JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan tekadnya untuk menyelesaikan polemik tiang-tiang proyek monorel yang telah terbengkalai hampir dua dekade di sejumlah titik ibu kota. Tiang-tiang tersebut berada di sepanjang Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, serta di kawasan Jalan Asia Afrika, Senayan, Jakarta Pusat.
Menurut Pramono, keberadaan tiang-tiang bekas proyek yang terhenti sejak 2007 itu telah lama menjadi sumber keluhan masyarakat karena merusak estetika kota dan mencerminkan persoalan lama yang dibiarkan berlarut-larut.
“Di Rasuna Said maupun di Senayan. Ada kolom-kolom untuk monorel yang sampai hari ini semuanya enggak mau nyentuh untuk diselesaikan. Kalau bagi saya pribadi ini adalah hal yang harus diselesaikan. Sehingga yang seperti itu akan kami selesaikan,” kata Pramono saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (20/05/2025).
Diketahui, proyek monorel Jakarta dimulai pada 2004, namun dihentikan tiga tahun kemudian akibat sengketa hukum antara pihak kontraktor dan pelaksana proyek. Sekitar 90 tiang telah berdiri, namun seluruhnya kini terbengkalai tanpa kejelasan status. Pramono menegaskan bahwa persoalan hukum menjadi alasan utama proyek itu terhenti dan membuat berbagai pihak enggan melanjutkan.
“Ini kan berhenti karena ada persoalan hukum pada waktu itu, antara kontraktor, pelaksana dan sebagainya-sebagainya. Bagi pemerintah Jakarta ini sangat mengganggu,” ujarnya.
Pramono menyatakan bahwa pemerintah perlu mengambil keputusan jelas terkait nasib tiang-tiang tersebut.
“Maka bukan monorelnya yang dilanjutkan, tetapi tiang-tiang yang tidak berfungsi itu akan diapakan? Apakah dibersihkan? Apakah dibuat apa? Tentunya harus ada keputusan untuk itu,” tambahnya.
Ia juga menyoroti minimnya kemauan politik selama ini untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Tidak bisa kemudian dibiarkan begitu saja dari waktu ke waktu, karena semua orang tidak mau berpikir, tidak mau susah, tidak mau menyentuh persoalan itu,” katanya lagi.
Rencana pembongkaran tiang monorel sebenarnya telah beberapa kali mencuat, termasuk saat Basuki Tjahaja Purnama menjabat sebagai Gubernur. Pemprov DKI sempat berupaya membeli tiang-tiang itu dari PT Jakarta Monorail (JM), namun gagal karena perbedaan penilaian harga. Bahkan, pemerintah daerah kala itu telah mengirim surat pemutusan kerja sama kepada PT JM.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta saat itu, Saefullah, menegaskan bahwa tiang-tiang tersebut tidak dibiayai oleh APBD maupun APBN, sehingga pembongkaran harus menjadi tanggung jawab pihak swasta.
“Karena ini bukan uang APBD atau APBN, ini kan PT JM bekerja sama dengan PT Adhi Karya. DKI minta juga untuk bongkar,” kata Saefullah di Balai Kota pada 26 Januari 2015.
Meski berbagai rencana telah disampaikan sejak hampir sepuluh tahun lalu, tiang-tiang itu tetap berdiri, menjadi simbol kegagalan perencanaan transportasi di ibu kota. Kini, masyarakat Jakarta kembali menaruh harapan pada komitmen Gubernur Pramono untuk benar-benar menuntaskan persoalan tersebut secara konkret. []
Diyan Febriana Citra.