AS Usulkan Gencatan Senjata Gaza, Hamas Tolak

AS Usulkan Gencatan Senjata Gaza, Hamas Tolak

GAZA – Pemerintah Amerika Serikat mengajukan proposal gencatan senjata selama 60 hari di Jalur Gaza yang mencakup pertukaran sandera dan tahanan, serta penyaluran bantuan kemanusiaan. Meski telah mendapat persetujuan dari Israel, proposal tersebut disambut dengan sikap hati-hati dan kritik tajam dari kelompok Hamas.

Usulan ini dibentuk melalui mediasi Mesir dan Qatar, serta dijamin langsung oleh Presiden AS saat ini, Donald Trump. Dokumen proposal yang diperoleh Reuters menyebut bahwa inisiatif tersebut disusun oleh utusan Timur Tengah Gedung Putih, Steve Witkoff.

Dalam minggu pertama pelaksanaan gencatan senjata, Hamas akan membebaskan 28 sandera Israel baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Sebagai imbalan, Israel akan membebaskan 1.236 tahanan Palestina dan menyerahkan jenazah 180 warga Palestina.

Di luar pertukaran tahanan, bantuan kemanusiaan dijanjikan akan segera disalurkan melalui PBB, Bulan Sabit Merah, dan jalur distribusi yang telah disepakati, apabila Hamas menyetujui perjanjian.

Pemerintah Israel disebut telah menerima usulan tersebut. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menurut laporan media lokal, telah menyampaikan hal ini kepada keluarga para sandera. Namun, hingga saat ini kantor perdana menteri belum mengeluarkan pernyataan resmi.

Sementara itu, Hamas menanggapi dengan nada kritis. Juru bicara senior mereka, Basem Naim, menilai respons Israel terhadap proposal tersebut tidak memenuhi “tuntutan sah dan adil rakyat Palestina,” termasuk penghentian total agresi dan pemulihan kondisi kemanusiaan di Gaza.

“Hamas masih mengkaji secara menyeluruh dan bertanggung jawab terhadap proposal baru ini,” kata Naim pada Sabtu (31/05/2025).

Ia juga menambahkan bahwa isi usulan justru memperkuat pendudukan serta mempertahankan pola kekerasan dan kelaparan, bahkan dalam periode de-eskalasi.

Menurut dokumen, pada tahap lanjutan gencatan senjata, Hamas akan membebaskan 30 sandera lainnya. Israel, sebagai imbalan, akan menghentikan seluruh operasi militer dan mulai menarik pasukannya secara bertahap dari wilayah Gaza.

Namun, kesepakatan menyeluruh masih terhambat oleh tuntutan Israel agar Hamas melucuti senjata, membubarkan organisasi militer dan pemerintahannya, serta menyerahkan semua sandera sebelum perang dihentikan. Hamas menolak syarat tersebut dan menuntut penarikan pasukan serta penghentian perang sebagai langkah awal.

Sementara itu, tekanan internasional terhadap Israel meningkat. Sejumlah negara Eropa yang sebelumnya cenderung diam kini mulai menyerukan diakhirinya perang dan peningkatan akses bantuan.

Di sisi lain, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) melaporkan bahwa pengiriman bantuan masih sangat terbatas.

“Hampir tidak ada makanan siap saji yang masuk ke wilayah yang kini disebut sebagai tempat paling lapar di dunia,” ungkap juru bicara OCHA.

Organisasi Gaza Humanitarian Foundation (GHF), yang disokong Amerika Serikat dan disetujui Israel, mengklaim telah menyalurkan 1,8 juta paket makanan dalam sepekan terakhir. Namun, distribusi bantuan tersebut dikecam oleh PBB dan sejumlah LSM yang menilai mekanismenya tidak memadai. Beberapa insiden bahkan menyebabkan penarikan pasukan pengaman akibat kerumunan warga yang membludak di lokasi distribusi.

Situasi di Gaza masih jauh dari kondusif, dan meski proposal gencatan senjata ini membawa harapan, jalan menuju perdamaian tetap dipenuhi syarat yang belum disepakati semua pihak. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Internasional