GAZA – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak syarat pembentukan negara Palestina sebagai bagian dari kesepakatan normalisasi dengan Arab Saudi. Sebagai gantinya, ia menyarankan agar Saudi menampung warga Palestina dan mendirikan negara mereka di wilayah Saudi.Dalam wawancara dengan Channel 14 Israel, Netanyahu mengungkapkan tiga alasan di balik pernyataannya tersebut:
1. Arab Saudi Memiliki Wilayah yang Luas
Netanyahu berpendapat bahwa Saudi memiliki cukup banyak lahan untuk menampung warga Palestina.”Saudi dapat mendirikan negara Palestina di Arab Saudi; mereka memiliki banyak tanah di sana,” ujarnya.
2. Negara Palestina Dianggap Ancaman bagi Israel
Netanyahu menegaskan bahwa pembentukan negara Palestina di Tepi Barat dan Gaza hanya akan memperburuk konflik.”Khususnya bukan negara Palestina. Setelah 7 Oktober? Tahukah Anda apa itu? Ada negara Palestina. Namanya Gaza. Gaza, yang dipimpin oleh Hamas, adalah negara Palestina dan lihat apa yang kita dapatkan,” katanya, merujuk pada serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2024.
Netanyahu tetap optimis bahwa normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi dapat terjadi tanpa syarat pembentukan negara Palestina.
3. Israel Telah Bernegosiasi dengan Saudi selama Tiga Tahun
Netanyahu mengklaim bahwa Israel telah melakukan pembicaraan rahasia dengan Arab Saudi selama tiga tahun untuk mencapai kesepakatan normalisasi.”Saya tidak akan membuat perjanjian yang akan membahayakan Negara Israel,” katanya, menegaskan bahwa kepentingan keamanan Israel tetap menjadi prioritas utama.
Namun, pernyataan Netanyahu ini dibantah oleh pemerintah Arab Saudi. Dalam pernyataan resmi, Kementerian Luar Negeri Saudi menegaskan bahwa normalisasi hubungan dengan Israel hanya akan terjadi jika Palestina mendapatkan kemerdekaan dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota.
“Yang Mulia menekankan bahwa sikap Arab Saudi terhadap kenegaraan Palestina tetap teguh dan tidak tergoyahkan,” demikian pernyataan Saudi.
Konflik Gaza dan Rencana Israel
Pernyataan Netanyahu ini muncul saat ia tengah melakukan kunjungan ke Washington, DC, di mana ia bertemu dengan mantan Presiden AS Donald Trump. Dalam pertemuan tersebut, muncul pembahasan mengenai rencana kontroversial Israel untuk mengambil alih Gaza dan mengusir warga Palestina ke negara-negara tetangga dengan dalih pembangunan kembali.
Rencana ini mendapat kecaman internasional, termasuk dari para pemimpin dunia dan pakar hukum, karena dianggap sebagai pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina di Gaza.[]
Putri Aulia Maharani