NUNUKAN – Perekonomian Negeri Jiran Malaysia harus diakui lebih maju daripada Indonesia. Bukti itu terlihat jelas di daerah beranda negeri, Kabupaten Nunukan. Ada disparitas mencolok, terutama peredaran barang kebutuhan sehari-hari warga setempat, sebagian besar berasal dari Malaysia. Misalnya saja sembilan bahan pokok (sembako) seperti beras, gula dan minyak makan, bahan bakar gas, sampai pakan ternak.
Masifnya peredaran barang asal Malaysia tersebut bahkan diketahui bukan saja terjadi di Nunukan, tetapi di daerah lain, seperti Tarakan, Bulungan dan Malinau. Produk Malaysia masih menjadi pilihan. Apa sebab? Harganya jauh lebih murah ketimbang produk dalam negeri. Produk asal negeri kalah bersaing. Akibatnya, saat peredaran barang dari negeri tetangga ini diperketat, para pedagang berteriak. Kenaikan harga menjadi ancaman serius.
Seperti halnya yang disuarakan para pedagang lintas batas belakangan ini, sebagai akibat maraknya penangkapan kapal-kapal pengangkut barang dagangan asal Malaysia. Hasan salah satunya. Kepada awak media, belum lama ini (12/10/2018), mengungkapkan rasa gelisahnya. Ia mulai takut berbelanja ke Tawau, salah satu kota di Negera Bagian Sabah, Malaysia yang berbatasan dengan Nunukan. “Pasti tidak ada yang ingin jadi korban, jadi saat ini lebih hati-hati saja membawa produk Malaysia ke Nunukan. Karena menjadi incaran aparat,” ungkap Hasan.
Sepengetahuannya, penangkapan produk Malaysia semakin intens dilakukan beberapa bulan terakhir. Seperti produk Malaysia yang diamankan di Jembatan Bongkok, Sei Bolong, Kelurahan Nunukan Utara, serta penangkapan kapal sembako. “Jika memang dilarang, sekalian tutup saja pintu masuk dan keluar di daerah perbatasan. Agar masyarakat tidak ada yang mengonsumsi atau menggunakan produk Malaysia,” katanya dengan kesal.
Hal serupa disampaikan Ketua Himpunan Pedagang Lintas Batas (HPLB) Nunukan Andi Mutamir. Menurutnya, stok barang-barang kebutuhan asal Malaysia belakangan ini mulai menurun. “Perubahannya sangat jelas. Baik barang-barang dari Sebatik maupun langsung ke Nunukan. Volume barangnya terbatas. Harga tinggi, karena langka,” kata Andi Mutamir.
Menurutnya, sejumlah kebutuhan pokok asal Malaysia masih sangat dibutuhkan masyarakat Nunukan. Utamanya gula pasir dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau tong gas. “Pasti ketika stok cukup untuk konsumsi Nunukan, harganya turun. Dua saja yang paling kami butuhkan, khusus sembako. Lainnya mengikut saja. Pemda belum bisa menyanggupi ini. Menghadirkan elpiji dan gula pasir dengan harga terjangkau,” sebutnya.
Diakui Mutamir, beberapa pedagang yang ditangkap harus mengembalikan barangnya ke Tawau. “Ada yang dikembalikan juga ke Tawau. Yang terbaru, pakan ayam, ditahan Balai Karantina Pertanian (BKP). Sampai sekarang kami tidak tahu. Membuat pedagang resah. Pakan ayam itu, untuk peternakan. Daging ayam naik juga nanti. Kalau enggak ada kearifan lokal, yah tunggu saja harga mahal semua,” sebutnya.
Ia mencontohkan, harga gula pasir yang biasa dijual di toko eceran, paling mahal Rp13 ribu per kilogram (kg). Harga saat ini, lebih dari itu, hingga Rp16 ribu per kg. Sedangkan tong gas 14 kg menyentuh harga Rp300 ribu. “Yang paling ditunggu pedagang itu ada kejelasan dari pemerintah. Kearifan lokal seperti apa? Yang mana kearifan lokal antarnegara. Kasihan masyarakat di bawah, yang berusaha,” katanya.
