JAKARTA – Kasus dugaan eksploitasi terhadap mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) memasuki babak baru setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengungkapkan empat temuan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang serius.
Dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu (07/05/2025), Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Munafrizal Manan, menyatakan bahwa Kemenkumham menemukan empat dugaan pelanggaran dalam kasus tersebut. Pertama, dugaan pelanggaran terhadap hak anak untuk mengetahui asal usul, identitas, hubungan keluarga, dan orang tuanya, serta bebas dari eksploitasi yang bersifat ekonomis. Kedua, dugaan kekerasan fisik yang dapat mengarah kepada penganiayaan. Ketiga, dugaan kekerasan seksual yang dilakukan salah seorang terduga. Keempat, dugaan praktik perbudakan modern.
Menindaklanjuti temuan tersebut, Munafrizal merekomendasikan agar Bareskrim Polri melakukan pemeriksaan atas adanya dugaan tindak pidana dalam kasus ini. Rekomendasi tersebut disampaikan Kemenkumham dalam laporan tindak lanjut penanganan pengaduan HAM atas perkara tersebut. “Kami merekomendasikan Bareskrim untuk melakukan pemeriksaan atas adanya dugaan tindak pidana atas kasus ini dengan bertitik tolak pengungkapan pada apa yang dialami oleh mantan pemain sirkus OCI generasi-generasi akhir,” ujar Munafrizal.
Dalam proses penanganan kasus ini, Kemenkumham menemukan bahwa OCI menerima penyerahan anak-anak dari orang tua untuk dirawat dan dibesarkan oleh keluarga Hadi Manangsang, pendiri OCI. Namun, perlu ada pencarian fakta lebih lanjut terkait proses penyerahan atau pengambilan anak-anak tersebut guna memastikan apakah proses tersebut sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Selain itu, perlu pula ditelisik lebih lanjut apakah penyerahan atau pengambilan anak-anak tersebut merupakan inisiatif dan perbuatan proaktif oleh OCI,” kata Munafrizal.
Namun, Munafrizal juga menyampaikan bahwa aspek pembuktian menjadi tantangan utama dalam kasus ini. Kemenkumham tidak memiliki otoritas untuk melakukan pemeriksaan atau penyitaan dokumen, pemanggilan paksa, maupun tindakan investigatif lain yang bersifat memaksa. “Hal ini menyebabkan proses verifikasi atas fakta-fakta yang disampaikan menjadi sangat terbatas, bergantung sepenuhnya pada kemauan dan kesukarelaan pihak-pihak untuk membuka informasi,” jelasnya.
Kasus ini sebelumnya telah dilaporkan oleh mantan pemain sirkus OCI yang mengaku mengalami berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi sejak usia dini. Mereka mengungkapkan bahwa mereka dipisahkan dari orang tua, dipaksa bekerja sebagai pesirkus sejak balita, dan mengalami kekerasan fisik serta psikologis. Komnas HAM juga telah menemukan empat jenis pelanggaran HAM dalam kasus ini sejak tahun 1997, namun belum ada penyelesaian yang memadai hingga saat ini.
Kemenkumham berharap agar proses hukum dapat berjalan dengan transparan dan adil, serta memberikan keadilan bagi para korban. Pihaknya juga mengimbau agar semua pihak terkait bekerja sama dalam mengungkap kebenaran dan memastikan bahwa pelanggaran HAM seperti ini tidak terulang di masa depan.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan mendorong berbagai pihak, termasuk Komnas Perempuan dan anggota DPR, untuk mendesak agar kasus ini diusut tuntas dan para pelaku mendapatkan sanksi yang setimpal. DPR juga telah meminta agar polisi membongkar kasus dugaan eksploitasi eks pemain sirkus Taman Safari dan menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh dibiarkan. “Ini tidak boleh dibiarkan,” kata Abdullah, anggota Komisi III DPR RI.
Kemenkumham berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini dan memastikan bahwa hak-hak para korban terlindungi serta mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. []
Diyan Febriana Citra.