JAKARTA – Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Diaz Hendropriyono, memimpin delegasi Indonesia dalam pertemuan BRICS dan mendorong agar isu loss and damage (kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim) diintegrasikan dalam agenda riset iklim kelompok tersebut.
Diaz menyampaikan bahwa usulan ini selaras dengan kerangka Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), dan dinilai krusial sebagai dasar ilmiah dalam merancang kebijakan iklim yang adil bagi negara-negara berkembang yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.
“Kami mengajukan isu loss and damage, mengacu pada UNFCCC, agar menjadi bagian dari ruang lingkup BRICS Climate Research Platform. Ini penting sebagai pijakan ilmiah dalam merancang kebijakan berbasis keadilan iklim,” tegas Diaz dalam pernyataannya, Jumat (30/5/2025).
Dalam pertemuan tersebut, dibahas dua dokumen penting yang akan menjadi bahan masukan pada High-Level Meeting on Climate Change and Sustainable Development yang digelar 28 Mei 2025, dan selanjutnya akan diajukan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-XVII pada Juli mendatang. Kedua dokumen itu meliputi Terms of Reference (ToR) untuk platform riset iklim BRICS (BCRP) dan Joint Declaration hasil pertemuan tingkat tinggi antarnegara anggota.
Selain mengusulkan substansi, Diaz juga menekankan pentingnya mekanisme pertukaran data ilmiah antarnegara dalam BCRP dilakukan secara sukarela, guna menghormati prinsip kesetaraan serta menjamin kedaulatan informasi nasional masing-masing negara.
Tidak hanya itu, Indonesia juga mendorong agar lampiran (annex) dari Joint Declaration difinalisasi secara menyeluruh sebelum dokumen tersebut dibawa ke forum kepala negara. Lampiran tersebut memuat rincian teknis pelaksanaan dan dianggap sebagai bagian integral dari kesepakatan utama.
“Finalisasi Annex perlu dilakukan sejak awal. Ini bukan sekadar pelengkap, tetapi elemen substantif yang harus dibahas dengan seksama sebelum naik ke level kepala negara,” ujar Diaz.
Diaz mengungkapkan bahwa inisiatif Indonesia mendapat sambutan positif dari negara-negara anggota BRICS lainnya, dan akan menjadi bagian dari dokumen akhir. Usulan tersebut mencerminkan komitmen kolektif BRICS untuk memperkuat kolaborasi ilmiah yang bersifat terbuka, setara, dan menjunjung prinsip keadilan iklim.[]
Putri Aulia Maharani