SAMARINDA – Dugaan beredarnya bahan bakar minyak (BBM) oplosan di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Samarinda menuai keprihatinan publik. Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Abdul Giaz, melakukan uji coba terhadap BBM yang dituding tidak layak pakai, dan hasil awal menunjukkan indikasi gangguan pada mesin kendaraan.
Giaz, yang akrab disapa Adul, menyatakan pihaknya telah berupaya membawa sampel BBM untuk diuji secara laboratorium. Namun, hingga kini, mereka belum menemukan lembaga pengujian resmi di Kalimantan Timur yang dapat memverifikasi kualitas BBM secara sah. “Sucofindo di Samarinda masih belum bisa menangani uji BBM. Di Kaltim memang belum ada tempat khusus untuk itu,” ujar Adul dalam acara Silaturahmi Media di Gedung Olah Bebaya, Komplek Kantor Gubernur Kaltim, Senin (7/4/2025).
Dalam uji coba awal secara mandiri, Adul mendapati tiga unit sepeda motor mengalami kerusakan mesin usai mengisi BBM. “Semua ini masih percobaan, belum bisa jadi dasar resmi. Tapi ini harus ditindaklanjuti,” tambahnya.
Komisi II DPRD Kaltim dijadwalkan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Pertamina pada 9 April 2025 untuk membahas persoalan ini secara terbuka.
Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, mengimbau masyarakat yang mengalami kerusakan kendaraan akibat BBM bermasalah untuk melapor secara resmi ke Pertamina atau Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperindagkop UKM). Ia menekankan pentingnya membawa bukti struk pengisian saat melapor.
Sementara itu, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Samarinda turut menggelar aksi unjuk rasa menuntut Pertamina bertanggung jawab atas dugaan pengoplosan BBM. Dalam aksinya, mereka menyuarakan keresahan masyarakat akibat dampak kerusakan kendaraan yang merugikan secara ekonomi. Salah satunya dialami Yusri, pemilik jasa servis AC di Samarinda, yang terpaksa menghentikan usahanya selama dua hari karena kendaraannya rusak setelah mengisi BBM. “Biaya perbaikan saja Rp 500 ribu, belum termasuk kuras tangki,” ujarnya sambil menunjukkan struk perbaikan.
PMII menyampaikan tiga tuntutan utama: evaluasi terhadap kinerja pengelola Pertamina Patra Niaga Samarinda Group, pertanggungjawaban atas dugaan pengoplosan Pertalite ke Pertamax, dan penelusuran serta penindakan terhadap oknum yang terlibat.Isu ini mencuat di tengah mencuatnya kasus korupsi di tubuh Pertamina terkait tata kelola minyak mentah, yang ditangani Kejaksaan Agung dan diperkirakan menimbulkan kerugian negara hingga Rp 193,7 triliun.[]
Putri Aulia Maharani