JAKARTA – Ketegangan dagang yang meningkat antara Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara mitranya telah menimbulkan kerugian besar bagi pelaku usaha di Negeri Paman Sam. Sebanyak 32 perusahaan besar di AS tercatat mengalami kerugian akumulatif senilai US$ 34 miliar atau setara dengan Rp 553,99 triliun, berdasarkan kurs Rp 16.294 per dolar AS.
Kerugian tersebut berasal dari penurunan penjualan serta peningkatan biaya operasional akibat dampak dari kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh pemerintah AS. Ketidakpastian yang menyertai kebijakan ini dinilai semakin memperparah situasi, karena menyulitkan perusahaan untuk menyusun rencana bisnis jangka panjang.
Mengutip laporan Reuters pada Jumat (30/5/2025), sejumlah ekonom memperingatkan bahwa beban finansial yang ditanggung perusahaan kemungkinan jauh lebih besar dari estimasi awal. Mereka menilai perusahaan-perusahaan besar kini menghadapi tantangan yang signifikan dalam menghitung dampak biaya secara tepat akibat perubahan kebijakan yang tak menentu.
Beberapa korporasi multinasional seperti Apple, Ford, Porsche, dan Sony bahkan telah merevisi atau memangkas proyeksi laba mereka. Ketidakpastian yang muncul dari arah kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump disebut menjadi penyebab utama sulitnya membuat proyeksi keuangan yang akurat.
“Anda dapat melipatgandakan atau melipat-tigakan penghitungan Anda dan kami tetap akan mengatakan … besarnya pasti jauh lebih besar daripada yang disadari kebanyakan orang,” ujar Jeffrey Sonnenfeld, profesor dari Sekolah Manajemen Yale, sebagaimana dikutip oleh Reuters.
Sonnenfeld juga menambahkan bahwa efek lanjutan dari perang tarif ini dapat melemahkan belanja konsumen dan investasi bisnis. Selain itu, ekspektasi inflasi yang lebih tinggi turut membayangi perekonomian AS.
Sebagai langkah mitigasi, para analis memperkirakan banyak perusahaan akan meninjau kembali strategi rantai pasok mereka. Beberapa bahkan diprediksi akan memindahkan basis produksi ke negara lain yang dinilai lebih menguntungkan secara ekonomi. Namun, langkah ini tentu akan menambah biaya produksi dan logistik.
Di sisi lain, Presiden Donald Trump tetap bersikukuh bahwa tarif impor yang baru diberlakukan bertujuan untuk menekan defisit neraca perdagangan AS. Ia juga menyatakan bahwa kebijakan ini akan mendorong perusahaan untuk mengalihkan operasional mereka kembali ke wilayah Amerika Serikat.
“Pemerintah secara konsisten menyatakan bahwa Amerika Serikat … memiliki pengaruh untuk membuat mitra dagang kita pada akhirnya menanggung biaya tarif,” ucap Kush Desai, juru bicara Gedung Putih.
Trump menambahkan bahwa kebijakan tarif ini juga menjadi alat diplomatik untuk menekan negara-negara seperti Meksiko agar menghentikan arus imigrasi ilegal serta perdagangan narkotika ke AS.[]
Putri Aulia Maharani