SUMENEP – Dugaan penyimpangan dalam penyaluran Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Tahun 2024 di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, semakin mencuat ke permukaan. Salah satu kasus terungkap dari pengakuan seorang warga Desa Gedungan, Kecamatan Batuan, bernama Sri Hartatik.
Sri menyampaikan bahwa ayahnya, Musa’in, secara tegas telah menolak tawaran bantuan stimulan tersebut sebanyak tiga kali. Namun, penolakan tersebut tidak digubris, dan keluarganya tetap diminta menerima dengan alasan bahwa bantuan bisa diberikan asalkan tanah yang digunakan merupakan milik pribadi.
“Bapak menolak bantuan ini sudah sekitar tiga kali. Tapi terus dibujuk, asal tanahnya milik sendiri,” ungkap Sri Hartatik ketika ditemui di warung kelontong milik keluarganya, Rabu (30/04/2025).
Hartatik menjelaskan, sebelumnya sempat dilakukan pertemuan di balai desa yang dihadiri sejumlah warga dan aparat desa. Dalam sosialisasi tersebut, perwakilan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberikan penjelasan soal bantuan tersebut. Tak lama kemudian, aparat desa datang kembali ke rumah Hartatik untuk mendorong keluarganya menerima bantuan.
“Setelah pertemuan di balai desa, ada aparat desa yang mendatangi kami untuk menerima bantuan itu. Cukup punya tanah sendiri, katanya,” imbuhnya.
Namun, niat awal keluarganya bukan untuk membangun rumah layak huni sebagaimana tujuan program BSPS, melainkan untuk membangun toko kelontong. Bahkan Hartatik mengaku telah menanyakan secara langsung apakah pembangunan tersebut akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Katanya tidak akan ada masalah. Tahunya ternyata begini, ramai,” ujarnya kecewa.
Keluarga Hartatik justru harus mengeluarkan uang tambahan demi menyelesaikan pembangunan toko tersebut karena bantuan bahan bangunan yang diberikan dianggap tidak mencukupi. “Selama pengerjaan, ketika ada yang kurang, kami beli sendiri,” katanya.
Lebih lanjut, Hartatik juga membantah informasi bahwa keluarganya menerima ongkos pekerja sebesar Rp 2,5 juta sebagaimana yang tercantum dalam laporan realisasi bantuan. Selain itu, dia juga tidak bisa memastikan apakah nilai bahan bangunan yang diberikan benar-benar senilai Rp 17,5 juta seperti yang dijanjikan.
Dugaan bahwa program ini tidak tepat sasaran semakin kuat, apalagi muncul pengakuan serupa dari warga lain. Saat ini, sejumlah pihak berharap agar penyaluran bantuan publik seperti BSPS bisa diawasi lebih ketat dan akuntabel agar tepat guna dan tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. []
Diyan Febriana Citra.