Barat Terpecah: Eropa Kaget, Tuduh Trump Menangkan Putin

Barat Terpecah: Eropa Kaget, Tuduh Trump Menangkan Putin

JAKARTA – Reaksi keras datang dari sejumlah tokoh dan pejabat Eropa menyusul pembicaraan telepon antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Komunikasi itu berlangsung di tengah konflik yang masih memanas antara Rusia dan Ukraina, di mana kedua belah pihak belum mencapai kesepakatan damai.

Pascapanggilan tersebut, Trump menyatakan bahwa AS tidak akan lagi mengambil bagian secara langsung dalam proses negosiasi. Ia juga menolak usulan pemberlakuan sanksi tambahan terhadap Rusia yang bertujuan menekan Presiden Putin agar lebih serius dalam perundingan.

“Saya pikir sesuatu akan terjadi. Dan jika tidak, saya akan mundur saja dan mereka harus terus melanjutkannya,” ujar Trump kepada awak media, menyebutkan bahwa pertemuan itu bersifat produktif.

Sementara itu, pihak Kremlin menggambarkan perbincangan antara kedua kepala negara sebagai “terus terang dan bersahabat”. Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov menjelaskan bahwa Trump dan Putin berbicara santai menggunakan nama depan, bahkan tidak ada di antara keduanya yang ingin mengakhiri panggilan lebih dulu.

Menurut Peskov, “Tidak ada tenggat waktu dan tidak akan ada tenggat waktu. Jelas bahwa semua orang ingin melakukan ini secepat mungkin, tetapi, tentu saja, detailnya sangat penting.”

Reaksi keras pun muncul dari berbagai pemimpin Eropa. Mantan Perdana Menteri Swedia, Carl Bildt, melalui akun X (dulu Twitter), menyebut panggilan itu sebagai “kemenangan bagi Putin”. Ia menilai bahwa Rusia justru mendapatkan keuntungan karena tetap melanjutkan serangan bersenjata sembari berada dalam proses diplomasi.

“Ini tidak diragukan lagi merupakan kemenangan bagi Putin karena ia menolak seruan untuk gencatan senjata dan terus menekan Ukraina di meja perundingan,” tulis Bildt.

Menteri Pertahanan Jerman, Boris Pistorius, menyuarakan keraguannya terhadap keseriusan Rusia dalam mencapai gencatan senjata. Ia menyoroti absennya batas waktu atau komitmen konkret dari pihak Rusia.

“Jadi, meskipun Rusia bersedia berbicara tentang memorandum, masih belum ada gencatan senjata yang terlihat. Setidaknya, itulah penilaian saya,” ujarnya. “Putin tampaknya masih tidak benar-benar tertarik pada perdamaian, atau setidaknya bukan dalam kondisi yang bisa diterima pihak lain.”

Pandangan serupa juga disampaikan oleh ekonom Swedia Anders Åslund, yang pernah menjadi penasihat ekonomi bagi pemerintah Rusia dan Ukraina. Menurutnya, pernyataan Trump menunjukkan sikap pengabaian AS terhadap tanggung jawab global yang sebelumnya mereka emban dalam aliansi Barat.

“Eropa tetap terkejut oleh apa yang dilihatnya sebagai pengabaian oleh Washington, yang sebelumnya menjadi jangkar dalam aliansi Barat,” kata Åslund, dikutip dari Newsweek.

Sementara itu, pensiunan perwira intelijen Angkatan Darat AS, Jon Sweet, mengingatkan bahwa Rusia masih berambisi menguasai secara penuh wilayah Luhansk, Donetsk, dan Krimea. Ketiga wilayah tersebut menjadi pusat konflik sejak Rusia melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina pada Februari 2022.

“Putin tidak tertarik pada gencatan senjata atau kesepakatan damai,” ujarnya. “Seperti yang dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, Rusia tidak akan menerima apa pun selain kemenangan total atas Ukraina.”[]

Putri Aulia Maharani

Internasional