JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa praktik pemberian hadiah kepada guru oleh orang tua murid dalam momen kenaikan kelas merupakan bentuk gratifikasi yang tidak dibenarkan secara etika maupun hukum. Pernyataan ini disampaikan menyusul temuan dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) Sektor Pendidikan Tahun 2024.
Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menyampaikan bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami perbedaan antara rezeki yang sah dan gratifikasi yang melanggar aturan.
“Kita perlu terus menyosialisasikan bahwa gratifikasi itu bukan rezeki. Harus ada pemahaman yang jelas antara keduanya. Ini yang terus kami kampanyekan, baik melalui jalur formal maupun nonformal,” ujar Wawan dalam keterangannya di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (2/5).
Ia menekankan bahwa pencegahan praktik semacam ini bukan semata menjadi tugas KPK, melainkan tanggung jawab bersama, termasuk lembaga pendidikan, orang tua, dan media.
“Pendidikan pertama berasal dari rumah. Karena itu, keluarga juga memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan integritas sejak dini,” tambahnya.
Sementara itu, Sekretaris Inspektur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Dina Himawati, turut menyuarakan pentingnya edukasi mengenai gratifikasi kepada aparatur sipil negara (ASN). Salah satu langkah yang dilakukan adalah menunjuk ASN sebagai agen untuk menyampaikan materi pencegahan korupsi, khususnya di sektor pendidikan.
“ASN telah kami arahkan untuk menyampaikan pentingnya pelaporan gratifikasi kepada Unit Pengendalian Gratifikasi, dan laporan tersebut juga kami teruskan ke KPK,” ungkap Dina.
Survei SPI yang dilakukan pada 22 Agustus hingga 30 September 2024 mencatat bahwa sebanyak 30 persen guru dan dosen serta 18 persen kepala sekolah dan rektor masih menganggap hadiah dari orang tua murid sebagai hal yang wajar. Lebih dari itu, sekitar 65 persen sekolah juga melaporkan adanya kebiasaan pemberian bingkisan saat hari raya dan kenaikan kelas.
Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional 2025, KPK juga menyoroti praktik kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK). Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, mengungkapkan bahwa pihaknya menerima laporan terkait penggunaan teknologi canggih oleh peserta ujian untuk menyontek.
“Ditemukan penggunaan perangkat seperti lensa tersembunyi di kacamata, alat dengar yang ditanamkan di telinga, hingga kamera tersembunyi di behel,” jelas Ibnu.
Ia pun mengapresiasi langkah-langkah penegakan hukum yang telah dilakukan untuk mencegah dan menindak praktik curang tersebut.
“Upaya ini penting untuk menjaga integritas dalam proses seleksi masuk perguruan tinggi,” pungkasnya.[]
Putri Aulia Maharani