MOSKOW – Ketegangan antara Rusia dan NATO semakin memanas setelah pernyataan dari televisi pemerintah Rusia, Russia-1. Dalam program “Evening with Vladimir Solovyov,” ilmuwan politik Sergey Mikheyev menyatakan bahwa Rusia kini dapat menyerang tiga ibu kota sekutu NATO, yaitu Brussels, London, dan Paris.
Pernyataan ini muncul di tengah perubahan sikap Amerika Serikat terhadap konflik Rusia-Ukraina. Mikheyev menyoroti bahwa kebijakan luar negeri pemerintahan Presiden Donald Trump berbeda dengan pendahulunya, Joe Biden. Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, menegaskan bahwa pasukan AS tidak akan terlibat dalam konflik dengan Rusia. Hal ini mengindikasikan bahwa AS mungkin tidak akan menegakkan Pasal 5 NATO, yang menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggota NATO dianggap sebagai serangan terhadap seluruh aliansi.
Sejak 2014, AS dan sekutunya telah memberikan bantuan militer besar-besaran kepada Ukraina. Namun, dengan perubahan kebijakan AS yang lebih fokus pada keamanan perbatasan domestik, sekutu Eropa kini dihadapkan pada tekanan untuk meningkatkan kontribusi mereka dalam mendukung Ukraina.
Sementara itu, Rusia tampaknya menyesuaikan strategi politiknya di tengah ketidakpastian dukungan militer Barat. Menteri Pertahanan AS bahkan menyebut bahwa mengembalikan perbatasan Ukraina seperti sebelum 2014 adalah tujuan yang tidak realistis.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menanggapi situasi ini dengan menekankan bahwa dukungan militer AS sangat penting bagi negaranya untuk mencapai perdamaian yang adil. Di sisi lain, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, telah menyerukan pertemuan darurat pemimpin Eropa guna membahas peran AS dalam konflik ini.
Situasi ini menunjukkan bagaimana perubahan kebijakan luar negeri AS berpotensi mengguncang stabilitas geopolitik global. Dengan Rusia yang semakin agresif dan NATO yang menghadapi dilema dalam mempertahankan persatuannya, masa depan konflik Rusia-Ukraina masih penuh ketidakpastian.
Putri Aulia Maharani