JAKARTA – Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengadukan proses hukum kasus dugaan pencabulan yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, kepada Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Dalam aduannya, APPA NTT meminta lembaga legislatif itu mengawasi penanganan perkara yang hingga kini belum menemukan kejelasan hukum.
Permintaan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Tim Penggerak PKK NTT, Asti Laka Lena, yang juga merupakan perwakilan APPA NTT. Ia hadir dalam pertemuan dengan anggota Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/05/2025).
“Meminta Komisi III DPR RI untuk mengawasi dan mengawal proses hukum AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, eks Kapolres Ngada ini yang sampai saat ini berkas perkaranya masih bolak-balik antara Kepolisian Daerah NTT dan Kejaksaan Tinggi NTT sejak awal Maret 2025,” kata Asti.
Menurut Asti, proses hukum yang berjalan lamban menimbulkan kekhawatiran akan adanya intervensi struktural dari pihak-pihak berwenang. Ia berharap pengusutan dilakukan secara transparan dan akuntabel.
“Jadi sudah lebih dari dua bulan agar proses hukum dijalankan secara transparan, akuntabel, dan tidak tunduk pada kekuasaan struktural pelaku yang kebetulan beliau kemarin di institusi kepolisian,” tambahnya.
Selain mengawal proses hukum, APPA NTT juga mendorong agar mantan Kapolres Ngada dikenai hukuman maksimal, termasuk hukuman kebiri kimia jika terbukti bersalah. Asti menegaskan pentingnya perlindungan terhadap korban, keluarga korban, dan para saksi.
“Menjerat dan menghukum pelaku seberat-beratnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan pidana penjara maksimal dan hukuman kebiri kimia, serta melindungi korban, keluarga korban dan saksi,” ucapnya.
Asti juga meminta agar Kejaksaan Tinggi NTT tidak hanya menggunakan pasal pencabulan dalam dakwaan, tetapi juga menerapkan pasal berlapis. Menurutnya, pelaku dapat dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) serta Undang-Undang tentang Pornografi.
“Nah kemarin yang belum dimasukkan dalam dakwaan itu itu tentang TPPO, Undang-undang tentang TPPO dan UU juga tentang pornografi yang belum masuk ke sana,” katanya.
Sebagai penutup, APPA NTT meminta Komisi III DPR mendesak Kejaksaan Agung untuk memastikan jaksa menindaklanjuti dakwaan secara serius dan menyeluruh.
“Meminta Komisi III DPR RI mendesak Kejaksaan Agung untuk memastikan Kejaksaan Tinggi NTT menggunakan dakwaan kumulatif kepada pelaku dengan undang-undang yang tadi sudah disampaikan,” pungkas Asti. []
Diyan Febriana Citra.