ADVETORIAL – Konflik tanah terjadi di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Yang berkonflik adalah warga selaku pemilik tanah dengan perusahaan tambang minyak dan gas bumi ‘pelat merah’ PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM).
Warga pun berunjuk rasa dan menuding PHM telah melakukan penyerobotan ke lahan warga untuk kegiatan pengeboran minyak mentah, mereka mengadukan kasus itu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim. Sementara pihak PHM, karena merasa telah menyelesaikan hak atas tanah di lokasi yang ditambang sesuai prosedur, mengadukan kasus itu ke Kepolisian Daerah (Polda) Kaltim.
Semua itu terungkap saat Komisi I DPRD Kaltim memfasilitasi penyelesaian persoalan itu melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) melibatkan warga Desa Sepatin yang berkepentingan serta manajemen PHM. RDP tersebut digelar di ruang rapat Gedung E Kompleks Perkantoran DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Loa Bakung, Sungai Kunjang, Samarinda, Rabu (11/01/2023).
RDP tersebut merupakan tindak lanjut atas aduan dari komunitas masyarakat Desa Sepatin terkait dugaan penyerobotan lahan. Ketua Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu menyampaikan, bahwa meski belum menemui titik temu, pihaknya akan terus berupaya memberikan solusi terbaik. “Mediasi ini akan terus berlanjut. Kita akan mencari jalan terbaiknya seperti apa,” ungkap Baharuddin Demmu saat ditemui awak media, usai digelarnya RDP.
Ia memastikan, bahwa pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan peninjauan lapangan ke lahan yang dipersoalkan. Hal ini dimaksud agar penyelesaian kasus ini tidak berlarut dan segara ada solusi terbaik. “Kami juga akan mengagendakan rapat kembali dengan mengundang pihak-pihak terkait seperti Polda Kaltim,” ujar Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN).
Selain pihak Polkda, Komisi I DPRD Kaltim juga akan mengundang Dinas Kehutanan Kaltim, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kantor Pertanahan Kukar, Dinas Pertanahan dan Penataan Ruang Kukar, Camat Anggana, Tim Terpadu Proyek Tunu F-Inland Kukar, serta pihak perusahaan serta masyarakat Desa Sepatin.
Dalam RDP tersebut, Riswandi salah satu warga Desa Sepatin mengklaim, bahwa masih ada lahan warga setempat yang belum dilakukan pembebasan oleh PHM. “Lahan itu milik Bapak Hamsyah, dan telah memiliki Sertifikat Hak Milik sejak 1995,” ujarnya.
Karena tidak adanya kesepakatan harga antara pemilik lahan dengan pihak perusahaan, sehingga pemilik lahan tidak bersedia diberikan kompensasi oleh PHM. “Sementara, lahan tersebut sudah digarap secara sepihak oleh perusahaan,” sebut Riswandi.
Sementara itu, Head of Communication Relation and CID PT PHM, Frans Alexander Hokum membantah pihaknya melakukan penyerobotan lahan. Pasalnya, PT PHM telah memilik Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di wilayah yang dipersoalkan. “Selain itu, kami juga dalam melaksanakan pemberian kompensasi investasi lahan tambak melalui tim terpadu verifikasi lahan Pemkab Kutai Kartanegara,” kata dia.
Baharuddin Demmu mengatakan, terkait dengan terbitnya SHM yang dimiliki warga tersebut, ia mengaku ragu jika masih ada penerbitan sertifikat tanah di kawasan kehutanan. “Ini juga yang perlu didalami, karena tentu menyalahi tata ruang wilayah dan perlu dipertanyakan ke instansi yang mengeluarkan sertifikat tersebut,” katanya.
Terkait hal itu, dirinya juga menyayangkan jika memang Tim Terpadu telah membayar kepada orang yang menggarap lahan, bukan ke pemilik lahan. Mestinya tim verifikasi, melakukan cross check atas asal usul tanah yang diselesaikan.
Berdasarkan pengakuan PHM, kata Baharuddin Demmu, yang sudah melakukan pembayaran keseluruhan atas pembebasan lahan yang dimaksud. Namun perlu ditelisik siapa-siapa saja yang menerima pembayaran tersebut. “Komisi I meminta dokumen pendukung, termasuk verifikasi ke lapangan, apakah kawasan kehutanan, atau pertanian dan perkebunan yang digarap tersebut boleh dilakukan kegiatan penambangan,” pungkasnya.
Penulis: Heru Setyo Prayugo
Penyunting: Agus P. Sarjono