Menurutnya lagi, perdagangan tradisional telah berlangsung sejak Nunukan masih berstatus kecamatan. “Ini bagaimana dijadikan kearifan lokal. Tidak usah seperti dulu, misalnya untuk barang-barang tertentu saja, seperti tong gas dan gula. Yang konsumsi kan masyarakat Kabupaten Nunukan. Persoalan keluar dari Nunukan, silakan ditindak. Itu kan oknum. Jangan gara-gara itu, semua kena. Sementara warga Nunukan membutuhkan barang tersebut,” paparnya.
Terpisah, pihak Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas II Tarakan Wilayah Kerja (Wilker) memberikan keterangan terkait diamankannya pakan ayam pada awal Oktober 2018 lalu. Kepala BKP Wilker Nunukan Sapto Hudaya mengatakan, saat dilakukan penangkapan pakan ayam, masih banyak produk Malaysia yang lain. Namun yang dapat diperiksa dari BKP Wilker Nunukan hanya pakan ayam.
Sesuai dengan fungsi dan tugas, sedangkan produk yang lain diperiksa instansi lain. Ada sebanyak 77 karung pakan ayam yang diamankan karena tidak melalui pelabuhan resmi dan tidak memiliki dokumen. “Hanya barangnya yang diamankan, sedangkan untuk pemilik barang tunggu keputusan dari pimpinan. Begitu pula dengan pakan ayam tersebut apakan nanti dimusnahkan atau dikembalikan ke Malaysia,” ujar Sapto Hudaya kepada wartawan.
TOL LAUT
Beberapa bulan sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Kalimantan Bagian Timur (Kalbagtim) Agus Sudarmadi pernah memberikan keterangan kepada pewarta. Menurutnya, kelemahan yang ada di wilayah perbatasan selama ini hanya persoalan tidak terhubungnya logistik yang ada. Konektivitas penyaluran barang terputus.
“Memang selama ini masih identik dengan kearifian lokal. Tapi, hal ini tidak bisa juga terus dilakukan. Toh, Malaysia juga sudah mulai melarang barang mereka masuk ke Indonesia. Kami juga sudah bicara dengan Pertamina di level pusat (untuk produk tong gas, red) untuk mensinergikannya,” jelasnya.
Atas permasalahan tersebut, pemerintah sebenarnya punya solusi, yakni tol laut. Dikatakannya, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Nunukan akan mengeskalasi kemampuan perdagangan yang ada. Dari perdagangan perbatasan ke perdagangan internasional yang memiliki fasilitasi khusus di perbatasan dan disenergikan dengan program tol laut yang dicanangkan Presiden Joko Widodo selama ini.
“Pelan-pelan kami tata. Karena, dengan adanya tol laut, suplai barang domestik sudah dapat dilakukan. Dan, hal itu sudah kelihatan. Kami sudah melakukan studi. Disporitas harga itu hanya sedikit perbedaan saja. Hanya masalah kebiasan warga saja. Contohnya, ada masyarakat yang selalu menilai jika minuman Malaysia itu lebih enak. Ya, itu kan hanya rasa. Tapi, dengan harga hanya berbeda tipis. Karena memang suplai sudah masuk karena adanya tol laut,” paparnya.
Sementara Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perdagangan (Disdag) Nunukan Hasan Basri Mursali mengatakan, tidak hanya persoalan transportasi yang menjadi kendala. Namun, pengawasan barang masuk dari negeri jiran menjadi hal yang patut ditingkatkan juga. “Memang persoalan utama itu ada pada suplai barang. Stok barang sering kehabisan, sementara stok tambahan belum tiba karena jarak tempuhnya jauh,” ungkapnya.
Menurutnya, kini beberapa produk dalam negeri sudah dapat bersaing dengan dengan produk Malaysia. Salah satunya tabung gas tong gas milik Pertamina ukuran 12 kg dan 5,5 kg. Hanya saja, ketersediannya stoknya masih terbatas. “Kami kini mencoba berkoordinasi dengan agen resminya,” kata Mursali.
