Siapa Bakal Tantang Anies di Pilkada Jakarta?

Siapa Bakal Tantang Anies di Pilkada Jakarta?

JAKARTA – Anies Baswedan menjadi sosok pertama yang telah memenuhi syarat untuk maju sebagai calon gubernur (cagub) di Pilkada Jakarta 2024. Sebagaimana dilansir CNN Indonesia, pasalnya, Anies telah mengantongi bekal dukungan yang cukup dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai NasDem sebagai syarat pencalonan maju Pemilihan Gubernur (Pilgub) melalui dukungan partai politik (parpol).

Sebagai informasi, PKS bakal mengantongi 18 kursi DPRD DKI dan NasDem 11 kursi lewat Pemilu 2024. Oleh karena itu, partai pengusung Anies bisa memiliki total 29 kursi di DPRD DKI. Syarat jumlah kursi partai ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.

Merujuk aturan itu, parpol atau gabungan parpol mesti memiliki minimal 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu DPRD untuk bisa mengusung kandidat di Pilkada. Dengan situasi ini, siapa sosok yang kemudian menjadi penantang bagi Anies di pertarungan Pilgub Jakarta? Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah berpendapat cukup sulit untuk mencari sosok penantang bagi Anies di situasi saat ini.

Apalagi, Koalisi Indonesia Maju (KIM) hingga saat ini juga belum satu suara terkait sosok yang diusung dalam Pilgub Jakarta. Bahkan, justru berpotensi terjadi perpecahan. Beberapa waktu lalu Partai Gerindra mengusulkan Ridwan Kamil (RK) untuk mencalonkan diri di Jakarta. Di sisi lain, Partai Golkar justru menyodorkan nama Jusuf Hamka bila putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep maju di Pilgub DKI Jakarta.

“Saya kira perpecahan itu besar kemungkinan ada, dengan kondisi itu saya kira kalau disandingkan dengan munculnya ketokohan, maka sekarang kian sulit untuk mencari penantang Anies Baswedan yang sepadan dari sisi popularitas sekaligus sepadan dari sisi elektabilitas,” kata Dedi saat dihubungi awak media, Senin (22/7) malam.

Munculnya sejumlah nama dalam bursa Pilgub Jakarta, menurut Dedi, juga masih belum bisa menyaingi elektabilitas Anies sebagai seorang petahana. Merujuk survei terbaru dari Litbang Kompas, Anies tercatat masih berada di posisi teratas dengan dengan elektabilitas sebesar 29,8 persen. Sementara posisi kedua, ditempati Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan 20,0 persen.

Lalu, di posisi ketiga bertengger Ridwan Kamil yang memperoleh elektabilitas 8,5 persen. Kemudian, Erick Thohir dengan 2,3 persen. Kemudian Sri Mulyani, Andika Perkasa, Kaesang Pangarep, Heru Budi Hartono, hingga Tri Rismaharini yang seluruhnya meraup elektabilitas di kisaran satu persen. Dedi pun menyoroti nama Ahok yang memiliki elektabilitas satu tingkat di bawah Anies. Meski elektabilitasnya terbilang tinggi, namun rekam jejak Ahok membuatnya sulit untuk bisa menjadi penantang sepadan bagi Anies.

“Akan sulit memperkenalkan Basuki Tjahaja Purnama untuk kembali berlaga di Jakarta karena resistensi terhadap isu-isu primordial, termasuk potensi propaganda, isu agama dan identitas dan lainnya,” ucap dia. Terpisah, Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro berpendapat sejauh hanya dua nama yang dipandang tepat menjadi penantang bagi Anies. Yakni, Ahok dan RK.

Namun, kata Agung, kedua sosok itu memiliki tantangan yang berbeda untuk bisa maju sebagai penantang di Pilgub Jakarta. Agung membeberkan tantangan bagi Ahok adalah persoalan eksternal. Ini terkait dengan rekam jejak Ahok yang pernah terseret kasus penistaan agama. Berbeda dengan Ahok, tantangan yang dihadapi RK justru berasal dari internal partai. Yakni, belum ada lampu hijau dari Golkar untuk RK maju di Pilgub Jakarta.

“Kalau ditanya siapa yang potensial mengalahkan, bukan sekedar maju, di luar nama itu (Ahok dan RK), saya masih belum ada nama. Karena kalau kita bicara sekedar maju saja semua bisa, tapi siapa yang bisa melawan dan sepadan dengan Anies Baswedan hanya dua orang,” tutur Agung. Di sisi lain, Dedi menyebut ada sejumlah modal yang perlu dimiliki dari sosok penantang Anies untuk bisa memberikan perlawanan sepadan.

Bagi Dedi, setidaknya ada dua hal. Pertama, sosok atau tokoh tersebut harus disokong oleh kekuatan partai pendukung yang solid. Kedua, disokong oleh kekuasaan. “Meskipun Pilkada 2024 itu dilaksanakan pada saat Jokowi sudah tidak lagi berkuasa, tetapi punya peluang bahwa Jokowi itu memandatkan terhadap kekuasaan yang nanti akan memimpin untuk mengamankan posisi mereka,” ucap dia.

Dedi pun turut berpendapat tingkat elektabilitas yang tinggi, tak cukup menjadi modal bagi penantang Anies. “Karena kalau hanya mengandalkan dari sisi ketokohan yang pertama tokoh-tokoh yang muncul sudah terbatas yang paling tinggi Basuki dalam catatan lembaga survei, tetapi Basuki juga punya masalah resisten terhadap masalah kampanye dan propaganda untuk menghadapi pemilihan,” tuturnya.

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Agung. Menurutnya, modal yang paling utama justru rekam jejak hingga elektabilitas. Agung pun menyinggung soal munculnya nama Jusuf Hamka. Ia menyebut Jusuf Hamka bisa dikatakan memiliki kapasitas, namun tingkat elektabilitasnya tak cukup mumpuni.

“Kalau misalkan salah satu hal tadi tidak dia miliki kemungkinan maju di Pilkada Jakarta ya sebagai pelengkap penderita saja, penggembira saja, sekadar maju,” kata Agung. Hal ini, kata Agung, tak lepas dari masa kampanye Pilkada 2024 yang terbilang singkat. Karenanya, akan berat bagi penantang Anies untuk bertarung jika tidak memiliki kekuatan elektabilitas yang mumpuni. “Jadi kalau saya melihatnya seperti itu, karena kalau misalkan matrix elektoral yang sampaikan soal rekam jejak, figur, kapasitas dan elektabilitas tidak terpenuhi maka sama saja dia kalah sebelum bertarung,” pungkasnya.[]

Putri Aulia Maharani

Headlines Nasional