JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini menyoroti defisit anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Sebagaimana dilansir dari Tempo.co, Dalam RAPBN tersebut defisit anggaran direncanakan Rp 616,2 triliun rupiah atau sekitar 2,53 persen dari GDP. Kondisi itu akan menyulitkan pemerintahan Prabowo Subianto nanti.
Didik menyebut angka defisit itu sangat besar dan pada akhirnya akan ditutup dengan utang. “Ini sangat besar dan mau tidak mau harus ditambal dengan utang. Selama 10 tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ini kebijakan utang memang ugal-ugalan, sehingga warisannya akan terbawa pada masa pemerintah Prabowo,” kata Didik dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tempo pada Ahad, 18 Agustus 2024.
Sementara itu, Didik mengatakan janji politik yang banyak dari pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dianggap akan menyulitkan untuk mengurangi ketergantungan pada utang. Dia memprediksi laju penerbitan surat utang negara akan terus meningkat. “Sehingga laju penerbitan surat utang negara akan terus meningkat dan merusak iklim makro karena suku bunga akan didorong naik terus,” kata dia.
Sementara itu, Sementara itu, Peneliti Ekonomi Makro dan Finansial Indef Riza Annisa Pujarama juga menyoroti laporan APBN Kinerja dan Fakta edisi Juli 2024 yang menunjukkan utang pemerintah telah menembus Rp 8.444 triliun. Angka ini meningkat Rp 91 triliun dibanding bulan sebelumnya yakni Rp8.353 triliun. Rasio utang juga meningkat menjadi 39,13 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), atau hampir menyentuh 40 persen.
Riza mengatakan penarikan utang yang tinggi akan berisiko pada bunga utang yang juga tinggi. “Imbal hasil dari penarikan utang kita sangat tinggi,” kata Riza. Selain itu, Riza juga menyoroti bond yield Indonesia yang paling tinggi Asean dan tertinggi nomor dua di Asia dengan angka 6.7070 yield. Dia menyebut pemerintah meski berupaya menurunkan bond yield ini karena akan memberatkan di masa depan.
“Ini yang memberatkan di masa depan untuk penarikan utang lebih banyak,” kata dia. Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo juga turut menanggapi peningkatan utang tersebut. “Pemerintah mengambil langkah proaktif untuk mengantisipasi ketidakpastian global melalui penarikan utang yang berbasis pada fleksibilitas dan opportunistic approach,” ujarnya di media sosial X pribadinya @prastow, dikutip Sabtu, 3 Agustus 2024.
Dengan pendekatan opportunistic, dia melanjutkan, penarikan utang dimungkinkan dilakukan lebih awal, demi memitigasi risiko di masa depan. Karena itu pada bulan Juni 2024 pemerintah menarik pinjaman lebih besar dari sebelumnya. Sehingga rasio utang terhadap PDB juga naik. Meski demikian, anak buah Sri Mulyani tersebut menyatakan angka rasio utang terhadap PDB Indonesia masih tergolong moderat. Berdasarkan laporan paruh awal 2024, pemerintah memproyeksikan rasio utang hingga akhir 2024 sebesar 38,80 persen terhadap PDB.
“Pemerintah bersama DPR memastikan perencanaan utang sebagai bagian kebijakan APBN dilakukan dengan baik, berhati-hati, dan memperhatikan dinamika global dan domestik,” ujarnya. Hingga semester 1-2024, pemerintah telah menarik utang baru sebesar Rp 214,69 triliun. Terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp206,18 dan pinjaman Rp 8,1 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per Juli 2024 mencapai Rp 93,4 triliun atau 0,41 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Namun begitu, ia menilai nilai defisit Juli tersebut masih kecil dibandingkan target APBN 2024 yang sebesar 2,29 persen. Sri Mulyani lalu merincikan pendapatan negara pada akhir bulan lalu sebesar Rp 1.545,4 triliun atau setara dengan 55,1 persen dari target APBN yang sebesar Rp 2.802,3 triliun. Pendapatan itu turun 4,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Tapi bila dibandingkan dengan pendapatan negara pada bulan sebelumnya yang turun hingga 6,2 persen, catatan per akhir Juli tersebut masih lebih baik. “Jadi, ini sudah mulai membaik sekarang,” kata Sri Mulyani, Selasa, 13 Agustus 2024, seperti dikutip dari Antara. Sedangkan dari sisi belanja negara sebesar Rp 1.638,8 triliun atau sekitar 49,3 persen dari pagu Rp 3.325,1 triliun. Nilai belanja itu naik 12,2 persen yoy. Kinerja belanja negara tersebut optimal mendorong APBN tetap terjaga dengan baik hingga Juli.
Lebih jauh, Sri Mulyani membeberkan bagaimana keseimbangan primer tercatat tetap surplus, yakni sebesar Rp 179,3 triliun. Keseimbangan primer merupakan selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Sebelumnya Kementerian Keuangan memproyeksikan defisit anggaran hingga akhir tahun 2024 ini akan berkisar 2,7 persen PDB. Angka tersebut melebar dari target APBN 2024 yang sebesar 2,29 persen PDB.
Dalam hitungannya, pendapatan negara diprediksi mencapai Rp 2.802,5 triliun atau tumbuh 0,7 persen yoy. Kenaika n pendapatan ini mayoritas disebabkan oleh aktivitas ekonomi yang terjaga dan positif, implementasi reformasi perpajakan, peningkatan dividen BUMN, serta peningkatan layanan kementerian/lembaga.[]
Putri Aulia Maharani