JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan instruksi untuk menghentikan sementara penggunaan obat dalam bentuk sirop atau obat cair. Penghentian bukan hanya untuk obat mengandung parasetamol saja, tetapi semua obat cair.
Juru Bicara Kemenkes dr. M Syahril mengatakan, hal tersebut sesuai dengan surat edaran yang ditandatangani oleh Dirjen Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes drg. Murti Utami. Nomor SR.01.05/III/3461/2022 terkait kewajiban penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus gangguan ginjal akut atipikal (atypical progressive acute kidney injury) pada anak.
“Sesuai dengan edaran yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, semua obat sirup atau obat cair. Saya ulangi semua obat sirop atau obat cair bukan hanya parasetamol. Ini diduga bukan kandungan obatnya saja, tetapi adalah suatu komponen-komponen lain yang menyebabkan itu bisa terjadi intoksikasi,” kata Syahril pada konferensi pers daring terkait; “Perkembangan Acute Kidney Injury di Indonesia”, Rabu (19/10/2022).
Dikatakan Syahril, keputusan Kemenkes tersebut sebagai langkah untuk menyelamatkan, agar kasusnya tidak lebih banyak atau kematian berikutnya. “Kita berhentikan sementara penggunaannya sampai selesainya penelitian atau penelusuran,” ucap Syahril.
Dalam SE tersebut, lanjut Syahril, obat-obatan selain cair dan sirop dapat digunakan karena penyebab gangguan ginjal akut berasal dari komponen untuk membuat sirup seperti yang terjadi di Gambia, Afrika Barat. Sebagaimana diketahui, kasus gagal ginjal akut di Gambia diduga karena empat macam obat batuk dan pilek berupa sirop yang berisiko mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
Adapun empat obat tersebut meliputi Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Keempat produk tersebut diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India.
“Silakan untuk para dokter dan tenaga kesehatan bisa menggunakan obat penurun panas berupa tablet, bisa dimasukan melalui anal atau melalui injeksi,” ucapnya.
Untuk itu, Kemenkes mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk melakukan pengobatan anak sementara ini tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair atau sirop tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan termasuk dokter.
“Ini imbauan kepada masyarakat untuk tidak usah mengonsumsi obat-obatan terutama yang bentuk cair atau sirop tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan termasuk dokter. Sebagai alternatif dapat menggunakan tablet, kapsul, suppositoria atau lainnya,” pungkasnya.
15 SIROP LOKAL TERIDENTIFIKASI
Sementara Wakil Menteri Kesehatan RI dr Dante Saksono Harbuwono menyebut pihaknya telah mengidentifikasi dari 18 obat yang sudah diuji, 15 di antaranya mengandung etilen glikol, yakni bahan yang disebut-sebut memicu gangguan ginjal. “Kita sudah mengidentifikasi 15 dari 18 obat yang diuji sirup masih mengandung etilen glikol,” ujarnya saat ditemui di Hospital Expo PERSI, Jakarta, Rabu (19/10/2022).
Dalam kesempatan lainnya, pakar farmasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Zullies Ikawati menjelaskan untuk membuat suatu formula obat, tidak hanya zat aktifnya saja yang terkandung, melainkan juga senyawa tambahan lain. Parasetamol tidak larut dalam sirop, sehingga memerlukan bahan tambahan lain seperti propilen glikol atau etilen glikol/dietilen glikol untuk menambah kelarutan.
Sebelum Indonesia melaporkan ratusan kasus gangguan ginjal misterius, Gambia mencatat lebih dari 60 kematian anak dengan cedera ginjal, diduga akibat konsumsi obat batuk sirop. Namun Prof Zullies menduga, bukan parasetamol pada obat tersebut yang memicu cedera ginjal, melainkan etilen glikol dan dietilen glikol yang kadarnya mungkin melebihi batas.
“Dalam kadar tinggi, kandungan bahan itu bisa menyebabkan gagal ginjal akut. WHO juga menyatakan zat-zat itu beracun bagi manusia dan bisa berakibat fatal. Efek racunnya dapat mencakup sakit perut, muntah, diare, ketidakmampuan untuk buang air kecil, sakit kepala, perubahan kondisi mental dan cedera ginjal akut yang dapat menyebabkan kematian,” terang Prof Zullies dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/10).
“Efek berbahaya itu dapat terjadi jika kadarnya berlebihan. Di Indonesia, penggunaan dietilen glikol maupun etilen glikol sebagai zat tambahan sudah diatur batasan kadarnya, sehingga mestinya tidak ada masalah keamanan. Adanya peningkatan kejadian anak-anak yang mengalami gagal ginjal akut di Indonesia yang diberitakan belakangan ini belum bisa dihubungkan dengan penggunaan obat, dan masih perlu diinvestigasi lebih lanjut,” pungkasnya. [] Inv/Dtk