JAKARTA – Sejenak soal pemecatan STY, pelatih asal Korea. Yok, kita beralih ke lapangan voli. Aksi Megawati di Korea mengamuk saat menghancurkan lawannya. Di bawah lampu-lampu terang Gimnasium Jangchung, seorang pahlawan bangkit. Namanya Megawati Hangestri Pertiwi, sang srikandi dari negeri tropis yang tak kenal musim salju. Dengan jersey Red Sparks yang menempel di tubuhnya seperti jubah seorang ksatria, ia melangkah ke medan laga. Lawannya? GS Caltex, tim yang dikenal tak hanya karena spike mautnya, tapi juga keberanian mereka untuk berharap terlalu tinggi.
Laga dimulai. Bola pertama melayang seperti meteor kecil, menghantam lantai dengan bunyi yang nyaris puitis. Red Sparks unggul cepat, 0-3. Tapi, seperti cerita klasik yang membutuhkan drama untuk bernyawa, GS Caltex membalas. Mereka mengejar, menyalip, lalu menatap Red Sparks seolah berkata, “Kami juga bisa.”
Set pertama adalah simfoni ketegangan. Spike demi spike, block demi block, poin demi poin, saling tukar seperti pedang yang beradu di medan perang. Tapi pada akhirnya, Megawati dan Jung Ho Young menutup cerita dengan pukulan tipis yang menyayat hati lawan.
Red Sparks menang 25-23. Penonton bersorak. Kamera menyorot. Megawati tak gentar. Ini baru awal.Set kedua datang seperti badai. Red Sparks melaju dengan kecepatan jet tempur, 4-0. Tapi GS Caltex, seperti tokoh antagonis yang keras kepala, kembali bangkit.
Mereka menyamakan kedudukan, bahkan memaksa deuce. 24-24. Ketegangan itu nyata, hampir bisa diraba. Red Sparks tersandung, bukan karena lawan terlalu kuat, tapi karena kesalahan sendiri. GS Caltex menutup set dengan kemenangan 27-25.
Di set ketiga, Megawati seperti dewi perang yang turun ke bumi. Spike-nya tak lagi sekadar pukulan; itu deklarasi. Bahwa bola voli adalah medan perangnya, dan ia adalah pemimpinnya.Red Sparks menang 25-22. Sebuah pembalasan yang indah. Tapi drama tak berhenti di situ.
Set keempat menjadi panggung GS Caltex. Red Sparks, entah kenapa, mulai kehilangan ritme. Bola-bola yang seharusnya mudah di-receive berubah menjadi bencana. Silva dari GS Caltex menghajar mereka tanpa ampun. 25-20. Kedudukan imbang 2-2.
Set kelima adalah klimaks. Kedua tim tahu, ini bukan soal menang atau kalah. Ini soal hidup dan mati. Poin demi poin diraih dengan susah payah. Megawati, dengan spike terakhir yang memecah udara, menghancurkan harapan GS Caltex. 15-12. Red Sparks menang.Di sana, di tengah lapangan, Megawati berdiri. Bukan sebagai pemain biasa, tapi sebagai legenda. 33 poin telah ia cetak. Tiga puluh tiga! Sebuah angka yang akan diingat, bukan hanya oleh Red Sparks, tapi oleh dunia voli.
Malam itu, di negeri Ginseng, seorang putri Indonesia menuliskan sejarah. Kita, sebagai penonton, hanya bisa tertegun, sambil berbisik pelan, “Terima kasih, Mega.[]
Putri Aulia Maharani