raya, Gambar Situasi Nomor : 8678/1992 seluas 46.746 M2 tanggal 21 November 1992 terakhir atas nama Ny. Antje.
SHM Nomor : 5940 Desa Sui Raya,Gambar Situasi Nomor: 8683/1992 seluas 75.865 M2 tanggal 3 Nopember 1992 terakhir atas nama Ny. Liyanti Feli, dan SHM Nomor : 5942 Desa Sui Raya, Gambar Situsasi No: 8681/1992 seluas 13.979 M2 tanggal 3 Nopember 1992 terakhir atas nama Ny. Antje.
SHM Nomor : 5941 Desa Sui Raya, Gambar Situasi Nomor : 8680/1992 seluas 72.921 M2 terakhir atas nama Ny. Liyanti Feli.
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2012, pada pasal 2 disebutkan setiap usaha/dan atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.
Kalau demikian adanya, Sentot Subarjo mempertanyakan siapa sesungguhnya mafia tanah di Kalimantan Barat itu?
Masih kata Sentot Subarjo, sengketa dan pencaplokan tanah yang melibatkan salah satu corporation ternama di Kalbar terutama di kawasan Kabupaten ubu Raya yang saat ini sedang jadi berita adalah soal pembangunan proyek Transmart Studio yang dibangun di kawasan jalan Mayor Alianyang/A Yani II tepatnya dekat Makodam XII TPR dengan pengembang PT. Trans Ritail Property dan kontraktot PT. Pembangunan Perumahan (PT.PP) milik BUMN di bangun diatas tanah sengketa dan dalam proses Hukum yang masih berjalan.
Berbagai cara untuk menaklukkan pemilik tanah ahli waris Hj. Mastourah dan kuasa pengutusnya, baik dengan cara kasar maupun halus. Sebagai Perusahaan besar sekelas PT. Bumi Raya Utama Group (PT. BRU) bisa melakukan apa saja dengan dana tak terbatas.
Dengan luas tanah yang ada disengketakan sekitar +26 Ha. Dengan letak yang sangat strategis dengan perkiraan harga pasaran permeter di lokasi tersebut senilai Rp.7.500.000 sampai dengan Rp.10.000.000 sudah dapat dipastikan sangat menggiurkan untuk di caplok berjamah dengan penguasa dan pengusaha.
Sudah dijelaskan oleh Bagian Sengketa Tanah Kanwil BPN Kalbar, bahwa Surat Keputusan (SK) Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalbar fiktif. “Jadi bagaimana uang pemasukan untuk negara dan BPHTB-nya dibayarkan, berarti ini juga kasus korupsi dan jelas merugikan uang Negara, semoga KPK-RI bisa turun untuk memeriksa,’’pinta Sentot Subarjo.
Padahal semua orang tahu kata Sentot Subarjo, bagaimana cara mereka PT. BRU tersebut mencaplok tanah ahli waris Hj. Mastourah dengan cara-cara mafia dengan oknum tertentu. Dalam hal pembangunan yang sampai saat ini masih berjalan melanggar aturan belum memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) tetapi sudah melakukan kegiatan pembangunan serta AMDAL-nya juga belum mendapatkan rekomendasi dari Kantor Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kubu Raya. Tetapi seolah-olah para petinggi petinggi yang punya wewenang membiarkan saja tutup mata atau sudah terima sesuatu sebagai penutup mata.
”Saya minta kepada penyelenggara negara, termasuk aparat penegak hukum, jeli terhadap persoalan ini, jangan dibiarkan sesuatu yang menyalahi aturan negara dibiarkan berjalan sambil menabrak rambu-rambu undang-undang,’’ujar Sentot subarjo.
Masih kata Sentot Subarjo, statemen diatas sekiranya bisa menjawap pertanyaan, siapa sesungguhnya mafia tanah di Kubu Raya silahkan publik menilai pengusaha dan perusahaan yang membangun usaha dengan tidak sama sekali mengedepankan etika dan prinsip kemanusiaan, akhirnya sejarah yang akan mencatat, siapa yang menuai angin, dia yang menuai badai.(Rac)