Sentot : “Saya Sudah Lapor ke Komisi Yudisial RI dan Bawas Mahkamah Agung, Tapi Dalam Dua Bulan Ini Belum Ada Kabarnya”
PONTIANAK- Belum diterimanya salinan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI hingga saat ini, yang diduga digelapkan oleh PN Pontianak menimbulkan pertanyaan besar bagi Sentot Subarjo, padahal masalah ini sudah dilaporkan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung RI beberpa bulan yang lalu, namun hingga sekarang belum ada kabarnya.
Kuasa Pengurus Tanah Ahli Waris Almarhumah Hj Masturah Binti Gusti Yunus yang tanahnya berada disamping Makodam XII/TPR Jalan Mayor Alianyang, Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya atau Jalan A. Yani 2 Kubu Raya, termasuk dilokasi tanah yang dibangun Transmart Studio Kabupaten Kubu Raya seluas 26 hektar lebih itu, masih yakin salinan putusan MA itu dapat diterimanya, karena masih ada penegak hukum yang memiliki hati nurani tentang penegakan hukum., yaitu dengan dibuktikan dari hasil Petikan Putusan Mahkamah Agung R.I Pasal 226 KUHP Nomor : 607 K/PID/2016 tanggal 14 Juli 2016 yakni, Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang isinya mengabulkan semua permohonan Kasasi Sentot Subarjo, artinya apa yang dilaporkan oleh pihak Swandono Adijanto Direktur Utama (Dirut) PT.Bumi Raya Utama Group ke Polda Kalbar dengan tuduhan merusak pagar dan memasuki tanah perkarangan orang lain tanpa izin orang yang berhak, tidaklah terbukti sama sekali secara hukum.
Namun sungguh ironis sekali Salinan Petikan Putusan Kasasi Mahkamah Agung R.I, Pasal 226 KUHP Nomor, 607 K/PID/2016 atas nama Sentot Subarjo, yang dituduhkan telah melanggar Pasal 406 KUHP ternyata tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut, dimana putusan MA sampai saat ini belum diterima Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1 A Pontianak, seperti diakui oleh Jon Makmur Saragih,SH.MH Panitera Muda Pidana (Panmud) diruang kerjanya, belum lama ini.
Petikan Putusan Kasasi dari Mahkamah Agung hingga sampai saat ini belum kita terima, dan kita pun merasa aneh, kok terdakwanya malah sudah dapat putusannya dari Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak, seharusnya salinan putusan itu, PN Pontianak lah terlebih dahulu yang menerimanya, kemudian setelah diterima, baru kita perintahkan juru sita untuk menyerahkan kepada Kejaksaan dan terdakwa, “jadi kalau putusan itu kita terima hari ini, dan hari ini juga langsung kita serahkan, sambil menelpon ke Mahkamah Agung RI mempertanyakan Petikan Putusan Kasasi yang belum diterima PN Pontianak, tapi yang ditelpon justru salah ke Bagian Pidsus pula,” katanya.
Sementara Sentot Subarjo secara lantang mengatakan kepada media ini, dirinya merasa kurang yakin tentang pernyataan Jon Makmur Saragih, yang menyebutkan PN Pontianak belum menerima salinan Petikan Putusan Kasasinya dari Mahkamah Agung RI tersebut.
“Mana mungkinlah PN Pontianak belum menerima, sementara Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak sudah menerima,” kata Sentot.
Dan itu terlihat didalam register surat masuk Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak pada tanggal 14 September 2016, dimana Putusan MA RI nya pada tanggal 14 Juli 2016 oleh Dr.Sofyan Sitompul,SH.MH, Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, sedangkan Sumardijatmo,SH.MH, dan Desnayeti,SH.MH. Hakim-hakim Agung sebagai Anggota, dan dibantu Rustanto,SH.MH, sebagai Panitera Pengganti dalam siding terbuka untuk umum tersebut. yang Salinan Surat Petikan Putusan itu ditanda tangani oleh Mahkamah Agung R.I. atas nama Panitera, Panitera Muda Pidana Suharto,SH.M.Hum.
Jadi dalam hal ini kata Sentot, diduga kuat putusan saya itu “digelapkan” oleh oknum PN Pontianak, yang mana dalam amar putusan Mahkamah Agung RI telah mengabulkan permohonan kasasi, dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor, 91/Pid/2015 PT.PTK, tertanggal 19 Oktober 2015, yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor, 203/Pid.B/2015/PN.PTK, pada tanggal, 8 Juli 2015.
Selain itu dalam putusan MA juga menyatakan bahwa Sentot Subarjo, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan pertama atau kedua, kemudian membebaskan terdakwa dari dakwaan pertama atau kedua tersebut, serta memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya, dan Menetapkan barang bukti berupa : 1 (satu) buah gergaji merek Essen dengan gagang berwarna hitam, dikembalikan kepada saksi A.Kadir Abas alias Kadir bin Abas, mengembalikan 4 (empat) potong kayu cerucuk dengan ukuran + 30 cm kepada saksi Swandono Adijanto, dan membebankan perkara pada semua tingkat peradilan dan pada tingkat kasasi kepada Negara, ungkap Sentot.
Ditegaskan lagi oleh Sentot, berangkat dari permasalahan ini, diminta kepada Pengadilan Negeri Kelas 1 A Pontianak untuk transparan terkait belum diterima petikan putusannya dari Mahkamah Agung RI hingga sampai saat sekarang ini. Padahal putusan itu, untuk dipergunakan menyerang balik serta mengambil langkah hokum selanjutnya, dan melakukan tindakan penghentian pelaksanaan kegitan proyek diatas tanah tersebut, dan kita minta Komisi Yudisial (KY) dan Banwas MA agar melakukan tindakan tegas terkait Petikan Putusan MA yang belum diterimanya dari PN Pontianak, sementara Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak sudah menerima Petikan Putusan tersebut. “Dan inilah menjadi pertanyaan besar saya, apakah memang benar PN Pontianak belum menerima petikan putusan MA itu atau ada upaya menggelapkan,’’ujar Senttot Subarjo dengan nada Tanya.
Dalam hal ini saya menduga ada kolaborasi dari pihak pengusaha hitam dan penegak hukum untuk upaya dalam mengaburkan perkara ini, saya maklum PT.BRU pasti tidak akan tinggal diam dikarenakan ini kasus merupakan kunci dalam mempertahankan kepemilikan tanah-tanah yang lain milik PT.BRU yang jelas ada beberapa merupakan hasil rampokan milik masyarakat kecil yang tidak berdaya. “Saya tidak akan mundur selangkahpun untuk mengembalikan tanah-tanah itu kepada pemilik yang sah, apapun resiko yang harus saya hadapi,’’tantang Sentot Subarjo.
Dengan perkiraan harga permeter diatas tanah milik ahli waris yang luasnya diperkirakan : ± 26 Ha dengan harga permeternya dipasaran Rp.7,5 juta maka nilai tanah tersebut sekitar Rp. 1,5 Triliun. “Wajar bila pihak PT. BRU dengan kemampuannya diduga mengatur oknum-oknum penegak hukum,’’pungkas Sentot Subarjo. (Lay)