TEHERAN – Pemerintah Iran secara tegas menolak usulan Amerika Serikat terkait penghentian sementara program pengayaan uranium sebagai syarat untuk mencapai kesepakatan nuklir baru. Penolakan ini disampaikan langsung oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmail Baghaei, dalam konferensi pers resmi di Teheran, Senin (26/5/2025).
Menanggapi laporan yang menyebutkan bahwa Iran kemungkinan bersedia membekukan program pengayaan uranium selama tiga tahun sebagai jalan kompromi, Baghaei menyatakan bahwa hal itu sama sekali tidak dapat diterima oleh pemerintah Iran.
“Iran tidak akan pernah menyetujui pembekuan program pengayaan uranium sebagai prasyarat kesepakatan,” ujar Baghaei dengan nada tegas.
Lebih lanjut, ia juga membantah kabar tentang kemungkinan dicapainya kesepakatan sementara (interim deal) antara Teheran dan Washington. Menurutnya, laporan yang menyebut adanya perundingan menuju perjanjian semacam itu tidak memiliki dasar yang kuat.
“Hingga saat ini belum ada jadwal pasti untuk melanjutkan putaran keenam perundingan antara Iran dan Amerika Serikat. Kami masih menunggu kejelasan lebih lanjut dari mediator Oman mengenai waktu serta format pembahasan yang akan datang,” kata Baghaei.
Ia menambahkan, jika Amerika Serikat menunjukkan niat baik dan tidak mencoba membatasi hak kedaulatan Iran dalam penggunaan energi nuklir, maka Iran bersedia melanjutkan dialog. Namun, jika pembicaraan diarahkan untuk menekan atau menghalangi kepentingan nasional Iran, maka kesepakatan apa pun tidak akan tercapai.
Negosiasi antara Iran dan Amerika Serikat selama beberapa dekade terakhir bertujuan untuk menyelesaikan konflik panjang mengenai ambisi nuklir Iran. Pemerintah AS, terutama di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump saat ini, berupaya keras untuk membatasi kapasitas nuklir Iran yang dianggap berpotensi mengancam keamanan kawasan, termasuk sekutu utama seperti Israel.
Namun, Iran berkukuh bahwa program nuklirnya ditujukan untuk kepentingan damai, seperti penyediaan energi dan pengembangan riset medis. Di sisi lain, Iran juga menuntut pencabutan penuh terhadap sanksi ekonomi yang telah lama menekan sektor-sektor vitalnya, terutama minyak dan keuangan.
Sebelumnya, Presiden Trump mengklaim bahwa perundingan antara delegasi AS dan Iran yang berlangsung akhir pekan lalu berjalan dalam suasana yang konstruktif. Meskipun ia tidak mengungkapkan detail pembahasannya, Trump menyebut bahwa komunikasi antara kedua pihak masih terus berlangsung.
Kondisi ini menunjukkan adanya jurang besar dalam pendekatan diplomatik kedua negara, khususnya dalam isu sensitif seperti pengayaan uranium. Penolakan Iran terhadap kompromi yang ditawarkan AS membuat prospek tercapainya kesepakatan damai jangka pendek tampak semakin jauh.
Dengan ketegangan yang terus meningkat dan belum adanya titik temu, perhatian dunia kini tertuju pada langkah lanjutan dari kedua negara. Situasi ini dikhawatirkan dapat memicu eskalasi konflik lebih luas jika diplomasi tidak segera menemukan jalannya.[]
Putri Aulia Maharani