JAKARTA – Pemerintah kembali menyoroti fenomena aksi premanisme yang berkedok organisasi kemasyarakatan (ormas). Sejumlah insiden yang melibatkan oknum ormas dalam beberapa waktu terakhir memicu wacana revisi terhadap Undang-Undang tentang Ormas.
Dua peristiwa terbaru terjadi di Subang dan Depok. Di Subang, aksi premanisme diduga mengganggu proyek pembangunan pabrik mobil di kawasan industri. Sejumlah pelaku melakukan pemalakan terhadap sopir truk. Kasus ini telah ditangani pihak kepolisian setempat, dan para pelaku dikabarkan telah diamankan.
Bupati Subang, Reynaldi Putra Andita BR, mengaku prihatin terhadap situasi tersebut. Ia menegaskan komitmennya untuk menindak tegas aksi premanisme, terutama yang berlindung di balik identitas ormas.
“Kemarin sempat rame ya bahwa ketika MPR kunjungan ke China bahwa ada laporan ke BYD China bahwa di Subang ini masih marak premanisme. Cuma ketika kita konfirmasi memang itu kegiatan premanisme yang sudah kita selesaikan kemarin, khususnya dari Polres sendiri menindak. Sehingga hari ini sebetulnya sudah tidak ada premanisme,” ujarnya pada Kamis (24/04/2025).
Sementara itu, di Depok, penangkapan ketua ranting sebuah ormas oleh polisi pada Jumat (18/04/2025) dini hari memicu kericuhan. Penangkapan dilakukan karena yang bersangkutan diduga terlibat dalam penganiayaan, pengancaman, serta kepemilikan senjata api. Tak hanya menghalangi proyek pemagaran perusahaan, ia bahkan melepaskan tembakan hingga tiga kali.
Penangkapan tersebut disusul aksi balasan berupa perusakan dan pembakaran mobil polisi. Sejumlah pelaku kerusuhan kini telah diamankan.
Merespons situasi yang makin memprihatinkan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan perlunya evaluasi terhadap UU Ormas. Ia menilai bahwa banyak ormas saat ini bertindak di luar batas kewenangannya.
“Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat. Di antaranya, mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” ujar Tito kepada wartawan di Jakarta, Jumat (25/04/2025).
Menurut Tito, transparansi dalam pengelolaan dana ormas perlu diperkuat. Ia menilai, kekaburan penggunaan dana menjadi celah munculnya penyalahgunaan kekuasaan di tingkat akar rumput. Ia juga menegaskan bahwa ormas sejatinya hadir untuk mendukung demokrasi, bukan justru menebar ancaman dan kekerasan.
“Kalau seandainya itu adalah kegiatan yang sistematis dan ada perintah dari ormasnya, maka secara organisasi bisa dikenakan pidana. Korporasinya,” tegas mantan Kapolri tersebut.
Meskipun demikian, Tito menegaskan bahwa setiap perubahan UU harus melalui mekanisme resmi, termasuk persetujuan DPR RI. Ia mengingatkan bahwa dinamika sosial menuntut regulasi yang adaptif dan penegakan hukum yang konsisten.
“Kalau pidana ya otomatis harus ditindak. Proses pidana. Harus tegakkan hukum supaya stabilitas keamanan dijaga,” tutupnya. []
Diyan Febriana Citra.