Urgensi Revisi KUHAP: Lindungi Orang Tak Bersalah

Urgensi Revisi KUHAP: Lindungi Orang Tak Bersalah

JAKARTA – Pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang masih berlangsung di ranah legislatif menuai perhatian banyak pihak. Meskipun begitu, sejumlah penolakan terhadap perubahan pasal-pasal dalam RUU ini tetap terdengar, karena dinilai tidak sesuai dengan harapan.

Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia (PEDPHI), Abdul Chair Ramadhan, berpendapat bahwa revisi KUHAP sangat penting dilakukan, mengingat sudah hampir setengah abad lamanya kitab ini digunakan dan kini sudah tidak relevan dengan kondisi hukum yang berkembang. “Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP oleh Komisi III DPR RI memang sudah selayaknya dilakukan, terutama untuk merevisi hukum pidana formil yang telah digunakan selama setengah abad,” ujar Abdul Chair, Sabtu (19/4/2025).

Abdul Chair menekankan, ada banyak permasalahan serius yang masih terjadi dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Salah satunya adalah praktik intimidasi dalam proses penyelidikan, penyidikan, hingga peradilan, serta adanya perlakuan diskriminatif oleh aparat penegak hukum.

Lebih lanjut, Abdul Chair mengungkapkan bahwa revisi KUHAP sangat relevan, mengingat urgensi perlindungan hukum terhadap tersangka dan terdakwa. “Sejatinya, hukum pidana formil tidak hanya dimaksudkan untuk memastikan orang yang bersalah dihukum, tetapi juga untuk melindungi orang yang tidak bersalah dari ancaman hukuman,” jelasnya.

Abdul Chair juga menegaskan bahwa hukum pidana formil harus mampu mengoptimalkan sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system). Keadilan prosedural dan substansial harus dapat tercermin dalam setiap jenjang proses hukum, karena kedua bentuk keadilan ini adalah pilar utama bagi kepastian hukum. “Tidak dapat dikatakan ada kepastian hukum, jika tidak ada keadilan prosedural dan substansial. Dengan demikian, RUU KUHAP menekankan pentingnya penerapan hukum pidana yang terarah dengan parameter yang jelas dan tegas,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa dalam revisi RUU KUHAP terdapat usaha untuk mengantisipasi rekayasa dalam pemenuhan alat bukti, dengan menyesuaikan unsur-unsur delik. Abdul Chair juga menyoroti peningkatan hak-hak tersangka yang selama ini sangat terbatas. Dalam RUU ini, hak-hak tersangka telah diatur secara lebih rinci, termasuk hak untuk mendapatkan pendampingan dari advokat sejak awal pemeriksaan, serta adanya rekaman pemeriksaan untuk menjamin keterbukaan dan transparansi. “Hal ini memungkinkan proses penyidikan dapat dinilai sejak dini,” tuturnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafiiyah ini juga menyebutkan bahwa peranan advokat semakin penting dalam proses hukum, di mana mereka diberikan hak untuk mengajukan keberatan atas penahanan tersangka yang mereka dampingi, selain berhak mengajukan permohonan praperadilan.[]

Putri Aulia Maharani

Nasional