JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia menegaskan komitmennya untuk menciptakan sistem rekrutmen kerja yang adil dan inklusif. Salah satunya melalui Surat Edaran (SE) terbaru dari Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Yassierli, yang secara tegas melarang adanya unsur diskriminasi dalam proses seleksi tenaga kerja, termasuk syarat “berpenampilan menarik” dalam lowongan yang tidak relevan.
Wakil Menteri Tenaga Kerja, Immanuel Ebenezer, atau yang akrab disapa Noel, menyatakan bahwa sejumlah persyaratan seperti penampilan, batasan usia, hingga kondisi disabilitas, tidak semestinya dijadikan dasar dalam seleksi pekerjaan, terutama di sektor padat karya.
“Nggak boleh soal ‘good looking (berpenampilan menarik)’, soal (pembatasan) umur, dan sebagainya,” ujar Noel saat diwawancarai, Jumat (30/05/2025) malam.
Namun, ia menegaskan bahwa ketentuan ini tidak berlaku mutlak. Dalam konteks pekerjaan yang secara spesifik membutuhkan penampilan sesuai standar tertentu, seperti pramugari atau industri kecantikan, syarat tersebut masih diperbolehkan.
“Kalau misalnya ada lowongan pramugari, lowongan industri kecantikan yang membutuhkan penampilan, itu boleh, enggak apa-apa, itu kekhususan,” jelasnya.
Noel juga menyoroti praktik diskriminasi usia yang sering muncul dalam iklan lowongan kerja. Ia menilai pembatasan umur tidak sejalan dengan upaya pemerintah dalam menekan angka pengangguran, terlebih banyak korban PHK yang berusia di atas 35 tahun dan masih membutuhkan pekerjaan.
“Jangan lagi cantumkan umur. Bagaimana kita mau mengurangi angka pengangguran kalau seandainya para pencari kerja dibatasi umurnya?” tegasnya.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya keterbukaan dunia kerja terhadap penyandang disabilitas. Selama jenis pekerjaan memungkinkan, tidak boleh ada alasan untuk menolak mereka.
“Kita ingatkan pelaku usaha bahwa mereka punya hak untuk bekerja,” kata Noel.
Surat Edaran Nomor M/6/HK.04/V2025 tentang Larangan Diskriminasi dalam Proses Rekrutmen Tenaga Kerja tersebut telah diterbitkan pada Rabu (28/05/2025) lalu, sebagai langkah awal memperbaiki praktik perekrutan yang selama ini dinilai belum sepenuhnya adil dan setara. []
Diyan Febriana Citra.