Dikatakan, ketergantungan warga terhadap liquid petroleum gas (LPG) Malaysia sudah seharusnya dihilangkan. Sebab, LPG produk dalam negeri sudah ada di wilayah perbatasan. Pihak agen juga bersedia menjamin jika stok isi ulang senantiasa tersedia.“Kalau zaman dulu memang dimaklumi saja. Karena LPG dalam negeri tidak ada. Makanya LPG Malaysia digunakan. Tapi sudah berbeda kalau sekarang. Sudah banyak barangnya. Harganya juga lebih murah. Jadi, memang sudah seharusnya digunakan,” ujarnya.
Selain itu, upaya peralihan penggunaan LPG dari produk ilegal ke produk resmi milik Indonesia ini untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu pihak Malaysia menghentikan suplai LPG mereka ke Sebatik dan Nunukan. Sebab, LPG Malaysia yang digunakan ini merupakan barang subsidi dari Pemerintah Malaysia yang tujuannya untuk digunakan rakyat Malaysia sendiri. Bukan untuk diekspor ke Indonesia. Jadi, jika hal tersebut terjadi, maka masyarakat di Nunukan sendiri yang kewalahan.
“Sudah berapa kali terjadi. LPG Malaysia dilarang masuk ke Sebatik atau Nunukan. Harganya langsung naik karena langka. Belum lagi berpatokan dengan nilai tukar uang. Kalau Rupiah melemah, harga LPG juga pasti naik lagi,” jelasnya.
Hadirnya transportasi laut seperti kapal tol laut dan Kapal Motor (KM) Egon yang dapat mengangkut bahan pokok dari Surabaya, tidak berpengaruh banyak terhadap datangnya produk-produk dalam negeri. Penyebabnya, “serangan” produk luar negeri asal Malaysia yang sudah berlangsung puluhan tahun masih dominan diminati warga.
Sementara soal hadirnya transportasi laut yang menghubungkan daerah Nunukan ke Surabaya seperti Kapal Motor Egon, belum secara signifikan dimanfaatkan pengusaha. “Pengusaha tidak menggunakan KM Egon, karena saat ini masih mengambil barang dari Tawau, Malaysia,” kata Hasan Basri.
Menurutnya, jika bahan pokok makanan dari Malaysia tidak masuk, tentu bahan pokok yang didatangkan dari Surabaya dapat maksimal. Padahal pemerintah telah memberikan fasilitas tranportasi, namun tetap saja tidak yang ingin digunakan.
Bahkan pengusaha rumput laut, kata Hasan Basri, belum satupun yang memanfaatkan KM Egon. Hal ini selain dipengaruhi hasil rumput laut dijual ke Makassar, ada juga yang menjual ke Surabaya namun tetap menggunakan kapal lain. “Para pengusaha tentu memiliki alasan tersendiri, kenapa tidak ingin menggunakan transportasi yang telah diupayakan pemerintah,” ujarnya.
Karena itu, menurut Hasan Basri, agar KM Egon diminati para pengusaha di Nunukan, akan dilakukan evaluasi dari pihak PT Pelni Cabang Nunukan. Selain itu harus digelorakan cinta produk dalam negeri. Diungkapkannya pula, keinginan masyarakat yang memilih membeli dengan harga murah juga sangat berpengaruh. Diketahui harga sembako dari Tawau sedikit lebih murah dibandingkan dari Surabaya. “Perbedaan harga barang tidak terlalu jauh, namun karena faktor kebiasaan menggunakan produk luar negeri yang dalam negeri terabaikan,” tuturnya.
RUGIKAN NEGARA
Masuknya barang-barang asal Malaysia ke Nunukan secara tidak sah tentu saja berpotensi merugikan negara. Belakangan aparat tampak memperketat masuknya barang Malaysia secara ilegal itu. Korps Polisi Air dan Udara (Korpolairud) Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Keposian Republik Indonesia (Polri) dan Direktorat Polisi Air (Ditpolair) Kepolisian Daerah (Polda) Kaltara, Juni lalu bahkan menangkap sejumlah kapal motor yang diduga mengangkut barang ilegal.
Sedikitnya ada 4 kapal yang diamankan, yakni KM Andhika, KM Wimaju 1, KM Nurjannah dan KM PM TW. Keempat kapal yang membawa berabagai macam barang dari Malaysia seperti gula pasir, daging, tabung LPG 14 kg, sayuran, makanan, minuman tersebut tidak memiliki dokumen resmi dan melanggar kepabeanan. Atas penangkapan itu, Kapolda Kaltara, Indrajit mengatakan, akibat penyelundupan itu, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp1,5 miliar.
