JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus dugaan korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) oleh PT ASDP (Persero). Kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp 893,1 miliar.
“Atas perhitungan yang dilakukan, maka transaksi akuisisi PT JN oleh PT ASDP terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 893.160.000.000,00,” ungkap Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).
Proses Akuisisi Bermasalah
Dugaan korupsi ini bermula dari keputusan Direktur Utama PT ASDP nonaktif, Ira Puspadewi, yang pada tahun 2018 menyetujui akuisisi PT JN dengan nilai Rp 1,2 triliun. Akuisisi ini dilakukan untuk memperoleh 53 kapal milik PT JN. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas kapal yang diakuisisi sudah tidak layak operasional.
“Dari 53 kapal yang diakuisisi, hanya 11 kapal yang berumur di bawah 22 tahun. Sementara itu, 42 kapal lainnya memiliki usia antara 30 hingga hampir 60 tahun,” jelas Budi.
KPK menemukan bahwa proses akuisisi ini dilakukan dengan cara-cara yang melanggar aturan. Perusahaan menggunakan skema akal-akalan untuk melegitimasi pembelian kapal yang sebenarnya tidak layak pakai.”Kami menemukan bahwa akuisisi ini tidak seharusnya dilakukan karena kapal-kapalnya sudah tua dan tidak ekonomis lagi untuk dioperasikan,” lanjutnya.
Manipulasi Aturan dan Laporan Keuangan
Untuk melancarkan aksi ini, Ira Puspadewi bersama Adjie, pemilik PT JN yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka, melakukan serangkaian manipulasi aturan internal. Mereka mengeluarkan Peraturan Direksi yang memberi pengecualian terhadap proses akuisisi agar bisa tetap dijalankan.
Pada tahun 2019, Ira juga melakukan window dressing atau manipulasi laporan keuangan PT JN agar kinerja perusahaan terlihat baik. Laporan keuangan ini kemudian digunakan sebagai dasar penilaian dalam proses akuisisi.
Setelah mendapatkan persetujuan internal, Ira bersama timnya mengajukan permohonan ke Kementerian BUMN. Namun, izin yang dikirim ke Kementerian ternyata tidak melewati Dewan Komisaris PT ASDP seperti yang seharusnya.
“Dewan Komisaris saat itu hanya mengetahui adanya kerja sama, bukan persetujuan akuisisi. Ini bentuk manipulasi dalam pengambilan keputusan,” kata Budi.
Peran KJPP dalam Melegitimasi Harga Akuisisi
Selain memanipulasi aturan, Ira dan Adjie juga melibatkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk memberikan legitimasi terhadap harga akuisisi. Namun, KPK menemukan bahwa KJPP hanya menginput angka yang sudah disepakati sebelumnya tanpa melakukan valuasi yang sesuai dengan kondisi kapal.”Ini menjadi bukti bahwa proses akuisisi tidak dilakukan secara objektif, melainkan penuh rekayasa untuk keuntungan pihak tertentu,” ungkap Budi.
Kerugian Negara dan Penyelidikan Lebih Lanjut
Total nilai akuisisi yang dipermasalahkan dalam kasus ini terdiri dari:
- Rp 892 miliar untuk pembelian saham dan perhitungan nilai 42 kapal milik PT JN.
- Rp 380 miliar untuk nilai 11 kapal milik afiliasi PT JN.
KPK menegaskan bahwa penyelidikan masih terus dilakukan untuk mengusut aliran dana dalam kasus ini.”Kami akan terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain, termasuk kemungkinan adanya aktor lain yang turut menikmati keuntungan dari skema korupsi ini,” pungkas Budi.
Kasus ini kembali menyoroti lemahnya pengawasan dalam proses akuisisi di BUMN dan menjadi bukti bahwa praktik korupsi masih mengakar dalam tata kelola perusahaan milik negara. []
Putri Aulia Maharani