JAKARTA – Masuknya Starlink, layanan internet satelit milik Elon Musk memang cukup menuai pro kontra dari industri. Baru-baru ini perusahaan ini dikabarkan hanya mengeluarkan capital expenditure (capex) senilai Rp30 miliar. Sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia Besaran capex tersebut diungkapkan oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (11/6/2024).
Ia mengungkap Elon Musk, membawa Rp 30 miliar ke tanah air dan hanya mempekerjakan tiga orang karyawan.
“Saya jujur Starlink ini menurut Online Single Submission (OSS), investasinya Rp 30 miliar,” ujar Bahlil. OSS sendiri adalah perizinan usaha elektronik yang diterbitkan lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada entitas bisnis.
Dalam kesempatan itu, dia juga mengungkapkan jumlah tenaga kerja Starlink di Indonesia yang terdaftar sebanyak tiga orang. Namun Bahlil tak merinci soal detail operasional perusahaan. Jika membandingkan dengan player dalam satu industri telco di RI, rasanya jadi kurang adil. Pasalnya, pemain lokal bisa mengeluarkan capex hingga triliunan rupiah yang sebagian besar digunakan untuk mengakselerasi pemerataan infrastruktur jaringan dan pembayaran biaya frekuensi.
Memang perlu diakui, jika Starlink dengan pemain lokal ini punya perbedaan. Starlink mengandalkan satelit yang membuatnya tidak perlu mengeluarkan uang lagi untuk membangun infrastruktur jaringan tradisional. Sementara, untuk pemain lokal yang masih mengandalkan teknologi menara dan fiber optic membutuhkan biaya lebih untuk infrastruktur, ditambah membayar izin penyelenggaraan frekuensi.
Jika berbicara pemain lokal, saat ini untuk industri telco ada tiga pemain besar, yakni PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT Indosat Tbk (ISAT), dan MergeCo, entitas baru yang bakal terbentuk dari merger PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN).
TLKM menjadi pemain dengan pengeluaran capex paling besar. Menurut keterangan perusahaan, pada tahun ini menyiapkan capex sekitar 22%-24% di 2024 dari total pendapatan tahun berjalan. Jika berkaca dari pendapatan tahun lalu sekitar Rp149,22 triliun, maka alokasi capex akan sekitar Rp30 – 34 triliun. Pada sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, TLKM telah menyerap capex sebesar Rp5 triliun, atau setara 13,6% dari total pendapatan TLKM pada kuartal I-2024.
Manajemen TLKM dalam keterangan resmi menyampaikan, belanja modal tersebut digunakan untuk proyek-proyek penting, seperti penyebaran base transceiver station (BTS) 4G dan 5G, serta pembangunan satelit berkecepatan tinggi (high-throughput satellite atau HTS) di titik orbit timur 113. Proyek lainnya mencakup pembangunan kabel bawah laut internasional dan pengembangan pusat data hyperscale di Cikarang dan Batam.
Berikutnya untuk ISAT menyiapkan belanja modal alias capital expenditure (capex) sebanyak Rp 12 triliun untuk sepanjang 2024. Hingga kuartal I 2024, penyerapan capex mencapai Rp 2 triliun. Selanjutnya untuk EXCL dan FREN menyiapkan capex di 2024 sebanyak Rp8 triliun dan Rp1,5 – 2 triliun. Jika digabung keduanya bisa mencapai sekitar Rp10 triliun.
Meski demikian, masih ada potensi Starlink akan mengeluarkan biaya lebih seiring dengan potensi pengenaan pajak dari kantor operasional-nya nanti. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria mengatakan penyedia jasa layanan internet berbasis satelit Starlink sedang membangun kantor operasional di Tanah Air.
“Sedang dalam proses (pembangunan kantor operasional),” jelas Nezar di Fairmont Jakarta, Senin (27/5/2024). Tidak hanya pembangunan kantor operasional, Kominfo juga meminta Starlink untuk menyiapkan gateway di Indonesia. Meski tidak ada tenggat waktu resmi dari kementerian, tetapi Ia menginstruksikan supaya kantor operasional secepatnya membangun kantor pusat untuk operasional Starlink.
“Secepatnya, target tahun ini harus sudah jadi,” ucapnya. Menurut Nezar, Kominfo tidak menutup kemungkinan akan memberikan denda ke layanan internet tersebut apabila tidak membangun NOC Starlink di Indonesia. []
Putri Aulia Maharani