PONTIANAK-Setelah sekian lama masa penantian yang mendera Ir. H. Zulfadhli, anggota DPR RI dari Dapil Kalbar, yang duduk di Komisi IX DPR RI periode 2014-2019 perlahan mulai ada titik terang, setelah Mahkaman Agung Republik Indonesia (MA RI) mengabulkan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Pontianak.
Sebagaimana tercantum dalam petikan putusan MA yang ditandatangani Ketua Majelis Hakim MA Dr. H. Artidjo Alkostar, memutuskan beberapa poin penting, yakni menyatakan terdakwa Zulfadhli terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama serta menjatuhkan hukuman penjara selama delapan tahun, dan denda Rp200 juta, dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti dengan pidana selama enam bulan.
Selanjutnya Majelis Hakim MA juga menjatuhkan pidana tambahan hukuman Terdakwa untuk mengganti uang pengganti sebesar Rp11,2 milyar dikompensasikan dengan uang yang dikembalikan kepada Penyidik sebesar Rp8,2 milyar.
Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Bila terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama tiga tahun.
Majelis Hakim memerintahkan supaya Terdakwa yang juga politikus Golkar tersebut untuk dilakukan penahanan.
Sebagaimana publik ketahui sebelunya, dalam pengadilan Tipikor di pengadilan Tinggi Kalbar, Zulfadhli hanya divonis 1 tahun penjara, dan denda sebesar Rp100 juta, subsider tiga bulan. Setelah diputuskan vonis, Zulfadhli tidak menjalani hukuman karena dia mengajukan banding. Pada tingkat kasasi, dia malah dihukum lebih berat.
Kejadian itu bermula pada 2009, ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Provinsi Kalbar, memeriksa dana bansos Setda tahun anggaran 2006-2009. Dalam pemeriksaan ditemukan penyimpangan. BPK melaporkan temuan tersebut ke KPK.
Selanjutnya, Ditreskrimsus Polda Kalbar menyerahan tahap kedua kasus tersebut dan barang bukti ke pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar, Kamis 22 September 2016.
Menurut Direskrimsus Polda Kalbar saat itu, Kombes Pol Wawan Munawar menyatakan, dari hasil penyidikan yang dilakukan oleh Subdit III/Tipidkor Ditreskrimsus Polda Kalbar, dana bansos yang diselewengkan oleh Tersangka berasal dari anggaran APBD Provinsi Kalbar.
“Dana itu seharusnya diperuntukkan ke KONI sejumlah Rp15.242.552.838 dan Dewan Pembina Fakultas Kedokteran Untan sejumlah Rp5 milayar kepada Sekda Provinsi Kalbar, akan tetapi digunakan oleh tersangka untuk kepentingan pribadi,” ujar Wawan, ketika itu.
Proses penyidikannya sejak 7 Januari 2011 oleh penyidik Tipidkor Ditreskrim Polda Kalbar. Hasil penyidikan berdasarkan hasil penghitungan BPK RI pada 2012, penyimpangan dana bansos Setda Kalbar tersebut, merugikan keuangan negara Rp20 miliar lebih.
Modus yang digunakan tersangka adalah, meminjam dana kepada Sekda Provinsi Kalbar, dan pemberian tersebut atas perintah dan persetujuan mantan Gubernur Kalbar, Usman Ja’far (almarhum).
Pinjamannya tidak dikembalikan, sehingga kas Setda tekor. Untuk menutupi tersebut, UJ memerintahkan Sekda untuk meminjam dan menggunakan dana Bansos yang bersumber dari APBD Provinsi Kalbar.
Barang bukti yang disita dari Zulfadhli, di antaranya satu unit rumah, uang tunai senilai Rp1,25 miliar, dan satu unit mobil.(Rac)