Wisata Karang Numpang Dirusak Tambang, Warga dan Aktivis Lingkungan Angkat Suara

Wisata Karang Numpang Dirusak Tambang, Warga dan Aktivis Lingkungan Angkat Suara

JAKARTA – Wisata Karang Numpang di Desa Cikujang, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, kini tak lagi indah. View yang sering digunakan camping ini rusak oleh aktivitas tambang batu kars yang dilakukan oleh PT Mineral Bumi Harmoni (MBH). Sebagaimana dilansir dari Radar Jabar Tidak tinggal diam, pecinta alam, khususnya penggemar camping dan warga sekitar, kompak melakukan protes tehadap aktivitas perusahaan yang merusak keindahan perbukitan Karang Numpang ini.

Tempat ini sebelumnya dikenal dengan pemandangan alamnya yang indah, serta udaranya yang sejuk, kini tidak lagi dapat digunakan untuk aktivitas camping, setelah PT. MBH mulai melakukan eksplorasi dan penambangan.

Salah seorang warga setempat, Atuy (29) warga Kampung Legoknyenang, RT 47/RW 22, Desa Cikujang, Kecamatan Gunungguruh kepada Radar Sukabumi mengatakan, bahwa Karang Numpang telah menjadi salah satu ikon wisata lokal bagi masyarakat sekitar.

“Dulu banyak yang datang ke sini untuk menikmati alam, camping, dan berkumpul dengan keluarga. Sekarang semua berubah setelah tambang ini beroperasi,” kata Atuy kepada Radar Sukabumi pada Rabu (29/01).

Selain kehilangan ruang untuk berwisata, warga juga khawatir terhadap dampak lingkungan dari aktivitas tambang, seperti risiko kerusakan ekosistem, polusi, dan berkurangnya cadangan air di sekitar lokasi tambang. Terlebih, lokasi tambang tersebut berada di atas pemukiman warga Kampung Legok Nyenang.

Pecinta alam pun mengungkapkan kekecewaannya terhadap perubahan tersebut, mengingat lokasi Karang Numpang dianggap sebagai salah satu tempat yang mendukung kesadaran lingkungan dan keindahan alam Sukabumi.

“Informasi tentang Karang Numpang ini kabar buruk bagi yang suka camping. Saat ini akses ke puncak sudah tidak bisa ditempuh karena jalurnya digunakan untuk tambang. Saya pribadi, sebagai penikmat puncak bukit Karang Numpang, sangat menyayangkan hal ini,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa lokasi camping di Karang Numpang menawarkan pemandangan spektakuler, termasuk panorama Gunung Gede, Cianjur, Lembursitu Kota Sukabumi, hingga Gunung Salak.

“Waktu dulu, spot camping ini menjadi favorit karena menawarkan view 360 derajat yang sangat indah. Sayangnya, sekarang tempat itu sudah berubah menjadi lokasi tambang, dan aksesnya juga sudah tidak memungkinkan,” bebernya.

Karena itu, warga dan komunitas pecinta alam berharap pemerintah dan pihak terkait segera meninjau ulang izin operasional tambang ini. Mereka mendesak agar Karang Numpang dapat dikembalikan sebagai ruang publik yang mendukung kegiatan rekreasi dan pelestarian lingkungan. “Karang Nunpang, yang dulunya menjadi tempat pelarian dari hiruk pikuk perkotaan, kini hanya tinggal kenangan bagi kami yang pernah menikmati keindahannya,” tandasnya.

Mereka, kata Atuy, menuntut agar pemangku kebijakan mengembalikan fungsi Karang Numpang sebagai ruang publik yang dapat dinikmati kembali oleh masyarakat. “Polemik ini memunculkan desakan kepada pemerintah setempat, untuk meninjau ulang izin operasi tambang serta mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkannya,” tandasnya.

Sementara itu, Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pada Pemerintah Desa Cikujang, Asep Mubarok menyatakan, bahwa ia sebagai putra asli Kampung Legok Nyenang tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan aktivitas tambang yang dilakukan PT MBH.

“Sebagai anggota BPD di pemerintahan Desa Cikujang, sejak awal PT MBH mulai beroperasi, saya sama sekali tidak dilibatkan dan tidak mengetahui detail persoalan tambang tersebut. Padahal, lokasi rumah saya itu berada di wilayah terdampak aktivitas tambang PT MBH,” kata Asep.

Ia juga menyesalkan dampak dari tambang yang mengurangi daya tarik wilayah tersebut bagi para pencinta alam. “Dulu, tempat ini sangat ramai dikunjungi oleh orang-orang yang suka berkemah. Sekarang, kondisinya sangat berbeda. Hal ini tentu sangat disayangkan,” tambahnya.

Asep juga menceritakan bahwa aktivitas tambang tersebut telah berjalan lebih dari satu tahun. Namun, ia mengaku tidak mengetahui tentang program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari PT MBH kepada warga sekitar, khususnya warga yang terdampak dari pertambangan PT. MBH tersebut.

“Untuk CSR, kami tidak tahu apakah ada atau tidak. Begitu juga dengan kontribusi untuk Pendapatan Asli Desa (PAD). Hingga saat ini, pihak BPD tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan tersebut,” tegas Asep.

“Kami berharap pemerintah desa dan pihak terkait memberikan penjelasan yang lebih transparan dan mengambil langkah yang lebih baik untuk mengatasi persoalan ini,” timpalnya. []

Putri Aulia Maharani

Nasional