Janggal Sidik Insiden Tongkang Danny 21

Janggal Sidik Insiden Tongkang Danny 21

Sebuah insiden tongkang batubara versus rakit tambang pasir renggut nyawa buruh penambang pasir. Tapi aneh, pihak KP3 nilai kasus itu termasuk delik aduan.

Seperti hari-hari sebelumnya, Arif Suwito (28) bersama rekan-rekannya berjibaku menambang pasir perairan Sungai Mahakam, padahal ia tidak bisa berenang. Ia mungkin tak menyangka bahwa Senin (26/12/2017) pagi itu, sekitar pukul 05.40 Wita, adalah waktu nahasnya.

Saat tengah bekerja di rakit penambangan pasir tradisional yang di pinggiran sungai, di sekitar Kelurahan Harapan Baru, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), sebuah ponton batu bara berukuran besar tiba-tiba menabrak rakitnya.

Setelah insiden terjadi, Arif Suwito dilaporkan menghilang. Dua hari kemudian, Rabu (28/12/2017), jasad Arif Suwito ditemukan telah membusuk tak bernyawa, mengapung beberapa ratus meter di sebelah hilir dari tempat ia menghilang.

Berdasarkan informasi yang berhasil dikumpulkan media ini, tongkang penabrak rakit tambang pasir itu bernama Danny 21 dan ditarik tugboat Danny 20. Kejadian begitu cepat, sehingga kapal penambang pasir saja yang berhasil menghindar dan tidak tertabrak, sementara rakit dibuat hancur. Saat kejadian, beberapa rekan Arif Suwito bahkan tidak sempat melompat ke kapal.

Kepada awak media, Dede Suryadi (20) menceritakan, sebelum kejadian ia sudah memperingatkan rekan-rekannya, termasuk ayahnya, Mansur (50) yang menjadi nakhoda kapal penarik rakit tambang pasir, untuk menghindar dari tongkang Danny 21 yang ‘larut’.

Meski sempat memberikan berteriak memberikan peringatan kepada nakhoda tugboat Danny 20, tapi kecelakaan tetap tak bisa dihindari. Mereka hanya punya dua pilihan, melompat ke sungai atau pindah posisi ke kapal dan menghindarkan kapal dari tabrakan.

Tongkang kian dekat, Dede memutuskan menuju kapal mengambil alih kemudi yang selama ini jadi tugas Mansur. Sempat menarik tali jangkar, dia pun meninggalkan rakit. “Saya anggap masih ada waktu untuk selamat, walau tidak lama,” terangnya. Kapal berhasil menghindar, tetapi tidak untuk rakit, yang karam tertabrak punggung tongkang.

Hanya Dede yang sempat menyelamatkan diri ke kapal. Sementara itu, lima orang lagi, yakni Mansur, Fatur (29), Kandar (27), Eman (26), dan Arif Suwito (28) yang tak sempat ke kapal, memilih lompat ke sungai. Setelah memastikan diri selamat, Dede kembali ke tempat terakhir rakit penambang pasir mengapung. Di antara deru mesin, sayup-sayup terdengar teriakan meminta tolong. Dede tak tahu pasti siapa yang berteriak. “Saya putar kapal, bapak dan tiga teman saya angkat ke kapal,” ujarnya.

JANGGAL

Tak beberapa lama setelah kejadian, Kapolsekta Kawasan Pelabuhan (KP) Samarinda Kompol Erick Budi Santoso mengungkapkan bahwa anak buah kapal (ABK) tugboat Danny 20 diperiksa sebagai saksi. Selain itu, pihaknya menggali keterangan dari ahli di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Samarinda.

Menurut pemeriksaan awal pihaknya, kecelakaan berawal dari kerusakan kemudi tugboat. Jadi, nakhoda dan ABK tugboat kesulitan mengendalikan arah kapal, hingga membuat tongkang larut ke tepi dan menabrak rakit penyedot lumpur, tempat Arif dan kawan-kawannya bekerja. “Ponton tak berisi batu bara, tapi karena bermasalah, akhirnya tabrakan,” tegas Erick kepada wartawan.

Sebulan kemudian, penyidikan atas kasus tersebut ternyata tidak dilanjutkan dengan alasan kedua belah pihak, baik pemilik tugboat maupun, keluarga korban dan pemilik rakit tambang pasir yang ditabrak, telah berdamai. Ganti rugi telah dilakukan dan keluarga korban telah menerima uang tali asih. Tidak ada tuntutan pihak keluarga.

Hal tersebut diutarakan Kanit Reskrim Kapolsekta Kawasan Pelabuhan (KP) Samarinda, Iptu Purwo Asmadi, Selasa (6/2/2018) lalu. “Rencana (penyidikan, red) mau menerapkan 359 KUHP (Pasal 359 Kitab Undang Hukum Pidana, red), akhirnya mereka (pemilik tugboat dan keluarga korban, red) bersepakat menyelesaikan secara kekeluargaan,” ujar Purwo Asmadi saat ditemui di ruang kerjanya.

Menurut Purwo, pihak Kapolsekta KP Samarinda memfasilitasi penyelesaian perkara secara kekeluargaan, dengan menyediakan tempat. Dalam musyawarah antar pihak, pihaknya juga menyaksikan dan dibuatkan surat pernyataan. “Sudah pada saat itu juga. Merasa sudah terselesaikan mediasinya. Semua yang diminta pihak keluarga sudah diberikan,” kata Purwo menjawab pertanyaan apakah tongkang penabrak sudah dikembalikan kepada pemiliknya.

Disinggung soal penyidikan atas meninggalnya Arif Suwito akibat kelalaian, Purwo menyebut tidak perlu dilanjutkan karena sudah sepakat berdamai dan merupakan delik aduan. “Sepanjang dari pihak perusahaan tidak keberatan, ya silahkan. Kalau dari pihak keluarga keberatan, kalau meminta dilanjutkan, ya dilanjutkan. Dalam musyawarahnya kan ada jalan keluarnya,” papar polisi berpangkat dua balok emas itu.

DELIK MURNI

Sementara Ismail Panda Lubis, SH, salah seorang praktisi hukum di Kalimantan Timur (Kaltim) mengemukakan bahwa kelalaian yang menyebabkan matinya orang dapat dikenakan Pasal 359 KUHP dan itu bukan merupakan delik aduan. “Indikasi kelalaian bisa mengarah kepada nakhoda kapal tugboat atau pengusaha yang mempekerjakan korban,” tutur Panda, saat diwawancara media ini, Jumat (16/2/2018).

Atas insiden itu, seharusnya perdamaian antara pihak perusahaan pemilik tongkang dan pihak keluarga korban tidak menghapus dugaan kesalahan pihak yang menyebabkan Arif Suwito meninggal. “Itu bisa saja menjadi yang meringankan bagi pelaku yang lalai sehingga menyebabkan korban meninggal,” tandas Panda.

Jeratan hukum yang dapat diajukan seharusnya juga bukan mempertimbangkan KUHP saja, tetapi juga harus melihat peraturan perundang-undangan lainnya, seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. “Jika memang begitu (penanganan penyidikannya, red), pihak Propam patut turun tangan,” kata Panda. []

Serba-Serbi