ADVERTORIAL – Isu kesenjangan akses pendidikan di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menjadi sorotan. Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kaltim, Agusriansyah Ridwan, menegaskan perlunya kebijakan pembangunan pendidikan yang tidak hanya berfokus pada kota-kota besar, tetapi juga memperhatikan kebutuhan riil masyarakat di daerah pelosok dan terpencil.
Saat ditemui di Ruang Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kaltim, Samarinda, Rabu (18/06/2025), Agusriansyah mengungkapkan bahwa perencanaan pendidikan harus berbasis data akurat, termasuk mengenai jarak pemukiman ke sekolah dan perkembangan jumlah penduduk di sekitar satuan pendidikan. “Harus ada kemudahan dalam proses pendirian sekolah, bukan justru mempersulit dengan birokrasi yang panjang. Sistem pendidikan terbuka bisa menjadi solusi, tapi secara regulasi masih tergolong kompleks,” ujarnya.
Menurut politisi dari daerah pemilihan Berau, Kutai Timur, dan Bontang ini, kebijakan penggratisan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) yang selama ini dicanangkan pemerintah belum menyentuh akar permasalahan yang dihadapi masyarakat pelosok. Ia menekankan bahwa tantangan utama justru terletak pada keterjangkauan akses fisik ke sekolah. “Masalahnya bukan hanya SPP. Tapi bagaimana anak-anak bisa sampai ke sekolah. Maka harus ada penyelesaian atas konektivitas, baik infrastruktur jalan, transportasi laut, mobil angkutan sekolah, hingga penyediaan asrama dan gizi mereka,” tegas Agusriansyah.
Ia juga menyerukan pentingnya penguatan regulasi lewat peraturan daerah (Perda) yang lebih detail, agar arah kebijakan pendidikan tidak hanya mengandalkan pendekatan populis. “Nanti dalam RPJMD jangan hanya berbicara soal gratis-gratisan, tapi juga soal kewajiban dan keadilan. Termasuk bagaimana bantuan keuangan untuk perguruan tinggi dipetakan dengan adil, berdasarkan data dan peta pendidikan yang komprehensif,” katanya.
Agusriansyah mengingatkan agar pembangunan infrastruktur pendidikan jangan hanya terkonsentrasi di kawasan perkotaan. Menurutnya, fasilitas penunjang seperti asrama, transportasi, dan sarana pendukung lainnya harus lebih diperhatikan bagi sekolah-sekolah di wilayah 3T (terluar, terpencil, dan tertinggal). “Jangan hanya mempercantik sekolah-sekolah di kota, sementara anak-anak kita di perbatasan dan pesisir dibiarkan tanpa akses pendidikan yang layak,” ucapnya.
Dengan pembangunan yang lebih merata dan berbasis data kebutuhan masyarakat, Agusriansyah berharap ke depan seluruh anak di Kaltim memiliki peluang yang sama untuk mengenyam pendidikan berkualitas, tanpa terkendala oleh lokasi tempat tinggal mereka.