JAKARTA — Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengklaim bahwa militer negaranya berhasil mencegat pesawat-pesawat Iran yang diduga hendak menuju Suriah untuk menyelamatkan Presiden Bashar Al-Assad pada Desember 2024 lalu.
Dalam pidato pada Minggu (27/4) malam, Netanyahu menyatakan bahwa Israel mengerahkan jet tempur F-16 untuk menghadang beberapa pesawat Iran yang diketahui melakukan sejumlah rute menuju Damaskus.
“Mereka ingin menyelamatkan Assad,” ujar Netanyahu sebagaimana dikutip dari Al Jazeera.
“Kami menghentikannya. Kami mengirim F-16 ke beberapa pesawat Iran yang membuat sejumlah rute ke Damaskus. Mereka akhirnya berbalik,” tambahnya.
Meski demikian, Netanyahu tidak merinci lebih jauh terkait operasi tersebut, termasuk jumlah pesawat yang dikejar ataupun lokasi pasti pencegatan. Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Iran mengenai klaim tersebut.
Konteks ketegangan ini berakar dari dinamika perubahan politik di Suriah. Bashar Al-Assad diketahui kabur dari negaranya menggunakan pesawat Rusia pada 8 Desember 2024, setelah kelompok oposisi berhasil menguasai ibu kota Damaskus. Kejatuhan Assad menandai berakhirnya pemerintahan dinasti keluarganya yang telah berkuasa selama puluhan tahun dan dikenal dengan praktik otoritarianisme serta konflik berdarah.
Saat ini, Assad dan keluarganya dilaporkan berada di Rusia dan mendapatkan perlindungan. Di sisi lain, kekuasaan di Suriah kini dipegang oleh presiden interim Abu Mohammed Al-Jolani, atau yang dikenal juga sebagai Ahmed Al-Sharaa. Al-Jolani merupakan pemimpin kelompok bersenjata Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) yang berperan besar dalam penggulingan Assad.
Terpilihnya Al-Jolani sebagai presiden sementara menimbulkan beragam reaksi di tingkat internasional. Sementara sebagian pihak memandangnya sebagai kemenangan atas rezim represif, banyak negara lain mewaspadai latar belakang militannya yang dinilai berpotensi memperumit proses rekonsiliasi dan stabilisasi di Suriah.
Di tengah perkembangan tersebut, Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa dilaporkan terus melakukan pemantauan ketat terhadap pergerakan politik dan keamanan di kawasan, terutama terhadap kemungkinan campur tangan Iran dan Rusia lebih lanjut di wilayah tersebut.
Situasi ini juga memperlihatkan dinamika geopolitik baru di Timur Tengah, di mana konflik Suriah tetap menjadi titik panas yang melibatkan berbagai kekuatan regional dan global.[]
Putri Aulia Maharani