Perusak Mangrove Batam Diserahkan ke Jaksa

Perusak Mangrove Batam Diserahkan ke Jaksa

JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan komitmennya dalam menindak tegas perusakan ekosistem mangrove. Melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum), KLHK resmi menyerahkan tersangka berinisial AHUI kepada Kejaksaan Negeri Batam, Kepulauan Riau, sebagai bagian dari proses hukum atas dugaan aktivitas ilegal penampungan dan distribusi arang bakau.

“Penanganan perkara ini adalah wujud tanggung jawab dan konsistensi penegakan hukum kehutanan yang dilakukan Ditjen Gakkum Kehutanan untuk menjaga agar ekosistem hutan mangrove tetap lestari sesuai fungsinya,” kata Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Dwi Januanto Nugroho, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (09/05/2025).

Ia menegaskan bahwa mangrove memiliki peran vital sebagai habitat biota laut dan pelindung pesisir, sehingga keberadaannya harus dijaga dari segala bentuk eksploitasi yang merusak. Negara, kata Dwi, akan terus hadir untuk memastikan keberlanjutan ekosistem tersebut.

Tersangka AHUI yang merupakan Direktur PT AMP, telah dinyatakan lengkap berkas perkaranya (P-21) oleh Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau. Ia diserahkan ke Kejari Batam pada 5 Mei 2024 bersama sejumlah barang bukti, termasuk dua unit gudang dan sekitar 7.065 kantong arang bakau atau setara 185 ton.

Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, Hari Novianto, menjelaskan bahwa kasus ini terungkap usai sidak Komisi IV DPR RI bersama Gakkum pada 25 Januari 2023 di Kecamatan Galang, Batam. Lokasi tersebut merupakan kawasan lindung yang menjadi tempat penampungan arang hasil pembalakan liar pohon mangrove.

Penyidik menemukan bahwa arang tersebut berasal dari hutan mangrove di wilayah Riau dan Kepulauan Riau. Setelah ditebang dan diolah menjadi arang di dapur arang lokal, hasilnya kemudian dibeli dan diekspor oleh PT AMP.

AHUI sempat melakukan perlawanan hukum melalui dua permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Batam. Namun, seluruh permohonan tersebut ditolak oleh hakim.

Atas perbuatannya, AHUI dijerat dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar. KLHK menegaskan bahwa proses hukum akan terus dikawal untuk memberi efek jera bagi pelaku perusakan lingkungan. []

Diyan Febriana Citra.

Nasional