Tarif Trump Dorong Harga Emas Capai 3.200 Dolar

Tarif Trump Dorong Harga Emas Capai 3.200 Dolar

JAKARTA – Pengamat mata uang Ibrahim Assuabi memperkirakan harga emas dunia akan mencapai level 3.200 dolar AS per troy ons dalam waktu dekat, dipicu oleh kebijakan tarif timbal balik yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS) serta meningkatnya ketegangan geopolitik, terutama di Timur Tengah.

Ibrahim menjelaskan bahwa ketegangan yang semakin meningkat di kawasan tersebut memberikan dorongan tambahan bagi harga emas, yang dikenal sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian global. “Tadi pagi sempat menyentuh level 3.180 dolar AS per troy ons, dan kemungkinan besar minggu depan harga emas dunia bisa mencapai 3.200 dolar AS per troy ons. Ini dipengaruhi oleh tensi geopolitik yang sangat kuat,” kata Ibrahim di Jakarta, Kamis.

Selain ketegangan geopolitik, Ibrahim juga mengaitkan faktor lain yang dapat mendorong kenaikan harga emas, yakni ultimatum yang diberikan AS kepada Iran terkait program nuklirnya. Permasalahan ini menjadi salah satu katalis yang memperburuk ketegangan internasional dan memicu lonjakan harga emas sebagai instrumen aman bagi para investor.

Saat ini, berdasarkan data yang dilansir dari situs harga-emas.org, harga emas dunia tercatat berada di level 3.105,60 dolar AS per troy ons.

Tarif Impor AS Pengaruhi Perdagangan Global

Sementara itu, kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan oleh AS, yang mulai berlaku pada 9 April 2025, turut memberikan dampak signifikan terhadap perdagangan global. Negara-negara seperti China, Vietnam, Taiwan, Korea Selatan, Uni Eropa, dan Swiss dikenakan tarif impor yang cukup tinggi, dengan China menghadapi tarif sebesar 34 persen, Vietnam 46 persen, Taiwan 32 persen, Korea Selatan 25 persen, Uni Eropa 20 persen, dan Swiss 31 persen. Indonesia juga turut terdampak dengan tarif sebesar 32 persen, yang menempatkannya di urutan kedelapan dalam daftar negara yang terkena kenaikan tarif tersebut.

Dampak dari kebijakan ini, menurut Ibrahim, juga semakin memperburuk situasi ekonomi di Indonesia, termasuk melemahnya nilai tukar rupiah. Ibrahim memprediksi bahwa dalam waktu dekat, rupiah dapat melemah hingga mencapai level 16.900 per dolar AS, dengan kemungkinan menembus 17.000 per dolar AS. “Kondisi ini tentu akan memberikan tekanan tambahan pada ekonomi Indonesia, terutama pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah,” imbuhnya.

Kebijakan AS Picu Ketidakpastian di Eropa dan Indonesia

Selain dampak tarif impor AS, Ibrahim juga menyoroti situasi di Eropa, yang meskipun Rusia dan Ukraina telah mencapai kesepakatan perdamaian, tetap diwarnai ketidakpastian. Dua negara Eropa dikabarkan tengah bersiap mengirimkan pasukan untuk mendukung Ukraina, yang meningkatkan risiko eskalasi konflik di kawasan tersebut. Hal ini membuat investor semakin tertarik untuk beralih ke emas sebagai aset yang lebih aman.

Dengan ketidakpastian global yang meningkat, Ibrahim memprediksi bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia kemungkinan akan turun 2-3 persen pada perdagangan Senin mendatang.

Saran Kebijakan untuk Menghadapi Perang Dagang

Untuk meredam dampak dari perang dagang yang semakin intens, Ibrahim menyarankan agar Pemerintah Indonesia segera merespons kebijakan tarif AS dengan mengenakan tarif impor yang setara terhadap barang-barang dari AS. Selain itu, penting bagi Indonesia untuk mencari pasar ekspor baru, mengingat Indonesia adalah bagian dari BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), yang bisa menjadi alternatif tujuan perdagangan.

Stimulus ekonomi juga sangat dibutuhkan untuk mengurangi dampak negatif dari perang dagang ini, baik terhadap sektor perdagangan maupun perekonomian secara keseluruhan. Ibrahim juga mengingatkan agar Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi di pasar keuangan, khususnya melalui instrumen Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), valuta asing, dan obligasi, untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global.[]

Putri Aulia Maharani

Nasional