SYL Nyatakan Bahwa Ia Selalu IIngatkan Anak Buahnya di Kementerian Pertanian Tidak Terlibat dalam Korupsi

SYL Nyatakan Bahwa Ia Selalu IIngatkan Anak Buahnya di Kementerian Pertanian Tidak Terlibat dalam Korupsi

JAKARTA – Eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo atau SYL tak terima disebut tamak oleh Jaksa. Diketahui, SYL dituntut 12 tahun penjara atas kasus korupsi di Kementrian Pertanian. Sebagaimana dilansir dari TribunKaltim, SYL dituduh memeras anak buahnya di Kementan. SYL pun membela diri saat disebut memiliki sifat tamak oleh Jaksa KPK.

Syahrul Yasin Limpo menyatakan dirinya selalu memperingatkan seluruh anak buahnya untuk bekerja sesuai dengan aturan. Hal ini disampaikan SYL menanggapi penilaian jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut dirinya memeras anak buah lantaran bersifat tamak.

“Saya enggak mengerti kata tamak itu. Yang saya coba jelaskan di setiap (bertanya kepada saksi) ‘kau pernah dapat perintah langsung enggak (permintaan uang)? Dengar dari mulut saya?’ Yang kau dengar dari mulut saya (apa)?” kata SYL saat ditemui usia sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2024).

SYL mengeklaim, dirinya sudah berulang kali bertanya kepada anak buahnya yang menjadi saksi di persidangan soal dugaan adanya permintaan uang sebagaimana yang dituduhkan jaksa KPK. Namun, menurutnya, seluruh anak buah yang dihadirkan jaksa dalam persidangan tidak pernah mendengar secara langsung soal perintah adanya permintaan uang.

“Saya (minta anak buah kerja) dengan SOP harus memenuhi, by digital, dont ever against the law, jangan lewati aturan. No corruption itu dengar langsung,” kata SYL. No corruption itu dengar langsung,” kata SYL. “Tapi perintah untuk minta -minta uang dan lain-lain dia (para saksi) tidak dengar langsung, ‘katanya’ semua. Itu fakta persidangan, saya kira itu ya,” ucapnya.

Penilaian tamak disampaikan jaksa dalam pertimbangan memberatkan tuntutan 12 tahun penjara terhadap SYL dalam perkara pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). “Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa dengan motif yang tamak,” ujar jaksa.

Poin memberatkan lainnya, politikus Partai Nasdem itu juga dianggap tidak berterus terang atau berbelit-belit dalam memberikan keterangannya selama persidangan. Selain itu, tindakan SYL selaku menteri dinilai telah mencederai kepercayaan masyarakat Indonesia. Sementara hal meringankannya, SYL sudah berusia lanjut. “Hal-hal yang meringankan, terdakwa telah berusia lanjut 69 tahun pada saat ini,” imbuh dia.

Dalam perkara ini, SYL dinilai jaksa KPK telah melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan Pertama.

Selain pidana badan, eks Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) itu juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta subsidiair pidana enam bulan kurungan. SYL turut dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp 44.269.777.204 dan 30.000 dollar Amerika Serikat (AS) subsider 4 tahun kurungan.

Dalam sidang tuntutan perkara dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan dengan terdakwa Syahrul Yasin Limpo (SYL), terungkap bahwa ada aliran uang sebesar Rp 965.123.500 dari Kementan selama tahun 2020-2023. Saat membacakan tututan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan aliran dana ke Partai Nasdem tersebut bagian dalam pengeluaran SYL selaku Menteri Pertanian periode 2019-2023 yang bersumber dari penngumpulan uang atau “sharing” dari pejabat di Kementan.

“Partai Nasdem selama tahun 2020 sampai 2023 sebesar Rp 965.123.500,” kata Jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Namun, dalam surat tuntutan, Jaksa juga mengungkap bahwa ada pengembalian uang dari Bendahara Umum (Bendum) Partai Nasdem Ahmad Sahroni sebesar Rp 820 juta. “Penerimaan setoran uang telah dikembalikan pihak lainnya ke rekening penampungan KPK, Rp 820 juta dari Ahmad Sahroni pada 8 Desember 2023,” kata Jaksa KPK.

