Konvoi Palang Merah China Dapat Tembakan Peringatan dari Junta Myanmar

Konvoi Palang Merah China Dapat Tembakan Peringatan dari Junta Myanmar

JAKARTA – Junta militer Myanmar mengakui telah melepaskan tembakan peringatan terhadap konvoi bantuan Palang Merah China yang membawa pasokan untuk korban gempa. Insiden ini terjadi di Kota Nawnghkio, Negara Bagian Shan, pada Selasa (1/4/2025) sekitar pukul 21.30 waktu setempat.

Juru bicara junta, Mayor Jenderal Zaw Min Tun, menyatakan bahwa tembakan dilepaskan karena konvoi yang terdiri atas sembilan kendaraan itu diduga mencoba menerobos pos pemeriksaan tanpa persetujuan resmi dari pihak militer.

“Kami berusaha menghentikan konvoi itu, tetapi mereka menolak untuk berhenti,” ujar Zaw Min Tun, seperti dikutip dari Myanmar Now pada Rabu (2/4/2025).

Menurutnya, tembakan peringatan dilepaskan dari jarak sekitar 100 meter, setelah konvoi tetap melanjutkan perjalanan tanpa mematuhi perintah pemberhentian. Akibatnya, rombongan kendaraan tersebut berbalik arah dan kembali ke Nawnghkio.

Zaw Min Tun menjelaskan bahwa salah satu alasan utama pelepasan tembakan peringatan adalah karena konvoi menggunakan truk berpelat nomor Myanmar tanpa dokumen perjalanan resmi dari pihak junta. Ia memastikan bahwa pihak militer akan melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait insiden ini.

Konvoi tersebut membawa bantuan kemanusiaan untuk korban gempa yang mengguncang Myanmar pekan lalu. Bantuan tersebut rencananya akan disalurkan ke Mandalay dan beberapa wilayah lain yang terdampak bencana.

Lokasi insiden berada di dekat Desa Ohn Ma Thee, sekitar 16 kilometer dari Kota Nawnghkio. Daerah ini diketahui berada di bawah pengaruh kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA), yang kerap terlibat konflik dengan junta militer.

Sehari sebelum kejadian, militer Myanmar dilaporkan melakukan serangan udara terhadap dua desa di sekitar wilayah tersebut, yang mengakibatkan lima warga sipil terluka. Kawasan ini memang dikenal sebagai salah satu zona konflik aktif di Myanmar, dengan bentrokan antara pasukan junta dan kelompok bersenjata terus berlangsung.

Sementara itu, jumlah korban gempa bumi berkekuatan 7,7 skala Richter yang mengguncang Myanmar pada 28 Maret terus bertambah. Pemimpin junta, Jenderal Min Aung Hlaing, dalam pidatonya yang disiarkan televisi, memperkirakan jumlah korban tewas akan melampaui 3.000 orang.

Hingga 1 April, angka resmi mencatat sedikitnya 2.719 korban jiwa, 4.521 orang terluka, dan 441 orang masih dinyatakan hilang.

Gempa yang terjadi saat jam makan siang itu menjadi salah satu yang terkuat dalam lebih dari satu abad di Myanmar. Dampaknya merusak banyak bangunan bersejarah, termasuk pagoda kuno, serta sejumlah infrastruktur modern di Mandalay dan Naypyidaw, ibu kota yang dibangun oleh junta sebelumnya sebagai pusat pemerintahan yang dianggap strategis dan sulit ditembus.

Pemerintah Myanmar saat ini masih berupaya menyalurkan bantuan kepada korban, meskipun kondisi keamanan di beberapa wilayah terdampak gempa masih tidak stabil akibat konflik yang sedang berlangsung.[]

Putri Aulia Maharani

Internasional