“Penegakan hukum terhadap pelaku penyelundupan ini dilakukan karena apa yang dilakukannya selama ini sangat merugikan produk lokal yang ada di negara kita, di mana produk ilegal ini masuk tanpa dikenakan pajak sehingga harganya lebih murah dibandingkan produk lokal yang membayar pajak,” ungkapnya.
Pria dengan bintang satu di pundaknya ini menjelaskan bahwa upaya menungkap penyeludupan barang-barang ilegal di wilayah Kaltara merupakan sasaran target dari Mabes Polri yang mengirimkan Kapal Polisi (KP) Kakatua-5012 milik Korpolairud Baharkam Polri untuk membantu pengawasannya di perairan Kaltara.
Diketahui tiga dari empat nakhoda kapal yang ditetapkan tersangka yakni RI, RU dan TN dikenakan Pasal 9 A Ayat 1 A, Ayat 2, Ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, sementara satu nakhoda lainnya berinisial JW dikenakan Pasal 104 jo Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan atau Pasal 31 Ayat 1 jo Pasal 6 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. “Tersangka diancam hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun, kasus ini berkaitan dengan kepabeanan sehingga akan diserahkan ke Bea Cukai,” bebernya.
Berkaca dari kasus kali ini, dirinya meminta kepada para pelaku penyeludupan barang ilegal untuk tidak lagi menjalankan aksinya, karena dirinya nilai apa yang dilakukan pelaku penyelundupan barang ilegal tersebut sudah merugikan negara, di mana perekenomian Indonesia menjadi korban dalam setiap aksi peyelundupan barang ilegal.
“Yang untung siapa, negara orang lain bukan negara kita, jadi saya memberikan pesan moral untuk menghentikan perbuatan tersebut, bila memang tidak berhenti, akan saya tindak tegas,” tegasnya.
Terpisah Komandan KP Kakatua-5012 Kompol Jimmy H.B. Pakpahan mengatakan, ketiga kapal yang diamankan sebelumnya diketahui diamankan di dua lokasi terpisah KM Andhika di perairan Sebatik, Kabupaten Nunukan pada Kamis (7/6/2018) sekira pukul 21.00 Wita, sementara KM Wimaju 1 dan KM Nurjannah diamankan di perairan Tarakan pada Jumat (8/6/2018) sekira pukul 04.00 Wita.
“Saat diamankan, nakhoda kapal sempat ngotot tidak mau memberitahukan apa isi muatannya, awalnya kami mengira ketiga kapal ini menyelundupkan narkoba, ternyata setelah dibongkar isinya barang ilegal dari Malaysia,” ujarnya.
Dirinya menjelaskan, modus yang digunakan untuk menyelundupkan barang ilegal dari Malaysia tersebut memanfaatkan momen malam hari. “Jadi kapalnya menunggu di perbatasan Malaysia, nanti ada speedboat yang mengantarkan berulang-ulang barang ilegal tersebut untuk diangkut ke dalam kapal,” ucapnya.
Adapun yang diamankan dari ketiga kapal tersebut terdiri dari gula pasir Malaysia 400 pak (8.000 kg), makanan dan minuman Malaysia campuran 2.950 dus, daging sapi 21 kg, burger Malaysia 36 kg, gas LPG yang 14 kg ada 6 tabung, buah campuran 1 peti (20 kg), sayuran campuran 4 dus, parcel Malaysia 18 buah, dan minuman wine Malaysia 5 botol.
Sementara KM PW TW diamankan oleh Ditpolair Polda Kaltara pada Jumat (8/6) sekira pukul 12.30 Wita di perairan Sebatik, Kabupaten Nunukan karena membawa barang asal Malaysia tanpa dilengkapi dokumen resmi. “Keberadaan kami di Kaltara yang sudah empat bulan ini merupakan antensi khusus dari Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, di mana kami diperintahkan untuk melakukan pengawasan terhadap narkoba dan barang ilegal yang banyak terjadi di Kaltara,” imbuhnya.
[] Muhammad Noor Amat
[] Saiful Bahri