JAKARTA – Film animasi Jumbo terus mencuri perhatian masyarakat. Sejak dirilis, karya ini telah ditonton lebih dari sembilan juta orang. Di balik kesuksesan tersebut, terdapat nama Ryan Adriandhy, sutradara muda berbakat yang membesut film ini.
Saat ditemui di Gedung A Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Jakarta Pusat, Kamis (15/5), Ryan berbagi cerita mengenai proses kreatif pembuatan Jumbo, hingga latar belakang pendidikannya yang menuntunnya ke dunia animasi.
Ryan merupakan lulusan Sarjana Desain Grafis dan Media Baru dari Binus Northumbria School of Design, Jakarta. Ia kemudian melanjutkan studi magister di bidang Seni Rupa (Master of Fine Arts) di Rochester Institute of Technology, Amerika Serikat.
Menurutnya, keputusan melanjutkan pendidikan ke Amerika Serikat merupakan langkah tepat. Negeri tersebut telah lama dikenal sebagai pusat industri animasi dunia, sehingga ia merasa mendapat akses langsung ke sumber ilmu dan pengalaman yang tak ternilai.
“Kenapa aku milih Amerika? Karena aku tahu di situ industrinya udah berkembang jauh lebih lama sehingga belajar melalui resource-nya akan bisa lebih banyak dan aku bisa mendatangi studio-studio yang pernah membuat film-film yang aku tahu dan melihat arsipnya mereka,” ujar Ryan.
Selain belajar dari sistem pendidikan di Amerika, Ryan mengaku banyak mengagumi karya-karya animasi dari Jepang sejak masa mudanya. Jepang, menurutnya, juga menjadi pusat penting dalam perkembangan animasi global, sejajar dengan Amerika Serikat.
“Aku memang pengen di Amerika karena memang ada dua kan negara yang animasinya jauh lebih maju dari Indonesia, dan sudah ratusan tahun sebenernya gitu Amerika atau Jepang,” lanjutnya.
Pengalaman kuliah di Amerika tak hanya memperkaya kemampuan teknis Ryan, tetapi juga membuka akses ke dunia profesional. Ia memperoleh kesempatan mengunjungi berbagai studio ternama, termasuk melihat langsung arsip asli dari animasi legendaris seperti Tom and Jerry.
“Kenapa tidak memilih di dalam negeri? Karena pada saat itu untuk mempelajari animasi lebih luas, lebih dalam, bukan hanya dalam bentuk tapi juga dari caranya, kurikulumnya, kemudian apa aja teori yang lebih penting aku tahu dibanding sekadar hanya menggambar atau menggerakkan sebuah objek,” ungkapnya.
Meski demikian, Ryan tidak memandang remeh potensi pendidikan animasi di Indonesia. Ia menyebut sebagian besar kru di balik produksi Jumbo berasal dari sekolah menengah kejuruan (SMK) di dalam negeri, yang menunjukkan kualitas sumber daya manusia Indonesia sebenarnya tidak kalah.
Ia pun menyampaikan harapan kepada pemerintah agar pendidikan animasi dalam negeri dapat diperkuat, baik dari segi kurikulum maupun fasilitas, sehingga para pelajar tidak perlu lagi merantau jauh untuk mendapat pengalaman belajar yang setara dengan luar negeri.
“Kalau misalnya memberi masukan soal pemerintah, apa yang pengen dikembangin supaya animasi Indonesia itu at least di tingkat pendidikannya itu bisa menuju ke sana (seperti di AS),” tutup Ryan.[]
Putri Aulia Maharani