Viral #KaburAjaDulu, WNI di Luar Negeri Klarifikasi

Viral #KaburAjaDulu, WNI di Luar Negeri Klarifikasi

JAKARTA – Sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri mengungkapkan pandangannya terkait anggapan bahwa mereka tidak nasionalis karena memilih bekerja di negeri orang. Label tersebut mencuat setelah salah satu pejabat tinggi Indonesia menyinggung tren migrasi tenaga kerja ke luar negeri.

Menteri Agraria dan Tata Ruang, Nusron Wahid, menilai warganet yang mengikuti tren ajakan bekerja di luar negeri dengan tagar #KaburAjaDulu sebagai tindakan yang mencerminkan kurangnya rasa nasionalisme. Ia beranggapan bahwa warga yang memilih meninggalkan Indonesia karena merasa putus asa menunjukkan kurangnya kecintaan terhadap tanah air.

Namun, pernyataan tersebut mendapat respons dari sejumlah WNI yang saat ini bekerja di berbagai negara. Mereka menilai labelisasi tersebut tidak berdampak signifikan terhadap masyarakat dan justru menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi realitas kondisi ekonomi dan sosial di Indonesia.

Respon WNI di Luar Negeri

Lintang, seorang WNI yang bekerja di Australia, menyatakan bahwa cap negatif tersebut tidak lagi mempengaruhi masyarakat. Ia berpendapat bahwa pelabelan seperti itu hanya merupakan mekanisme pertahanan diri pemerintah akibat menurunnya kepercayaan masyarakat.

“Mencap itu memang mekanisme pertahanan diri mereka melihat kepercayaan warga semakin menurun. Sekarang, warga kita juga sudah tidak terpengaruh dengan sebutan apa pun,” ujar Lintang saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (18/2).

Menurutnya, masyarakat lebih mengkhawatirkan kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya bahan bakar minyak (BBM), serta meningkatnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dibandingkan dengan anggapan tidak nasionalis.

“Mereka lebih tidak nyaman kalau tidak bisa masak, sembako naik, BBM naik, UKT naik, dan berbagai kesulitan lainnya akhir-akhir ini,” tambahnya.

Lintang juga mengungkapkan bahwa tren #KaburAjaDulu adalah sebuah respons yang wajar di tengah ketidakpastian ekonomi. Ia bahkan mengutip pemikiran filsuf klasik yang menyarankan migrasi ketika suatu negara tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan dasar warganya.

“Jadi kabur aja dulu semacam mencari peluang yang lebih baik. Rumput sebelah memang lebih hijau, dan itu benar. Pindah saja,” lanjutnya.

Pendapat serupa disampaikan oleh Jismi Akmam Bukhara, seorang WNI yang bekerja di Jerman. Ia menilai bahwa pelabelan tersebut menunjukkan pola pikir yang sempit.

“Itu pola pikir, komentar, atau pernyataan yang sangat keliru dan menunjukkan bahwa perspektif ini masih sangat sempit,” tegasnya.

Ia juga menilai bahwa pejabat yang melabeli para pekerja luar negeri sebagai tidak nasionalis justru mengabaikan kenyataan bahwa kondisi ekonomi masyarakat Indonesia semakin sulit.

“Mereka berpaling dari kenyataan bahwa rakyat dari berbagai lapisan makin melarat dan tidak baik-baik saja,” ujarnya.

Nasionalisme di Era Globalisasi

Sementara itu, Fahmi Ardi, seorang WNI yang bekerja di Inggris, menyayangkan pandangan yang menyebut tenaga kerja Indonesia di luar negeri sebagai tidak nasionalis. Ia menilai konsep nasionalisme seperti itu perlu dikaji ulang, terutama di era globalisasi.

“Banyak diaspora Indonesia yang berkontribusi untuk Indonesia di luar negeri. Banyak juga diaspora Indonesia yang bekerja dengan membawa nama baik Indonesia,” kata Fahmi.

Ia mencontohkan berbagai WNI yang bekerja di organisasi internasional untuk mendukung pengembangan ekonomi Indonesia.

Pendapat lain disampaikan oleh Risqa, seorang WNI yang bekerja di Thailand. Ia menegaskan bahwa bekerja atau belajar di luar negeri tidak ada kaitannya dengan nasionalisme.

“Nasionalisme itu kan paham kebangsaan, yang mana seseorang harus memiliki kesadaran untuk mencintai tanah air, menjaga kehormatan bangsa, dan bangga sebagai warga negara Indonesia. Orang-orang yang bekerja di luar negeri pun memiliki semua itu,” jelasnya.

Risqa menambahkan bahwa ada berbagai cara untuk tetap merawat rasa nasionalisme, meskipun seseorang bekerja di luar negeri. Ia bahkan mengungkapkan semangatnya dalam merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia setiap tahunnya.

“Aku paling semangat bikin acara 17 Agustusan dan menyanyikan Indonesia Raya sambil menangis,” tuturnya.

Fenomena #KaburAjaDulu sebagai Bentuk Protes

Tren #KaburAjaDulu yang muncul di media sosial akhir-akhir ini menjadi sinyal protes dan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap kondisi sosial dan ekonomi di Indonesia. Banyak netizen menilai bahwa pendidikan yang layak, lapangan pekerjaan, serta jaminan kualitas hidup lebih baik bisa ditemukan di negara lain.

Menanggapi tren ini, Kementerian Luar Negeri RI menyatakan bahwa bekerja di luar negeri merupakan hak setiap individu. Namun, pemerintah menegaskan bahwa proses migrasi tenaga kerja harus dilakukan melalui prosedur yang legal dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.[]

Putri Aulia Maharani

Nasional