JAKARTA – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasang badan untuk penyidik Rossa Purbo Bekti yang disinggung Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Sebagaimana dilansir dari KOMPAS.com, Rossa merupakan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyidikan yang memburu buron sekaligus mantan kader PDI-P Harun Masiku. Baru-baru ini Megawati menantangnya menghadap dan menyebut pangkatnya cuma Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP), belum jenderal. “Kami pimpinan yang bertanggung jawab atas kerja-kerja para kasatgas sidik,” kata Nawawi saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/7/2024).
Nawawi mengatakan, Rossa tidak bekerja memburu Harun Masiku atas kemauannya sendiri. Ia bekerja bersama tim yang dibentuk di KPK. Menteri Jokowi Siap Bersaksi soal Bansos di Sidang MK Artikel Kompas.id Mereka memburu Harun Masiku berdasar pada Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang diterbitkan pimpinan KPK. Karena itu, Nawawi memerintahkan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Irjen Rudy Setiawan dan Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu agar meminta Rossa tetap memburu Harun. “Tanpa harus menanggapi segala hal yang bisa mengganggu kerja-kerjanya,” ujar Nawawi.
KPK Klaim Tak Target Afiliasi Politik Tersangka Terpisah, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan pihaknya tidak menargetkan pihak-pihak tertentu yang menjadi afiliasi seorang tersangka. Pernyataan itu Alex sampaikan saat diminta menanggapi pengakuan Megawati yang merasa menjadi target penyidik KPK setelah Sekretaris PDI-P Hasto Kristiyanto diperiksa penyidik dan handphone miliknya disita 10 Juni lalu. “KPK dalam melakukan penanganan perkara korupsi tidak pernah, pimpinan ya, dari sisi kebijakan pimpinan tidak pernah menyinggung afiliasi politik para pihak yang kemudian menjadi tersangka atau sedang diperiksa,” kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin.
Menurut Alex, pihaknya sudah berulang kali menjelaskan bahwa proses hukum yang berjalan tidak menyasar pihak tertentu berdasarkan warna politik. Pimpinan lembaga antirasuah, kata dia, tidak pernah memeprtimbangkan aspek politik dalam menegakkan hukum terhadap tindak pidana korupsi. “Bisa dipastikan dari kebijakan pimpinan kita tidak melihat atau mengaitkan penanganan perkara di KPK dengan afiliasi politik tertentu,” ujar Alex.
Mega mengungkit KPK didirikan ketika ia menjabat sebagai Presiden RI Kelima. Megawati mengungkit KPK didirikan saat ia menjabat sebagai Presiden kelima RI. Sementara, Rossa hanya berpangkat AKBP dan dianggap setara letnan kolonel (Letkol). Baca juga: Megawati Ingin Penyidik KPK Menghadapnya, PDI-P: Itu Cara Kritik untuk Rossa yang Tidak Profesional Megawati menduga dirinya menjadi sasaran KPK setelah Hasto diperiksa oleh KPK. Ia pun melontarkan ujaran-ujaran yang menyepelekan Rossa. “Saya berani kalau umpamanya suruh datang Rossa, ngadepin aku,” kata Megawati dalam pidatonya di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2024).
“Gile, orang KPK yang bikin itu saya. Gile deh. Panggil dia saja, pangkatnya apa? Apa ini baru letkol saja, belum jenderal,” kata dia. IPW Sebut Sempat Ada Hambatan dalam Penyelidikan Kasus Wamenkumham Sementara itu, Ketua DPP PDI-P Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy mengatakan, pernyataan Megawati yang meminta Rossa untuk menghadapnya, merupakan salah satu bentuk kritik. Megawati, kata dia, ingin mengkritik cara Rossa menangani Staf Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Kusnadi yang dianggap tidak profesional.
“Ya, itu cara Bu Mega mengkritik penyidik Rossa yang bertugas tidak profesional, menjebak saudara Kusnadi, tidak membolehkan Kusnadi didampingi pengacara, dan merampas properti partai,” kata Ronny kepada Kompas.com, Senin (8/7/2024). Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Jakarta, Ujang Komarudin menilai, pernyataan Megawati adalah caranya melempar sinyal bahwa dirinya sudah tak sejalan dengan pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo. “Megawati ingin perlihatkan sedang menghadapi pihak yang sedang berkuasa saat ini,” kata Ujang saat berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (6/7/2024).
Ujang menuturkan, Megawati ingin menunjukkan bahwa pemerintah kini menganggap ia dan PDI-P sebagai lawan politik dan menggunakan KPK sebagai alat gebuk. Megawati beranggapan bahwa kritik yang dilemparkan PDI-P berdampak pada pemanggilan Hasto oleh KPK dan polisi. Hasto diperiksa KPK Lihat Foto Sekertaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memberikan keterangan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (18/4/2024).
Hasto Kristiyanto dalam keterangannya menjelaskan peluang pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri tergantung pada pengurus PDI Perjuangan di akar rumput. Adapun Hasto diperiksa sebagai saksi Harun Masiku yang saat ini masih masuk daftar pencarian orang (DPO) KPK pada 10 Juni lalu. Di tengah pemeriksaan, KPK menggeledah Kusnadi dan menyita sejumlah barang, termasuk handphone milik Hasto. Penyidik mencari informasi atau barang bukti yang diduga berkaitan dengan perkara Harun Masiku.
Rossa kemudian dilaporkan anak buah Megawati ke Bareskrim Mabes Polri, Komnas HAM, Dewan Pengawas KPK, hingga digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Harun merupakan mantan kader PDI-P yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) setelah ditetapkan sebagai tersangka suap. Kasus suap Harun Masiku berawal saat tim KPK menggelar operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020.
Dari hasil operasi, tim KPK menangkap delapan orang dan menetapkan empat orang sebagai tersangka. Keempat tersangka adalah Wahyu Setiawan, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku. KPK Diminta Tegas Tangani Dugaan Korupsi Sekjen DPR Indra Iskandar Artikel Kompas.id. Namun, saat itu Harun lolos dari penangkapan. Tim penyidik KPK terakhir kali mendeteksi keberadaan Harun di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan. Harun hingga kini masih berstatus buronan dan masuk DPO. Harun, diduga menyuap Wahyu dan Agustiani untuk memuluskan langkahnya menjadi anggota DPR melalui pergantian antar waktu (PAW). Saat ini, pencarian Harun Masiku sudah memasuki tahun keempat. []
Putri Aulia Maharani