Menurut Jaksa, uang tersebut sebelumnya diberikan terdakwa untuk keperluan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) Partai Nasdem pada tahun 2023. Kemudian, Jaksa mengatakan, ada penyetoran uang Rp 40 juta dari Fraksi Partai Nasdem ke rekening penampunan KPK untuk perkara korupsi di Kementan pada 27 Maret 2024. Uang tersebut, menurut Jaksa, juga merupakan uang yang sebelumnya diberikan terdakwa SYL pada pendaftaran bacaleg Partai Nasdem.

Jaksa lantas mengatakan, terhadap uang tersebut akan dirampas oleh negara. Dalam surat tuntutan yang sama, Jaksa memang mengungkapkan bahwa ada dana sharing dari eselon I yang diterima langsung oleh SYL terkait Partai Nasdem. Di antaranya, pemerimaan uang secara tunai sebesar Rp 850 juta dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Biro Umum melalui Ketua Tim Tata Usaha Menteri dan Biro Umum dan Pengadaan Setjen Kementan Sugeng Priyono.

Uang tersebut diterima oleh Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Partai Nasdem Joice Triatman untuk kegiatan pembekalan calon legislatif Partai Nasdem 2023. Kemudian, ada uang Rp 50 juta yang ditransfer Koordinator Rumah Tangga Biro Umum Sekertariat Jenderal Kementan Arief Sofian ke Bank Mandiri atas nama Fraksi Partai Nasdem pada 7 Januari 2022.

Lalu, uang Rp 25 juta dari Arief Sofian yang kembali ditransfer ke Bank Mandiri atas nama Fraksi Partai Nasdem pada 18 Februari 2022. “Partai Nasdem selama tahun 2020 sampai 2023 sebesar Rp 965.123.500,” kata Jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Namun, dalam surat tuntutan, Jaksa juga mengungkap bahwa ada pengembalian uang dari Bendahara Umum (Bendum) Partai Nasdem Ahmad Sahroni sebesar Rp 820 juta. “Penerimaan setoran uang telah dikembalikan pihak lainnya ke rekening penampungan KPK, Rp 820 juta dari Ahmad Sahroni pada 8 Desember 2023,” kata Jaksa KPK.

Menurut Jaksa, uang tersebut sebelumnya diberikan terdakwa untuk keperluan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) Partai Nasdem pada tahun 2023. Kemudian, Jaksa mengatakan, ada penyetoran uang Rp 40 juta dari Fraksi Partai Nasdem ke rekening penampunan KPK untuk perkara korupsi di Kementan pada 27 Maret 2024.

Uang tersebut, menurut Jaksa, juga merupakan uang yang sebelumnya diberikan terdakwa SYL pada pendaftaran bacaleg Partai Nasdem. Jaksa lantas mengatakan, terhadap uang tersebut akan dirampas oleh negara. Dalam surat tuntutan yang sama, Jaksa memang mengungkapkan bahwa ada dana sharing dari eselon I yang diterima langsung oleh SYL terkait Partai Nasdem.

Di antaranya, pemerimaan uang secara tunai sebesar Rp 850 juta dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Biro Umum melalui Ketua Tim Tata Usaha Menteri dan Biro Umum dan Pengadaan Setjen Kementan Sugeng Priyono. Uang tersebut diterima oleh Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Partai Nasdem Joice Triatman untuk kegiatan pembekalan calon legislatif Partai Nasdem 2023.

Kemudian, ada uang Rp 50 juta yang ditransfer Koordinator Rumah Tangga Biro Umum Sekertariat Jenderal Kementan Arief Sofian ke Bank Mandiri atas nama Fraksi Partai Nasdem pada 7 Januari 2022. Lalu, uang Rp 25 juta dari Arief Sofian yang kembali ditransfer ke Bank Mandiri atas nama Fraksi Partai Nasdem pada 18 Februari 2022.

Dikembalikan ke Rekening Penampungan KPK:

1. Rp 820.000.000 dari Ahmad Sahroni pada 8 Desember 2023

2. Rp 40.000.000 dari fraksi Partai Nasdem pada 27 maret 2024

3. Rp 20.000.000 dari Nayunda Nabila pada Desember 2023

4. Rp 20.000.000 dari Nayunda Nabila pada 14 Mei 2024

5. Rp 30.000.000 dari Nayunda Nabila pada 21 Mei 2024

6. Rp 253.000.000 dari Kemal Redindo pada 25 Juni 2024

7. Rp 293.205.900 dari Indira Chunda Thita Syahrul pada 25 Juni 2024. []

Putri Aulia Maharani

Kasus Nasional