KUTAI KARTANEGARA – Festival budaya Sadi Sengkaka 2025 yang digelar di Taman Tanjong, Tenggarong, Sabtu malam (24/05/2025), menegaskan posisinya sebagai lebih dari sekadar kompetisi seni. Acara ini kini menjadi sarana strategis untuk mengarusutamakan keterlibatan generasi muda dan masyarakat luas dalam proses pelestarian budaya daerah.
Dua pemuda berbakat, Nazwa Kirana Firdaus dan Andi M. Adelio Aska Naraya, resmi dinobatkan sebagai Duta Budaya Kutai Kartanegara 2025 setelah melewati seleksi berjenjang dari 24 peserta hingga terpilih 12 finalis utama. Namun yang menjadi sorotan utama bukan hanya siapa yang menang, melainkan bagaimana proses seleksi dan acara ini mendorong kolaborasi lintas generasi untuk mengenali, menghidupi, dan menyebarluaskan nilai-nilai budaya lokal.
Seluruh rangkaian kegiatan dirancang sebagai proses pembelajaran kolektif. Selain menyaksikan penampilan seni, masyarakat turut menikmati pameran budaya dan presentasi finalis yang memadukan kreativitas dengan wawasan sejarah daerah.
“Peran Duta Budaya bukan sekedar simbolik. Mereka akan menjadi representasi anak muda yang aktif melestarikan dan mempromosikan kekayaan budaya Kutai kepada masyarakat luas,” ujar Kepala Disdikbud Kukar, Thauhid Afrillian Noor.
Menurut Thauhid, keberadaan Duta Budaya bukan hanya seremoni tahunan, melainkan bagian dari strategi jangka panjang untuk menghidupkan kembali kesadaran budaya di kalangan anak muda melalui pendekatan yang inspiratif.
“Ini bagian dari upaya kami menghidupkan kembali ketertarikan generasi muda terhadap budaya daerah. Ketika anak-anak muda ikut terlibat, maka kesinambungan nilai-nilai budaya akan lebih terjaga,” lanjutnya.
Sepanjang malam, antusiasme warga terlihat jelas. Ribuan pengunjung berkumpul, membaur dalam semangat perayaan yang meriah namun edukatif. Tarian daerah, musik tradisional, dan nuansa adat menjadi elemen penting yang mempererat ikatan emosional warga terhadap identitas lokal.
Sadi Sengkaka tak lagi sekadar perayaan budaya, melainkan medium pemberdayaan, di mana generasi muda diberi ruang untuk menjadi aktor budaya yang aktif, relevan, dan adaptif di tengah perubahan zaman.
Penulis: Eko Sulistiyo