JAKARTA – Sejumlah negara Barat yang selama ini dikenal sebagai sekutu dekat Israel mulai menyuarakan kritik keras terhadap kebijakan agresif Negeri Zionis itu di Gaza, Palestina, dan sejumlah wilayah Arab lain. Kritik ini menandai pergeseran signifikan dalam sikap internasional terhadap konflik berkepanjangan yang menelan banyak korban sipil.
Berikut negara-negara sekutu yang mulai mengambil jarak dan melontarkan kecaman terhadap Israel:
Jerman: “Serangan Israel Tak Lagi Bisa Dibenarkan”
Kanselir Jerman Friedrich Merz menyampaikan kritik paling tajam terhadap Israel dalam pernyataannya di Turku, Finlandia, Selasa (27/5/2025). Ia menegaskan bahwa serangan militer besar-besaran ke Gaza “tidak lagi dapat dipahami” dan “tak dapat dibenarkan” dalam konteks perang melawan Hamas.
“Serangan ini tidak menunjukkan logika apapun. Apakah ini benar-benar strategi memerangi terorisme?” ujar Merz, dikutip Reuters. Ia juga mengisyaratkan bahwa waktu telah tiba bagi Jerman untuk menyampaikan ketidaksetujuannya secara terbuka.
Pernyataan ini mencerminkan perubahan besar dalam kebijakan luar negeri Jerman, yang selama ini sangat berhati-hati dalam mengkritik Israel akibat sejarah Holocaust. Namun tekanan dari publik, mitra koalisi, dan pejabat senior turut mendorong pergeseran ini. Kritik juga datang dari Menteri Luar Negeri Johann Wadephul dan Partai Sosial Demokrat (SPD) yang menyerukan penghentian ekspor senjata ke Israel.
Inggris, Kanada, dan Prancis: Ancaman Sanksi Terhadap Israel
Tiga negara sekutu utama Israel, yakni Inggris, Kanada, dan Prancis, pada awal pekan ini mengeluarkan pernyataan bersama yang mengancam akan menjatuhkan sanksi jika Israel tidak menghentikan operasi militernya dan mencabut blokade atas bantuan kemanusiaan ke Gaza.
“Penolakan Pemerintah Israel terhadap bantuan kemanusiaan bagi warga sipil tidak dapat diterima dan berisiko melanggar Hukum Humaniter Internasional,” tulis mereka dalam pernyataan yang dirilis oleh pemerintah Inggris, dikutip Reuters.
Ketiga negara juga menentang ekspansi permukiman ilegal di Tepi Barat dan menegaskan bahwa dukungan terhadap Israel bukanlah tanpa syarat. Mereka menyatakan bahwa serangan Israel tidak lagi proporsional dan bertentangan dengan prinsip hukum internasional.
“Kami tidak akan ragu mengambil tindakan lebih lanjut, termasuk sanksi yang ditargetkan,” tegas ketiganya.
Amerika Serikat: Frustrasi dan Peringatan untuk Netanyahu
Dukungan Amerika Serikat terhadap Israel menunjukkan tanda-tanda retak. Meskipun hubungan kedua negara masih kuat, kekecewaan terhadap pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mulai terbuka, terutama setelah mantan Presiden Donald Trump melakukan lawatan ke Timur Tengah.
Dalam kunjungannya ke Riyadh, Trump bertemu dengan pemimpin Islamis Suriah, Ahmed al-Sharaa, dan memberikan sinyal bahwa Amerika akan mulai mendekati kekuatan-kekuatan lain di kawasan. Menurut sejumlah sumber, lawatan tersebut merupakan pesan tersirat bahwa Netanyahu tak lagi bisa mengandalkan dukungan tanpa syarat dari Washington.
“Netanyahu tidak memberi apapun. Pemerintahan ini sangat frustrasi,” kata David Schenker, mantan pejabat tinggi di Kementerian Luar Negeri AS.
Meski tidak akan meninggalkan Israel sebagai sekutu strategis, pemerintah AS dikabarkan mulai membatasi dukungannya terhadap kebijakan sayap kanan Netanyahu, terutama soal gencatan senjata di Gaza dan perundingan nuklir dengan Iran.
“Amerika memiliki kepentingannya sendiri di kawasan. Dan Israel harus berhenti menghalanginya,” ungkap salah satu sumber.
Kesimpulan
Pergeseran sikap dari negara-negara sekutu menunjukkan bahwa agresi militer Israel mulai kehilangan legitimasi di mata komunitas internasional. Tekanan dari dalam negeri masing-masing negara, pertimbangan hukum internasional, serta kepentingan geopolitik yang berkembang, menjadi faktor utama di balik kritik terbuka terhadap Tel Aviv.[]
Putri Aulia Maharani