JAKARTA – Wilayah Jammu dan Kashmir, yang menjadi sengketa panjang antara India dan Pakistan, terus dilanda kekerasan yang mendalam. Insiden penembakan massal, yang telah mencatatkan sejarah kelam bagi kawasan ini, semakin memperburuk ketegangan yang sudah lama ada antara kedua negara.
Krisis di Jammu dan Kashmir dimulai pada tahun 1947, saat India meraih kemerdekaan dan wilayah tersebut, yang mayoritas penduduknya Muslim, dipimpin oleh Maharaja Hindu, Hari Singh. Ketika pasukan Pakistan menginvasi wilayah tersebut, Maharaja Singh memutuskan untuk bergabung dengan India, memicu konflik berdarah yang berujung pada pembagian Kashmir menjadi dua wilayah, yang kini dikuasai oleh India di selatan dan timur, serta Pakistan di barat laut dan utara.
Konflik ini semakin diperburuk oleh ketegangan antara kedua negara bersenjata nuklir tersebut. Sejak tahun 1947, India dan Pakistan telah terlibat dalam beberapa perang besar dan konflik bersenjata, termasuk perang pada tahun 1965 dan 1999, yang sebagian besar berfokus pada status wilayah Kashmir. Meskipun terdapat berbagai upaya diplomatik, terutama oleh PBB, untuk mencari solusi damai, status wilayah Kashmir tetap menjadi titik rawan yang terus memicu pertempuran antara kedua negara.
Tiga Kasus Penembakan Paling Berdarah di Kashmir
-
Pembantaian Gawkadal Tahun 1990
Pada 21 Januari 1990, pasukan paramiliter India, CRPF (Central Reserve Police Force), menembaki ribuan demonstran yang berunjuk rasa di Jembatan Gawkadal, Srinagar. Para demonstran memprotes kekerasan yang dilakukan oleh pasukan keamanan. Insiden ini menyebabkan lebih dari 50 orang tewas, dengan beberapa laporan menyebutkan bahwa jumlahnya bisa mencapai 100 orang. Pembantaian Gawkadal ini menandai dimulainya periode paling brutal dalam sejarah pemberontakan di Kashmir dan memperburuk ketidakpercayaan warga terhadap pemerintah India.
-
Pembantaian Chattisinghpora Tahun 2000
Pada 20 Maret 2000, saat perayaan Holi, 15 pria bersenjata menyerang desa Sikh di Chattisinghpora, Kashmir, dan membunuh 35 pria Sikh secara brutal. Peristiwa ini terjadi bertepatan dengan kunjungan Presiden AS Bill Clinton ke India, yang memicu spekulasi mengenai motif politik di balik serangan tersebut. Meskipun pemerintah India menyalahkan militan Islamis yang berbasis di Pakistan, banyak laporan hak asasi manusia yang mengindikasikan kemungkinan keterlibatan pasukan keamanan India dalam operasi bendera palsu. Insiden ini semakin memperburuk hubungan diplomatik India-Pakistan dan mencoreng citra konflik Kashmir di dunia internasional.
-
Pembantaian Pahalgam 22 April 2025
Pada 22 April 2025, sebuah kelompok bersenjata yang menamakan diri The Resistance Front (TRF) menyerang dan menembak mati 26 turis Hindu di Pahalgam, Kashmir Selatan. Serangan ini, yang terjadi di kawasan wisata Baisaran yang dikenal sebagai “mini Swiss,” memicu ketegangan lebih lanjut antara India dan Pakistan. Dari 26 korban, 25 di antaranya merupakan warga India, sementara satu orang berasal dari Nepal. India menyebut TRF terkait dengan milisi Lashkar-e-Taiba yang berbasis di Pakistan, sementara Pakistan membantah tuduhan tersebut dan mengklaim serangan ini merupakan operasi bendera palsu yang dilakukan oleh India sendiri.
Setelah pembantaian ini, India merespons dengan mengambil lima tindakan balasan terhadap Pakistan, termasuk menurunkan hubungan diplomatik, menangguhkan Perjanjian Perairan Indus, dan menutup perbatasan darat antara kedua negara. Pakistan menanggapi penangguhan Perjanjian Perairan Indus sebagai tindakan perang dan mengancam India dengan serangan nuklir. Menteri Pertahanan Pakistan, Khawaja Asif, memperingatkan bahwa ketegangan ini dapat berujung pada “perang habis-habisan” dengan akibat yang tragis, mengingat kedua negara memiliki persenjataan nuklir.
Dalam pidatonya pada 27 April 2025, Asif menyatakan, “Kami memiliki rudal dan 130 hulu ledak nuklir yang tidak untuk dipamerkan. Tidak seorang pun tahu di mana kami telah menempatkan senjata nuklir kami di seluruh negeri.” Ancaman ini semakin memperburuk ketegangan di wilayah yang sudah dilanda ketidakpastian.
Konfrontasi Memuncak, India Tampilkan Kekuatan Militer
Ketegangan antara kedua negara semakin meningkat, dengan India menunjukkan kekuatan militernya melalui latihan tembak langsung di Laut Arab. Kapal perang India menembakkan rudal jelajah BrahMos, menegaskan kesiapan mereka dalam menghadapi potensi ancaman dari Pakistan. Konflik yang sudah lama terjadi di Kashmir kembali menjadi ancaman besar terhadap stabilitas kawasan, dan ketidakpastian politik serta militer antara India dan Pakistan semakin mengarah pada kemungkinan konfrontasi terbuka.[]
Putri Aulia Maharani